BERANDA

Kamis, 27 Mei 2010

RATIONAL EMOTIVE THEORY (RET)

ATAU TEORI RASIONAL EMOTIF


A. Latar Belakang

Teori Rasional Emotif dikembangkan oleh Albert Ellis di Amerika awal tahun 1960-an. Teori Rasional Emosi merupakan sintesis baru dari behaviour therapy, sehingga Ellis juga menyebut terapi ini sebagai Cognitive Behaviour Therapy atau Comprehensive Therapy. Konsep ini sebenarnya merupakan aliran baru dari Psikoterapi Humanistik yang berakar dari filsafat eksistensialisme.

Dalam perkembangan selanjutnya jejak Ellis diikuti beberapa ahli seperti: R.M. Jurjevich, William S. Sahakian, Don J. Tosi, dan lain-lain.

B. Konsep Dasar

Konsep dasar Rational Emotive Therapy (RET) adalah sebagai berikut:

1. Manusia dilahirkan dengan berbagai kekuatan dan potensi dan untuk kehidupan, yang diantaranya adalah berpikir rasional dan irasional.

2. Pikiran dan emosi adalah dua potensi yang tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lainnya. Emosi selalu menyertai proses berpikir. Tetapi berpikir yang dikendalikan emosi akan menyebabkan berpikir yang tak rasional.

3. Emosi dan pemikiran-pemikiran yang negatif dan bersifat merusak harus ditangani melalui pemikiran yang rasional.

4. Perasaan dan pikiran sangat erat hubungannya, namun keduanya mermpunyai sifat dan fungsi saling komplementer.

C. Tujuan Konseling

Tujuan utama konseling Rational Emotive adalah:

1. Klien dapat mengembangkan diri, meningkatkan self actualization-nya seoptimal mungkin melalui perilaku kognitif dan efektif yang positif.

2. Menghilangkan gangguan-gangguan emosional yang merusak diri sendiri seperti: rasa benci, rasa takut, rasa bersalah, marah, rasa berdosa, rasa cemas, rasa was-was.

Tujuan khusus Rasional Emotif adalah:

1. Self Interest: menciptakan kesehatan mental termasuk keseimbangan emoional.

2. Self Direction: mendorong klien untuk mengarahkan dirinya sendiri menghadapi kenyataan-kenyatan hidupnya dengan bertanggungjawab sendiri.

3. Tolerance: Mendorong dan membangkitkan rasa toleransi klien terhadap orang lain.

4. Acceptance of uncertalnty: Memberikan pemahaman yang rasional kepada klien untuk menghadapi kenyataan hidup secara logis dan tidak emosional.

5. Fleksibel: Mendorong klien agar luwes bertindak secara intelektual.

6. Commitment: Membangkitkan sikap obyektivitas dn komitmen klien untuk menjaga keseimbangan dengan lingkungannya.

7. Scientific Thinking: Berpikir rasional secara obyektyif terhadap orang lain dan dirinya sendiri.

8. Risk Taking: mendorong dan membangkitkan kebernian dlam diri klien untuk mengubah nasibnya melalui kehidupan nyata.

9. Self Acceptance: Penerimaan terhadap kemampuan dan kenyataan diri sendiri dengan gembira dan senang.

D. Hubungan Pertolongan (Helping Relationship)

RET mempunyai karakteristik dalam helping relationship sebagai berikut:

1. Aktif Directif: dalam hubungan konseling (terapeutik) konselor lebih (terapis) lebih aktif dalam membantu mengarahkan klien memecahkan masalahnya.

2. Kognitif Rational: hubungan yang dibentuk harus berfokus pada aspek kognitif klien dan berintikan pemecahan masalah yang rasional.

3. Emotif Eksperiensial: Hubungan yang dibentuk juga harus melihat aspek emotif klien.

4. Behaviouristik: hubungan yang dibentguk harus mendorong terjdinya perubahan tingkah laku klien.

5. Kondisdional: hubungan dalam RET dilakukan dengan membuat kondisi-kondisi tertentu terhadap klien.

Fungsi dan peranan konselor dalam RET adalah:

1. Mendorong dan meyakinkan klien bahwa klien harus memisahkan keyakinannya yang rasional dari yang irasional.

2. Menunjukkan kepada klien bahwa berpikir ilogis adalah dumber dari gangguan terhadap kepribadiannya.

3. Mengarahkan klien untuk berpikir dan membebaskan dari ide yang tidak rasional.

4. Mengajar klien bagaimana mengaplikasikan pendekatan ilmiah, obyektif dan logis dalam berpikir.

Hubungan antara konselor dan klien dalam RET sebagai berikut:

1. Hubungan hendaknya dalam suasana informal.

2. Sebaiknya konselor aktif, direktif tetapi juga obyektif.

3. Konselor sebagai model untuk klien.

4. Hubungan yang full tolerance dan unconditional positive regard harus diciptakan konselor untuk menghilangkan perasaan-perasaan bersalah klien.

5. Konselor menerima diri klien hendaknya sebgai seorang manusiayang berharkat dan bernilai.

E. Teknik-Teknik dalam RET

1. Teknik Assertive Training: teknik untuk melatih, mendorong dan membiasakan klien untuk secara terus-menerus menyesuaikan dirinya dengan pola perilaku tertentu yang diinginkan.

2. Teknik Sosiodrama: teknik yang digunakan untuk mengekspresikan berbagai jenis perasaan yang menekan klien melalui suasana yang didramatisasikan sehingga klien dapat secara bebas mengungkapkan dirinya sendiri.

3. Teknik Self Modeling: meminta klien untuk berjanji atau mengadakan komitmen dengan konselor untuk menghilangkan perasaan atau perilaku tertentu. Klien diminta untuk tetap setia pada janjinya.

4. Teknik Imitasi: klien diminta untuk menirukan secra terus menerus suatu model perilaku tertentu dengan maksud melawan perilaku sendiri yang negatif.

5. Teknik-teknik Behaviouristik:

a. Teknik Reinforcement, teknik yang digunakan untuk emndorong klien kearah perilaku yang lebih rasionil dan logis dengan jalan memberikan pujian (reward) ataupun punishment.

b. Teknik Social Modeling: Teknik yang gunakan untuk perilaku baru pada klien.

Model-model dalam Social Model antara lain:

1) Live models, untuk menggambarkan perilaku-perilaku tertentu, khususnya situasi-situasi interpersonal yang komplek.

2) Filmed models, suatu model perilaku yang difilmkan sehingga klien dapat mengimitasikan dan mengidentifikasikan dirinya dengan model perilaku.

3) Audio tape recorder models, klien mempelajaai tingkah laku baru dengan melihat dan mendengarkan orang lain menyatakan perilakunya dalam situasi tertentu.

6. Teknik Counter Conditioning

Untuk menanggulangi perilaku-perilaku seperti: anziety, fears, phobia, defensive, dan perilaku maladaptive lainnya.

Beberapa jenis teknik counter conditioning antara lain:

a. Systematic Desensitization, konselor menciptakan suatu kondisi atau situasi tertentu yang secra potensial merupakan penyebab dari munculnya perasaan negatif pasien, namun situasi itu memberikaan keadaan yang rileks kepada pasien.

b. Teknik Relaxation, digunakan bila kondisi klien sedang berada dalam tahap pertentangan antara keyakinannya yang irasional dan menimbulkan ketegangan.

c. Teknik Self Control, teknik ini untuk memodifikasi perilaku klien dengan jalan membangkitkan dan mengembangkan self control-nya.

6. Teknik-teknik Kognitif

Teknik ini digunakan dengn maksud melawan sistem keyakinan yang irasional dari klien serta perilakunya yang negatif.. Klien didorong dan dimodifikasi aspek kognitifnya agar dapat berfikir dengan cara yang rasional dan logis.

Beberapa teknik kognitif:

a. Home Work Assigment, Klien diberikan tugas-tugas rumah untuk melatih, membiasakan diri serta menginternalisasikan sistem nilai tertentu yang menuntun pola perilaku yang diharapkan.

b. Teknik Bibliotherapy, untuk membongkar akar-akar keyakinan yang irasional dan ilogis dalam diri klien serta melatih klien dengan cara-cara berpikir rasional dan logis dengan mempelajari bahan-bahan bacaan yang telah dipilih dan ditentukan konselor.

c. Teknik Diskusi, dengan teknik ini klien dapat mempelajari pengalaman-pengalaman orang lain dan menimba informasi yang dapat mempengaruhi dan mengubah keyakinannya serta cara berpikir yang irasional dan tidak obyektif.

d. Teknik Simulasi, untuk memberi kemungkinan kepada klien mempraktekkan perilaku-perilaku tertentu melalui suatu kondisi simulatif yang mendekati kenyataan.

e. Teknik Gaming, untuk melatih dan menempatkan klien dalam peran tertentu. Klien dilatih dan belajar mengidentifikasikan dirinya dengan peranan dari figur tertentu yang ada dalam lingkunan sosialnya.

f. Teknik Paradoxical (keinginan yang berlawanan). Teknik ini didasarkan pada asumsi bahwa sesorangyang mulai memperlihatkan keinginan atau hasrat yang tidak baik (negatif) dengan sendirinya akan menjadi jera dengan jalan menciptkan kondisi yang hiperintention, yakni mempertinggi hasrat atau keinginan, sehingga pada titik kulminasi tertentu orang itu akan menghilangkan sama sekali keinginannya itu.

g. Teknik Assertive, melalui role playing dan social modeling klien dilatih keberanian dalam mengekspresikan perilaku-perilaku tertentu yang diharapkan.

Shelton mengemukakan bahwa maksud utama teknik assertive adalah untuk:

1) Mendorong kemampuan klien mengekspresikan seluruh hal yang berhubungan dengan emosinya.

2) Membangkitkan kemampuan klien untuk mengungkapkan hak azazinya sendiri tanpa menolak atau memusuhi hak azazi orang lain.

3) Mendorong kepercayaan pada kemampuan diri sendiri.

4) Meningkatkan kemampuan untuk memilih perilaku-perilaku assertive yang cocok untuk dirinya sendiri

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Berikan komentar anda sebelum meninggalkan blog ini: