BERANDA

Kamis, 02 September 2010

PENDIDIKAN KECAKAPAN HIDUP

1. Latar Belakang


Penyusunan kurikulum pada tingkat satuan pendidikan jenjang pendidikan dasar dan menengah berpedoman pada panduan yang disusun oleh BSNP (Pasal 16 ayat 1). Lebih lanjut dalam PP nomor 19 tahun 2005 Pasal 13 ayat (1) dinyatakan bahwa “kurikulum untuk SMP/MTs/SMPLB atau bentuk lain yang sederajat, SMA/MA/SMALB atau bentuk lain yang sederajat, SMK/MAK atau bentuk lain yang sederajat dapat memasukkan pendidikan kecakapan hidup”. Ayat (2) pendidikan kecakapan hidup sebagaimana dimaksudkan pada ayat (1) mencakup kecakapan personal (pribadi), kecakapan sosial, kecakapan akademik, dan kecakapan vokasional. Sementara dalam panduan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan yang dikeluarkan oleh BSNP, kurikulum untuk SD/MI/SDLB, SMP/MTs/SMPLB, SMA/MA/SMALB, SMK/SMAK dapat memasukkan pendidikan kecakapan hidup. Atas dasar itu, baik sekolah formal maupun non-formal memiliki kepentingan untuk mengembangkan pembelajaran berorientasi kecakapan hidup.

Tyler (1947) dan Taba (1962) misalnya, mengemukakan bahwa kecakapan hidup merupakan salah satu fokus analisis dalam pengembangan kurikulum pendidikan yang menekankan pada kecakapan hidup dan bekerja.

Pengembangan kecakapan hidup itu mengedepankan aspek-aspek berikut: (1) kemampuan yang relevan untuk dikuasai peserta didik, (2) materi pembelajaran sesuai dengan tingkat perkembangan peserta didik, (3) kegiatan pembelajaran dan kegiatan peserta didik untuk mencapai kompetensi, (4) fasilitas, alat dan sumber belajar yang memadai, dan (5) kemampuan-kemampuan yang dapat diterapkan dalam kehidupan peserta didik. Kecakapan hidup akan memiliki makna yang luas apabila kegiatan pembelajaran yang dirancang memberikan dampak positif bagi peserta didik dalam membantu memecahkan problematika kehidupannya, serta mengatasi problematika hidup dan kehidupan yang dihadapi secara proaktif dan reaktif guna menemukan solusi dari permasalahannya.

2. Pengertian

Banyak pendapat dan literatur yang mengemukakan bahwa pengertian kecakapan hidup bukan sekedar keterampilan untuk bekerja (vokasional) tetapi memiliki makna yang lebih luas. WHO (1997) mendefinisikan bahwa kecakapan hidup sebagai keterampilan atau kemampuan untuk dapat beradaptasi dan berperilaku positif, yang memungkinkan seseorang mampu menghadapi berbagai tuntutan dan tantangan dalam kehidupan secara lebih efektif.

Kecakapan hidup mencakup lima jenis, yaitu: (1) kecakapan mengenal diri, (2) kecakapan berpikir, (3) kecakapan sosial, (4) kecakapan akademik, dan (5) kecakapan kejuruan.

Barrie Hopson dan Scally (1981) mengemukakan bahwa kecakapan hidup merupakan pengembangan diri untuk bertahan hidup, tumbuh, dan berkembang, memiliki kemampuan untuk berkomunikasi dan berhubungan baik secara individu, kelompok maupun melalui sistem dalam menghadapi situasi tertentu. Sementara Brolin (1989) mengartikan lebih sederhana yaitu bahwa kecakapan hidup merupakan interaksi dari berbagai pengetahuan dan kecakapan sehingga seseorang mampu hidup mandiri.

Pengertian kecakapan hidup tidak semata-mata memiliki kemampuan tertentu (vocational job), namun juga memiliki kemampuan dasar pendukung secara fungsional seperti: membaca, menulis, dan berhitung, merumuskan dan memecahkan masalah, mengelola sumber daya, bekerja dalam kelompok, dan menggunakan teknologi (Dikdasmen, 2002).

Dari pengertian di atas, dapat diartikan bahwa pendidikan kecakapan hidup merupakan kecakapan-kecakapan yang secara praktis dapat membekali peserta didik dalam mengatasi berbagai macam persoalan hidup dan kehidupan. Kecakapan itu menyangkut aspek pengetahuan, sikap yang didalamnya termasuk fisik dan mental, serta kecakapan kejuruan yang berkaitan dengan pengembangan akhlak peserta didik sehingga mampu menghadapi tuntutan dan tantangan hidup dalam kehidupan. Pendidikan kecakapan hidup dapat dilakukan melalui kegiatan intra/ekstrakurikuler untuk mengembangkan potensi peserta didik sesuai dengan karakteristik, emosional, dan spiritual dalam prospek pengembangan diri, yang materinya menyatu pada sejumlah mata pelajaran yang ada.

Pendidikan kecakapan hidup bukan sebagai mata pelajaran melainkan bagian dari materi pendidikan yang terintegrasi dalam mata pelajaran. Perangkat pembelajaran untuk semua jenis baik mata pelajaran maupun jenjang pendidikan yang mengintegrasikan kecakapan hidup, dirancang/disusun secara kontekstual

Penentuan isi dan bahan pelajaran kecakapan hidup dikaitkan dengan keadaan dan kebutuhan lingkungan agar peserta didik mengenal dan memiliki bekal dalam menjalankan kehidupan dikemudian hari. Isi dan bahan pelajaran tersebut menyatu dalam mata pelajaran yang terintegrasi sehingga secara struktur tidak berdiri sendiri.

3. Konsep

Menurut konsepnya, kecakapan hidup dapat dibagi menjadi dua jenis utama, yaitu:

a. Kecakapan hidup generik (generic life skill/GLS), dan

b. Kecakapan hidup spesifik (specific life skill/SLS).

Masing-masing jenis kecakapan itu dapat dibagi menjadi sub kecakapan. Kecakapan hidup generik terdiri atas kecakapan personal (personal skill), dan kecakapan sosial (social skill). Kecakapan personal mencakup kecakapan dalam memahami diri (self awareness skill) dan kecakapan berpikir (thinking skill).

Kecakapan mengenal diri pada dasarnya merupakan penghayatan diri sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa, sebagai anggota masyarakat dan warga negara, serta menyadari dan mensyukuri kelebihan dan kekurangan yang dimiliki sekaligus sebagai modal dalam meningkatkan dirinya sebagai individu yang bermanfaat bagi lingkungannya. Kecapakan berpikir mencakup antara lain kecakapan mengenali dan menemukan informasi, mengolah, dan mengambil keputusan, serta memecahkan masalah secara kreatif. Sedangkan dalam kecakapan sosial mencakup kecakapan berkomunikasi (communication skill) dan kecakapan bekerjasama (collaboration skill).

Kecakapan hidup spesifik adalah kecakapan untuk menghadapi pekerjaan atau keadaan tertentu. Kecakapan ini terdiri dari kecakapan akademik (academic skill) atau kecakapan intelektual, dan kecakapan vokasional (vocational skill). Kecakapan akademik terkait dengan bidang pekerjaan yang lebih memerlukan pemikiran atau kerja intelektual. Kecakapan vokasional terkait dengan bidang pekerjaan yang lebih memerlukan keterampilan motorik. Kecakapan vokasional terbagi atas kecakapan vokasional dasar (basic vocational skill) dan kecakapan vokasional khusus (occupational skill).

Menurut konsep di atas, kecakapan hidup adalah kemampuan dan keberanian untuk menghadapi problema kehidupan, kemudian secara proaktif dan kreatif mencari dan menemukan solusi untuk mengatasinya. Pendidikan berorientasi kecakapan hidup bagi peserta didik adalah sebagai bekal dalam menghadapi dan memecahkan problema hidup dan kehidupan, baik sebagai pribadi yang mandiri, warga masyarakat, maupun sebagai warga negara. Apabila hal ini dapat dicapai, maka ketergantungan terhadap ketersediaan lapangan pekerjaan, yang berakibat pada meningkatnya angka pengangguran, dapat diturunkan, yang berarti produktivitas nasional akan meningkat secara bertahap.

Aspek dasar yang harus dimiliki peserta didik pada jenjang pendidikan TK/SD/SMP adalah kecakapan personal dan sosial yang sering disebut sebagai kecakapan generik (generic life skill). Proses pembelajaran dengan pembenahan aspek personal dan sosial merupakan prasyarat yang harus diupayakan berlangsung pada jenjang ini. Peserta didik pada usia TK/SD/SMP tidak hanya membutuhkan kecakapan membaca-membaca-berhitung, melainkan juga butuh suatu kecakapan lain yang mengajaknya untuk cakap bernalar dan memahami kehidupan secara arif, sehingga pada masanya peserta didik dapat berkembang, kreatif, produktif, kritis, jujur untuk menjadi manusia-manusia yang unggul dan pekerja keras. Pendidikan kecakapan hidup pada jenjang ini lebih menekankan kepada pembelajaran akhlak sebagai dasar pembentukan nilai-nilai dasar kebajikan (basic goodness), seperti: kejujuran, kebaikan, kepatuhan, keadilan, etos kerja, kepahlawanan, menjaga kebersihan diri dan lingkungan, serta kemampuan bersosialisasi.

4. Tujuan

Tujuan dari pendidikan kecakapan hidup terdiri atas, tujuan umum dan tujuan khusus. Secara umum pendidikan kecakapan hidup bertujuan memfungsikan pendidikan sesuai dengan fitrahnya, yaitu mengembangkan potensi peserta didik dalam menghadapi perannya di masa mendatang. Secara khusus bertujuan untuk:

a. mengaktualisasikan potensi peserta didik sehingga dapat digunakan untu memecahkan problema yang dihadapi, misalnya: masalah narkoba, lingkungan sosial, dsb

b. memberikan wawasan yang luas mengenai pengembangan karir peserta didik

c. memberikan bekal dengan latihan dasar tentang nilai-nilai yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari

d. memberikan kesempatan kepada sekolah untuk mengembangkan pembelajaran yang fleksibel dan kontekstual

e. mengoptimalkan pemanfaatan sumberdaya di lingkungan sekolah, dengan memberi peluang pemanfaatan sumberdaya yang ada di masyarakat sesuai dengan prinsip manajemen berbasis sekolah

5. Prinsip-prinsip Pendidikan Kecakapan Hidup

Pada intinya pendidikan kecakapan hidup membantu peserta didik dalam mengembangkan kemampuan belajar, menyadari dan mensyukuri potensi diri untuk dikembangkan dan diamalkan, berani menghadapi problema kehidupan, serta memecahkannya secara kreatif. Pendidikan kecakapan hidup bukanlah mata pelajaran, sehingga dalam pelaksanaannya tidak perlu merubah kurikulum dan menciptakan mata pelajaran baru.

Yang diperlukan disini adalah mereorientasi pendidikan dari mata pelajaran ke orientasi pendidikan kecakapan hidup melalui pengintegrasian

kegiatan-kegiatan yang pada prinsipnya membekali peserta didik terhadap kemampuan-kemampuan tertentu agar dapat diterapkan dalam kehidupan keseharian peserta didik. Pemahaman ini memberikan arti bahwa mata pelajaran dipahami sebagai alat dan bukan tujuan untuk mengembangkan kecakapan hidup yang nantinya akan digunakan oleh peserta didik dalam menghadapi kehidupan nyata.

Prinsip-prinsip pelaksanaan pendidikan kecakapan hidup sebagai berikut:

a. Tidak mengubah sistem pendidikan yang berlaku

b. Tidak mengubah kurikulum yang berlaku

c. Pembelajaran menggunakan prinsip empat pilar, yaitu: belajar untuk tahu, belajar menjadi diri sendiri, belajar untuk melakukan, dan belajar untuk mencapai kehidupan bersama

d. Belajar konstekstual (mengkaitkan dengan kehidupan nyata) dengan menggunakan potensi lingkungan sekitar sebagai wahana pendidikan

e. Mengarah kepada tercapainya hidup sehat dan berkualitas, memperluas wawasan dan pengetahuan, dan memiliki akses untuk memenuhi standar hidup secara layak.

Keempat dimensi kecakapan hidup secara berkelanjutan harus dimiliki oleh peserta didik sejak TK hingga sekolah menengah, dan bahkan perguruan tinggi sekalipun. Akan tetapi dalam praktik pengembangannya, penekanan pendidikan kecakapan hidup tetap mempertimbangkan tingkat perkembangan peserta didik sesuai dengan jenis dan jenjang pendidikan. Kecakapan hidup pada TK dan sekolah dasar (SD) berbeda dengan sekolah menengah pertama (SMP), demikian pula kecakapan hidup pada sekolah menengah pertama berbeda dengan sekolah menengah atas (SMA), bergantung kepada tingkat perkembagan psikologis dan fisiologis peserta didik.

Penekanan pembelajaran kecakapan hidup pada masing-masing jenjang dapat digambarkan sebagai berikut:



a. Pada jenjang TK/SD/SMP, porsi kecakapan hidup sangat besar dan porsi substansi mata pelajaran masih kecil.

b. Sedangkan pada jenjang SMA, porsi kecakapan hidup makin berkurang dan substansi mata pelajaran semakin bertambah.

c. Begitu pula pada jenjang S1 dan S2, porsi kecakapan hidup semakin berkurang karena porsi akademik semakin besar.





Diagram 3: Dominasi Pendidikan Kecakapan Hidup

6. Pendidikan Kecakapan Hidup dan Standar Isi

Pendidikan kecakapan hidup sudah menjadi suatu kebijakan seiring dengan berlakunya Standar Isi dan Standar Kompetensi Lulusan. Standar isi dan standar kompetensi lulusan tersebut menjadi acuan daerah/sekolah dalam mengembangkan kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) pada masing-masing jenjang pendidikan. Oleh karena itu, pengembangan kecakapan hidup dengan sendirinya harus mengacu kepada standar-standar yang telah ditetapkan pemerintah. Standar isi dan standar kompetensi lulusan merupakan salah satu bagian dari Standar Nasional Pendidikan.

Muatan wajib yang harus ada dalam kurikulum adalah: pendidikan agama; pendidikan kewarganegaraan; bahasa; matematika; ilmu pengetahuan alam; ilmu pengetahuan sosial; seni dan budaya; pendidikan jasmani, olahraga, dan kesehatan; keterampilan/kejuruan; muatan lokal; dan pengembangan diri. Masing-masing muatan memiliki tujuan pendidikan yang berbeda dan berpeluang untuk memasukkan kecakapan hidup secara terintegratif. Berikut ini disajikan format tabel analisis untuk mengintegrasikan kecakapan hidup dalam materi muatan wajib yang mengacu pada tujuan pendidikan.

7. Pelaksanaan Pendidikan Kecakapan Hidup


Pelaksanaan pendidikan kecakapan hidup terintegrasi dengan beragam mata pelajaran yang ada di semua jenis dan jenjang pendidikan. Misalnya pada mata pelajaran Matematika yang mengintegrasikan pendidikan kecakapan hidup di dalamnya, selain mengajarkan peserta didik agar pandai matematika, juga pandai memanfaatkannya dalam kehidupan sehari-hari, seperti: membaca data, menganalisis data, membuat kesimpulan, mempelajari ilmu lain, dan sebagainya.


Rabu, 16 Juni 2010

SUMBER POKOK AJARAN ISLAM


A. Sejarah Turunnya Wahyu & Kodifikasinya


Jadi pada saat itu Al-Qur’an diturunkan pada tanggal 17 Ramadhon atau bertepatan pada tanggal 8 Agustus 610 Masehi kepada nabiMuhammad ketika beliau telah berusia 41 tahun di gua Hiro. Adapun wahyu yang diturunkan saat itu ialah surat Al-Alaq ayat 1-5. Didalam Al-Qur’an terdapat 30 juz 114 surat dan 6.666 ayat.

Nabi Muhammad. Saw dalam hal menerima wahyu mengalami bermacam -macam cara dan keadaan, di antaranya:

1. Malaikat memasukan wahyu itu kedalam hatinya. Dalam hal ini Nabi Muhammad SAW tidak melihat sesuatu apapun, hanya beliau merasa bahwa itu sudah berada saja dalam kalbunya .Mengenai hal ini Nabi mengatakan : “Ruhul qudus mewahyukan dalam kalbuku .” terdapat dalam QS. Asy : Syuuraa ayat 51

2. Malaikat menampakan dirinya kepada Nabi berupa seorang laki-lakiyang mengucapkan kata-kata kepadanya sehingga beliaumengetahui danhafal benar akan kata-kata itu .

3. Wahyu datang kepdanya seperti gemerincinya lonceng. Cara inilahYang amat beratdirasakan oleh Nabi.Kadang-kadang pada keningnya ber-Cucuran keringat, meskipun turunnya wahyu itu di musim dingin. Kadang-kadang unta beliau terpaksa berhenti dan duduk karena terpaksa amat berat ,bila wahyu itu turun ketika beliau sedang mengedarai unta . Diriwayatkan oleh zaid bin Tsabit : “Aku adalah penulis wahyu yang diturunkan kepada rosululloh, aku lihat rosululloh ketika turunnya wahyu ini seakan-akan diserang oleh demam yang keraas dan keringaaatnya bercucuran seperti permata. kemudian setelah selesai turunnya wahyu barulah beliau kembali seperti biasa. “

4. Malaikat menampakan dirinya pada nabi, tidak berupa seorang laki-laki seperti keadaan nomor dua tapi benar-benar seperti rupanya yang asli . Hal ini terdapat dalam Q.S An-Najm : 13 dan 14 yang artinya “ Sesungguhnya Muhammad telah melihatnya pada kali yang lain ( kedua ) . Ketika ( Ia barada ) di Sidrotul Muntaha . “



B. Hikmah diturunkanya Al-Qur’an secara berangsur – angsur


Hal ini tidak secara kebetulan, tetapi disengaja oleh Allah dengan banyak hikmahnya. seperti yang terkandung didalam Q.S Al-Isro’/17 : 106 yang artinya “Dan Al-Qur’an itu telah Kami turunkan dengan berangsur -angsur agar kamu membacakannya perlahan-lahan kepada manusia dan kami menurunkannya dari bagian demi bagian“.

Al-Qur’an diturunkan secara berangsur-angsur dalam waktu 22 tahun 2 bulan dan 22 hari atau 23 tahun, 13 tahun di Mekah dan 10 tahun di Madinah . Adapun hikmah diturunkany Al-Qur’an secara berangsur-angsur ialah:

1. Agar lebih mudah dimengerti dan dilaksanakan. Orang akan enggan melaksanakan suruhan dan laranggan sekiranya larangan itu diturunkan sekaligus banyak. Hal ini disebutkan oleh Bukhori dari riwayat ‘Aisyah r.a .

2. Diantara ayat-ayat itu ada yang nasikh dan ada yang mansukh, sesuai dengan kemaslahatan. Ini tidak dapat dilakukan sekiiranya Al-Qur’an diturunkan sekaligus.

3. Turunnya sesuatu ayat sesuai dengan peristiwa-peristiwa yang terjadi akan lebih mengesankan dan lebih berpengaruh di hati .

4. Memudahkan penghafalan. Orang-orang musyrik yang menanyakan mengapa Al-Qur’an tidak diturunkan sekaligu, sebagaimana tersebut didalam Q.S Al- Furqon ayat 32 yaitu: “Mengapa Al-Qur’an tidak diturunkan kepada-Nya sekaligus? “Kemudian dijawab dalam ayat itu sendiri “Demikianlah , dengan (cara ) begitu kami hendak menetapkan hatimu”.

5. Diantara ayat-ayat ada yang merupakan jawaban daripada pertanyaan atau penolakan suatu pendapat atau perbuatan , Sebagai dikatakan oleh Ibnu ‘Abbas r.a Hal ini tidak dapat terlaksana jika Al-Qur’an diturunkan sekaligus .



C. Kandungan ayat suci Al-Qur’an

Al-Qur’an adalah kitap suci yang diwahyukan kepada nabi Muhammad SAW yang mengandung petunjuk-petunjuk tidak hanya bagi umat islam tetapi juga bagi seluruh umat manusia . Al-Qur’an diturunkan untuk menjadi pedoman bagi mereka yang ingin mencapai kebahagiaan di dunia dan di akhirat. Al-Quran tidak hanya diturunkan untuk suatu umat atau suatu abad, tetapi untuk seluruh umat dan untuk sepanjang masa , karena luas ajaran-ajarannya adalah sama dengan luasnya umat manusia.

Ditegaskan dalam QS. Al-Baqoroh ayat 2,3,4 yang artinya “Kitab (Al-Qur’an ) ini tidak ada keraguan padanya: petunjuk bagi mereka yang betakwa.(Yaitu ) mereka yang beriman kepada yang ghaib, mereka yang mendirikan shalat dan menafkahkan sebagian rezki yang kami anugerahkan kepada mereka. Dan mereka beriman kepada kitab (Al-Qur’an) yang telah diturunka kepadaMu & Kitab – kitab yang telah diturun

sebelummu, serta mereka yakin akan adanya (kehidupan ) akhirat”.


Ayat-ayat tersebut di atas mengandung 5 prinsip yakni ;

1. Percaya kepada yang ghoib

Yaitu Allah SWT dan para Malaikat Nya.

2. Percaya pada wahyu yang diturunkan oleh Allah.

3. Percaya pada adanya akhirat .

4. Mendirikan Shalat .

5. Menafkahkan dari sebagian rezki yang di anugerahkan kepadanya oleh Allah.


Jadi secara umum didalam Al-Qur’an memuat lima kandungan,yaitu mengenai:

1. Perintah dan larangan Allah

2. Memuat hukum-hukum

3. Memuat kabar gembira

4. Memuat janji dan ancaman

5. Semua sejarah Islam

Seperti yang dijelaskan didalam Q.S An-Nisa: 105 “Sesungguhnya kami telah menurunkan kitap kepadamu dengan membawa kebenaran, supaya kamu mengadili antara manusia dengan apa yang telah allah wahyukan kepadamu, dan janganlah kamu menjadi penantang (orang-orang yang tidak bersalah) karena (membela) orang-orang yang khianat“.

Al-Quran sebagai kitab Allah SWT yang terakhir juga mempunyai keistemewaan, yaitu:

1. Berlaku umum untuk seluruh umat manusia di mana dan kapanpun mereka berada sampai akhir zaman. Hal itu sesuai dengan Risal Nabi Muhammad yang ditujukan untuk seluruh umat manusia sampai akhir zaman nanti. Seperti yang tercantum pada Q.S Al-Furqon 25: 1. Yang artinya: “Mahasuci Allah telah menurunkan Al-Furqon (Al-Quran) kepada hambanya, agar dia menjadi pemberi peringatan kepada seluruh alam”

2. Ajaran Al-Quran mencakup seluruh aspek kehidupan (As-Syumul), seperti aspek ekonomi, politik, hukum budaya seta mencakup ruang lingkup kehidupan.

3. Mendapat jaminan pemelihara dari Allah SWT dari segala bentuk penambahan, pengurangan dan pemalsuan, sebagai mana Firman-Nya Q.S Al-Qomar 54: 17 artinya “Sesungguhnya Kamilah yang menurunkan Az-Zikra (Al-Quran) dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya”.

4. Allah SWT menjadi Al-Quran mudah untuk dipahami, dihafal dan diamalkan.

5. Al-Quran sebagai Nasikh, Muhaimin dan Mushaddiq terhadap Kitab-kitab suci sebelumnya.


D. Fungsi Al Qur’an terhadap kitab- kitab yang lain


Sewaktu Al-Qur’an diturunkan 14 abad yang lalu. Di dunia sudah terdapat banyak agama dan banyak kitab yang dianggap suci oleh para pengikutnya. Di sekitar negara Arab, terdapat orang-orang yang percaya pada kitab perjanjian lama dan perjanjian baru. Banyak orang-orang Arab yang menjadi Kristen/condong ke arah Kristen. Di antara orang Arab itu ada juga yang memeluk agama Yahudi. Di antara yang memeluk agama Yahudi adalah penduduk Madinah sendiri. Seperti Ka’ab bin Asyraf seorang kepala suku di Madinah dan musuh Islam. Di Mekah di samping budak- budak yang beragama kristen juga terdapat orang- orang Mekah yang condong kepada agama Kristen. Waraqah bin Naufal paman dari Khadijah istri pertama Nabi Muhamad saw juga memeluk agama kristen. Ia paham bahasa Ibrani dan menterjamahkan kitab Injil dari bahasa ibrani ke bahasa Arab. Di sebelah ujung lain negri Arab, hiduplah orang-orang Persia yanh juga mempercayai seorang Nabi dan sebuah kitab suci. Sekalipun kitab Zend Avesta telah mengalami perubahan- perubahan oleh tangan manusia, tetapi kitab itu masih dianggap suci oleh beratus ribu pengikutnya dan suatu negri yang kuat menjadi pendukungnya. Adapun di India, maka kitab Weda dipandang suci beribu- ribu tahun lamanya. Di situ ada juga kitab- Gita dari Sri Krishna dan Budha. Agama Kong Hu Cu menguasai negeri Tiongkok, tetapi pengaruh Budha makin hari makin meluas di negri itu. Dengan adanya kitab- kitab yang di anggap suci oleh pengikut-pengikutnya dan ajaran- ajaran itu, apakah dunia ini memerlukan kitab suci lagi? Inilah sebanarnya satu pertanyaan yang ada pada setiap orang yang mempelajari al Qur’an. Jawabannya bisa diberikan dalam beberapa bentuk.

Pertama, apakah adanya berbagai agama itu, tidak menjadi alasan yang cukup untuk datangnya agama yang baru lagi untuk semua? Kedua apakah akal manusia tidak mengalami proses evaluasi sebagaimana badannya? Dan karena evaluasi fisik itu akhirnya mencapai bentuk yang sempurna apakah evaluasi mental dan rohani itu tidak menuju ke arah kesempurnaan yang terakhir, yang sebenarnya merupakan tujuan dari pada adanya manusia itu? Ketiga, apakah agama- agama yang dulu itu dianggap ajaran ajaran yang dibawanya itu ajaran- ajaran yang terakhir? Apakah mereka tidak mengharapkan perkembangan kerohanian yang terus-menerus? Apakah mereka selalu memberitahukan kepada pengikutnya tentang akan datangnya utusan terakhir yang akan menyatukan seluruh umat manusia dan membawa mereka ke arah tujuan yang terakhir?

Jawaban terhadap pertanyaan tersebut di atas adalah merupakan jawaban yang mengharuskan supaya Al Qur’an diturunkan, sekalipun sudah ada kitab-kitab yang dianggap suci oleh umat- umat yang dahulu.

Tetapi sebenarnya di dalam Islam Al-Qur’an diturunkan untuk menyempurnakan kitab-kitab sebelum Al-Qur’an seperti kitab Taurot dan kitab Injil. Seperti disebutkan di dalam Q.S Al-An’am: 92 “dan ini (Al-Qur’an) adalah kitab yang kami turunkan yang diberkahi; membenarkan kitab-kitab yang (diturunkan) sebelumnya (ialah kitab-kitab sebelum Al-Qur’an). Dan agar kamu memberi peringatan kepada (penduduk) Ummul Quro (Mekah) dan orang-orang di luar lingkungannya. Orang-orang yang beriman adanya kehidupan akhirat tentu beriman kepadanya (Al-Qur’an) dan mereka selalu memelihara sholatnya“.



E. Keutuhan dan Keaslian Al-Quran

Perbedaan dengan kitab-kitab suci sebelunnya atau yang lainnya, Al-Quran terjamin Keutuhan dan keasliannya. Hal tersebut bisa terjadi petama dan utama sekali karena adanya jaminan dari Allah SWT, yakni pada Q.S Al-Hijr 15: 9

Kemudian yang kedua karena adanya usaha-usaha yang manusiawi dilakukan sejak zaman Rasulullah SAW oleh para sahabat di bawah bimbingan Rasulullah SAW dan generasi oleh setiap generasi kemudian. Usaha-usaha yang dilakukan disebut nuktah-nuktah.



Kamis, 27 Mei 2010

RATIONAL EMOTIVE THEORY (RET)

ATAU TEORI RASIONAL EMOTIF


A. Latar Belakang

Teori Rasional Emotif dikembangkan oleh Albert Ellis di Amerika awal tahun 1960-an. Teori Rasional Emosi merupakan sintesis baru dari behaviour therapy, sehingga Ellis juga menyebut terapi ini sebagai Cognitive Behaviour Therapy atau Comprehensive Therapy. Konsep ini sebenarnya merupakan aliran baru dari Psikoterapi Humanistik yang berakar dari filsafat eksistensialisme.

Dalam perkembangan selanjutnya jejak Ellis diikuti beberapa ahli seperti: R.M. Jurjevich, William S. Sahakian, Don J. Tosi, dan lain-lain.

B. Konsep Dasar

Konsep dasar Rational Emotive Therapy (RET) adalah sebagai berikut:

1. Manusia dilahirkan dengan berbagai kekuatan dan potensi dan untuk kehidupan, yang diantaranya adalah berpikir rasional dan irasional.

2. Pikiran dan emosi adalah dua potensi yang tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lainnya. Emosi selalu menyertai proses berpikir. Tetapi berpikir yang dikendalikan emosi akan menyebabkan berpikir yang tak rasional.

3. Emosi dan pemikiran-pemikiran yang negatif dan bersifat merusak harus ditangani melalui pemikiran yang rasional.

4. Perasaan dan pikiran sangat erat hubungannya, namun keduanya mermpunyai sifat dan fungsi saling komplementer.

C. Tujuan Konseling

Tujuan utama konseling Rational Emotive adalah:

1. Klien dapat mengembangkan diri, meningkatkan self actualization-nya seoptimal mungkin melalui perilaku kognitif dan efektif yang positif.

2. Menghilangkan gangguan-gangguan emosional yang merusak diri sendiri seperti: rasa benci, rasa takut, rasa bersalah, marah, rasa berdosa, rasa cemas, rasa was-was.

Tujuan khusus Rasional Emotif adalah:

1. Self Interest: menciptakan kesehatan mental termasuk keseimbangan emoional.

2. Self Direction: mendorong klien untuk mengarahkan dirinya sendiri menghadapi kenyataan-kenyatan hidupnya dengan bertanggungjawab sendiri.

3. Tolerance: Mendorong dan membangkitkan rasa toleransi klien terhadap orang lain.

4. Acceptance of uncertalnty: Memberikan pemahaman yang rasional kepada klien untuk menghadapi kenyataan hidup secara logis dan tidak emosional.

5. Fleksibel: Mendorong klien agar luwes bertindak secara intelektual.

6. Commitment: Membangkitkan sikap obyektivitas dn komitmen klien untuk menjaga keseimbangan dengan lingkungannya.

7. Scientific Thinking: Berpikir rasional secara obyektyif terhadap orang lain dan dirinya sendiri.

8. Risk Taking: mendorong dan membangkitkan kebernian dlam diri klien untuk mengubah nasibnya melalui kehidupan nyata.

9. Self Acceptance: Penerimaan terhadap kemampuan dan kenyataan diri sendiri dengan gembira dan senang.

D. Hubungan Pertolongan (Helping Relationship)

RET mempunyai karakteristik dalam helping relationship sebagai berikut:

1. Aktif Directif: dalam hubungan konseling (terapeutik) konselor lebih (terapis) lebih aktif dalam membantu mengarahkan klien memecahkan masalahnya.

2. Kognitif Rational: hubungan yang dibentuk harus berfokus pada aspek kognitif klien dan berintikan pemecahan masalah yang rasional.

3. Emotif Eksperiensial: Hubungan yang dibentuk juga harus melihat aspek emotif klien.

4. Behaviouristik: hubungan yang dibentguk harus mendorong terjdinya perubahan tingkah laku klien.

5. Kondisdional: hubungan dalam RET dilakukan dengan membuat kondisi-kondisi tertentu terhadap klien.

Fungsi dan peranan konselor dalam RET adalah:

1. Mendorong dan meyakinkan klien bahwa klien harus memisahkan keyakinannya yang rasional dari yang irasional.

2. Menunjukkan kepada klien bahwa berpikir ilogis adalah dumber dari gangguan terhadap kepribadiannya.

3. Mengarahkan klien untuk berpikir dan membebaskan dari ide yang tidak rasional.

4. Mengajar klien bagaimana mengaplikasikan pendekatan ilmiah, obyektif dan logis dalam berpikir.

Hubungan antara konselor dan klien dalam RET sebagai berikut:

1. Hubungan hendaknya dalam suasana informal.

2. Sebaiknya konselor aktif, direktif tetapi juga obyektif.

3. Konselor sebagai model untuk klien.

4. Hubungan yang full tolerance dan unconditional positive regard harus diciptakan konselor untuk menghilangkan perasaan-perasaan bersalah klien.

5. Konselor menerima diri klien hendaknya sebgai seorang manusiayang berharkat dan bernilai.

E. Teknik-Teknik dalam RET

1. Teknik Assertive Training: teknik untuk melatih, mendorong dan membiasakan klien untuk secara terus-menerus menyesuaikan dirinya dengan pola perilaku tertentu yang diinginkan.

2. Teknik Sosiodrama: teknik yang digunakan untuk mengekspresikan berbagai jenis perasaan yang menekan klien melalui suasana yang didramatisasikan sehingga klien dapat secara bebas mengungkapkan dirinya sendiri.

3. Teknik Self Modeling: meminta klien untuk berjanji atau mengadakan komitmen dengan konselor untuk menghilangkan perasaan atau perilaku tertentu. Klien diminta untuk tetap setia pada janjinya.

4. Teknik Imitasi: klien diminta untuk menirukan secra terus menerus suatu model perilaku tertentu dengan maksud melawan perilaku sendiri yang negatif.

5. Teknik-teknik Behaviouristik:

a. Teknik Reinforcement, teknik yang digunakan untuk emndorong klien kearah perilaku yang lebih rasionil dan logis dengan jalan memberikan pujian (reward) ataupun punishment.

b. Teknik Social Modeling: Teknik yang gunakan untuk perilaku baru pada klien.

Model-model dalam Social Model antara lain:

1) Live models, untuk menggambarkan perilaku-perilaku tertentu, khususnya situasi-situasi interpersonal yang komplek.

2) Filmed models, suatu model perilaku yang difilmkan sehingga klien dapat mengimitasikan dan mengidentifikasikan dirinya dengan model perilaku.

3) Audio tape recorder models, klien mempelajaai tingkah laku baru dengan melihat dan mendengarkan orang lain menyatakan perilakunya dalam situasi tertentu.

6. Teknik Counter Conditioning

Untuk menanggulangi perilaku-perilaku seperti: anziety, fears, phobia, defensive, dan perilaku maladaptive lainnya.

Beberapa jenis teknik counter conditioning antara lain:

a. Systematic Desensitization, konselor menciptakan suatu kondisi atau situasi tertentu yang secra potensial merupakan penyebab dari munculnya perasaan negatif pasien, namun situasi itu memberikaan keadaan yang rileks kepada pasien.

b. Teknik Relaxation, digunakan bila kondisi klien sedang berada dalam tahap pertentangan antara keyakinannya yang irasional dan menimbulkan ketegangan.

c. Teknik Self Control, teknik ini untuk memodifikasi perilaku klien dengan jalan membangkitkan dan mengembangkan self control-nya.

6. Teknik-teknik Kognitif

Teknik ini digunakan dengn maksud melawan sistem keyakinan yang irasional dari klien serta perilakunya yang negatif.. Klien didorong dan dimodifikasi aspek kognitifnya agar dapat berfikir dengan cara yang rasional dan logis.

Beberapa teknik kognitif:

a. Home Work Assigment, Klien diberikan tugas-tugas rumah untuk melatih, membiasakan diri serta menginternalisasikan sistem nilai tertentu yang menuntun pola perilaku yang diharapkan.

b. Teknik Bibliotherapy, untuk membongkar akar-akar keyakinan yang irasional dan ilogis dalam diri klien serta melatih klien dengan cara-cara berpikir rasional dan logis dengan mempelajari bahan-bahan bacaan yang telah dipilih dan ditentukan konselor.

c. Teknik Diskusi, dengan teknik ini klien dapat mempelajari pengalaman-pengalaman orang lain dan menimba informasi yang dapat mempengaruhi dan mengubah keyakinannya serta cara berpikir yang irasional dan tidak obyektif.

d. Teknik Simulasi, untuk memberi kemungkinan kepada klien mempraktekkan perilaku-perilaku tertentu melalui suatu kondisi simulatif yang mendekati kenyataan.

e. Teknik Gaming, untuk melatih dan menempatkan klien dalam peran tertentu. Klien dilatih dan belajar mengidentifikasikan dirinya dengan peranan dari figur tertentu yang ada dalam lingkunan sosialnya.

f. Teknik Paradoxical (keinginan yang berlawanan). Teknik ini didasarkan pada asumsi bahwa sesorangyang mulai memperlihatkan keinginan atau hasrat yang tidak baik (negatif) dengan sendirinya akan menjadi jera dengan jalan menciptkan kondisi yang hiperintention, yakni mempertinggi hasrat atau keinginan, sehingga pada titik kulminasi tertentu orang itu akan menghilangkan sama sekali keinginannya itu.

g. Teknik Assertive, melalui role playing dan social modeling klien dilatih keberanian dalam mengekspresikan perilaku-perilaku tertentu yang diharapkan.

Shelton mengemukakan bahwa maksud utama teknik assertive adalah untuk:

1) Mendorong kemampuan klien mengekspresikan seluruh hal yang berhubungan dengan emosinya.

2) Membangkitkan kemampuan klien untuk mengungkapkan hak azazinya sendiri tanpa menolak atau memusuhi hak azazi orang lain.

3) Mendorong kepercayaan pada kemampuan diri sendiri.

4) Meningkatkan kemampuan untuk memilih perilaku-perilaku assertive yang cocok untuk dirinya sendiri

CLIENT CENTERED THERAPY (CCT)

TERAPI BERPUSAT PADA KLIEN


A. Latar Belakang

Tokoh teori ini adalah Carl Rogers. Pendapatnya sama dengan makna konseling secara umum, bahwa pemecahan masalah berpusat pada klien, berarti individu sendiri yang harus menyelesaikan masalahnya.

Client Centered Therapy (CCT)

Pandangannya tertuju pada penghargaan martabat manusia.

Menurut Rogers:

1. Hakekat manusia pada dasarnya baik dan penuh kepositipan.

2. Manusia panya kemampuan untuk membimbing, mengatur dan mengontrol diri sendiri.

3. Setiap individu pada dirinya terkandung motor penggerak, yang ciri-cirinya sebagai berikut :

a. Terbuka terhadap pengalaman sendiri dan orang lain.

b. Hidup dengan menempuh jalan dan dalam alam berdasarkan kenyataan

c. Percaya pada diri sendiri walaupun individu sedang bermasalah mengalami gangguan psikis tertentu untuk mewujudkan diri sendiri (self actualization).

4. Setiap individu mempunyai kemampuan beradaptasi dan punya dorongan yang kuat ke arah kedewasaan dan kemerdekaan, dan itu akan terwujud bila konselor dapat menciptakan suasana psikologis yang mempunyai sifat-sifat:

a. Menerima (acceptance) terhadap klien sebagai pribadi yang berharga

b. Konselor mau menerima perasaan seperti apa yang dirasakan klien, tanpa usaha mendiagnosis atau mengubah perasaan tersebut.

c. Bisa menunjukkan empati, bisa mengerti, menghayati dan merasakan sebagai yang dialami klien.

Dengan suasana yang demikian klien akan dapat mengatur dirinya sendiri pada tingkat dasar maupun yang lebih dalam.

Rogers mengemukakan CCT mempunyai prinsip:

1. Menekankan dorongan dan kemampuan yang terdapat dalam diri untuk berkembang dan hidup sehat menyesuikan diri.

2. Menekankan pada unsur emosional tidak pada aspek intelektual.

3. Menekankan situasi yang langsung dihadapi saat ini.

4. Menekankan pada hubungan terapeutis (penyembuhan) sebagai pengalaman dalam perkembangan individu.

B. Konsep Dasar

CCT atau non directive counseling mendasarkan diri pada self theory dari Carl Rogers, yang menjelaskan bahwa kepribadian manusia terdiri dari 3 unsur:

1. Organisme

2. Mileau Fenomenal

3. Self

Organisme, merupakan keseluruhan dan kesatuan individu, yang mempunyai sifat-sifat:

a. Mereaksi secara keseluruhan terhadap mileau fenomenal (keseluruhan pengalaman individu).

b. Mempunyai motif dasar yang berfungsi memelihara dan memperkuat dirinya.

c. Dapat menyimbolisasikan atau menolak simbolisasi pengalaman-pengalaman. Sehingga menjadi pengalaman sadar atau tidak sadar.



Mileau Fenomenal

Merupakan keseluruhan pengalaman individu yang sifatnya sadar atau tidak sadar, tergantung pada diberi simbolisasi tidaknya pengalaman itu.



Self

Merupakan bagian yang berdiferensiasi dari lapangan fenomenal.

Self mempunyai sifat-sifat:

1. Self berkembang adanya interaksi antara organisir dengan lingkungan.

2. Self dapat menerima dan menanggapi nilai-nilai dari orang lain dalam bentuk yang telah diubahnya sendiri.

3. Self berusaha mempertahankan konsistensinya.

4. Organisme berbuat dengan cara konsisten dengan self.

5. Pengalaman yang tidak konsisten dengan self diterima sebagai ancaman.

6. Self berubah karena kematangan dan belajar.

Mengenai dinamika unsur dasar kepribadian Rogers menjelaskan dengan 19 buah dalil:

1. Setiap individu dalam dunia pengalaman yang terus berubah dan invidu menjadi sentralnya.

2. Organisisme merespon merespon medasn sesuai dengan pengalaman dan pemahamanya.

3. Organisme mereaksi lapangan fenomenal sebagai suatu keseluruhan yang terorganisasi.

4. Organisme mempunyai kecenderungan dan dorongan dasar untuk merealisasi, memelihara dan mempertahankan pengalaman dirinya.

5. Perilaku pada dasarnya merupakan usaha yang tertuju pada tujuan untuk memenuhi kebutuhan.

6. Suatu emosi menyertai dan memudahkan perilaku yang tertuju pada tujuan

7. Pangkal berpijak yang terbaik dan paling menguntungkan untuk memahami perilaku adalah frame of reference dalam diri individu itu sendiri.

8. Suatu bagian keseluruhan lapangan pengamatan secara berangsur-angsur berdiferensiasi menjadi self.

9. Hasil interaksi dengan lingkungan adalah struktur self terbentuk, terorganisir, fleksibel, tetapi konsisten.

10. Nilai-nilai yang bersatu dengan pengalaman dan nilai-nilai yang merupakan bagian dari struktur self dalam beberapa hal merupakan nilai-nilai yang dialami oleh organisme/individu.

11. Individu merespon pengalaman yang terjadi dengan dirinya.

12. Tingkah laku yang diterima individu adalah yang konsisten dengan pengertian self.

13. Perilaku individu juga didasarkan pada pengalaman dan kebutuhan yang tidak disimbolisasi.

14. Penolakan untuk menyadari pengalaman-pengalaman yang berarti akan mengakibatkan maladjusment psikologis.

15. Apabila dalam konsep tentang self, pengalaman tentang sensori dan visceral dari individu disimbolisasikan dan disatukan dalam hubungan yang konsisten dengan self, maka penyesuaian psikologis akan terjadi.

16. Pengalaman-pengalaman yang tidak konsisten dengan struktur self diterima sebagai ancaman.

17. Pengalaman yang tidak konsisten mungkin muncul kembali, struktur self diperbaiki untuk menerima pengalaman.

18. Bila individu menerima dan memahami orang lain ke dalam dirinya sebagaimana ia memahami organisasinya, ia akan lebih mudah menyesuaikan dirinya dengan orang lain.

19. Bila individu telah memahami dan menerima lebih banyak dari pengalaman organismenya ke dalam struktur selfnya, maka ia sedang berada dalam proses mengganti sistem nilai-nilai dengan suatu proses penilaian yang terus menerus.

C. Tujuan Konseling

Sesuai dengan konsep dasar CCT, maka tujuan konseling adalah:

1. Memberi kesempatan dan kebebasan kepada klien untuk mengekspresikan perasaan-perasannya, berkembang dan terealisasi potensinya.

2. Membantu individu untuk makin sanggup berdiri sendiri dalam mengadakan integrasi dengan lingkungannya.

3. Membantu individu dalam mengadakan perubahan dan pertumbuhan.

Jadi tujuan konseling adalah self-directing dan full functioning dari klien.

D. Hubungan Pertolongan (Helping Relationship)

Kondisi hubungan yang dapat membantu perubahan kepribadian klien antara lain:

1. Ada hubungan psikologis antara konselor dengan klien

2. Adanya pernyataan incongruence (tidak ada saling) oleh klien.

3. Adanya pernyataan congruence oleh konselor.

4. Adanya unconditional positif regard dan pemahan yang empatik dari konselor terhadap klien.

5. Adanya persepsi klien terhadap counselor positif regard (penghargaan) dan pemahaman empatik.

Shertzer dan Stone menambahkan bahwa kualitas yang sangat penting dari hubungan pertolongan adalah:

1. The establishment of warm (kehangat yang menetap).

2. Permissive ettitudes (sikap yang sesuai apa adanya).

3. Accepting climate that permits cilent to explore their self-structure in relation their unique expertences (menerima iklim bahwa perjanjian dengan terbuka yang khusus).

Mengenai proses konseling dengan pendekatan CCT, Rogers berpendapat adanya 3 fase, ialah:

1. Pengalaman akan meredanya ketegangan (tension).

2. Adanya pemaham diri (self understanding).

3. Perencanaan untyuk kehiatan selanjutnya.

Fase-fase ini dikembangkan dan dijabarkan dalam 12 point yang merupakan langkah-langkah konseling, yaitu:

1. Individu (klien) datang sendiri pada klien minta bantuan.

2. Penentuan situasi yang cocok untuk memberikasn bantuan oleh konselor.

3. Konselor menerima, mengenal dan memperjelas perasaan negatif klien.

4. Konselor memberi kebebasan klien untuk mengemukakan masalahnya.

5. Secara berangsur timbul perasaan positif klien.

6. Konselor menerima, mengenal dan memperjelas perasaan positif klien.

7. Timbul pemahaman tentang diri sendiri (self) pada diri klien.

8. Pemahaman yang lebih jelas pada diri klien tentang kemungkinan menentukan kepuasan dan berbuat.

9. Timbul inisiatif pada diri klien untuk berbuat positif.

10. Adanya pemahaman lebih lanjut pada klien terhadap diri sendiri.

11. Timbul perkembangan tindakan yang positif dan integratif pada diri klien.

12. Klien secara berangsur tidak membutuhkan bantuan.

Dari proses konseling tersebut nampak bahwa inisiatif untuk memecahkan masalah tumbuh dari dalam diri klien.

Peranan konselor secara rinci sebagai berikut:

1. Konselor tidak memimpin, mengatur atau menentukan proses perkembangan konseling, tetapi dilakukan sendiri oleh klien.

2. Arah pembicaraan ditentukan oleh klien.

3. Konselor menerima klien dengan sepenuhnya dalam keadaan apa adanya.

4. Konselor memberikan kebebasan kepada klien untuk mengekspresikan perasaannya.

Menurut Rogers seorang konselor harus memiliki syarat:

1. Memiliki sensitifitas dalam hubungan insani.

2. Memiliki sikap yang obyektif.

3. Menghormat kemuliaan orang lain.

4. Memahami diri sendiri.

5. Bebas dari prasangka dan kompleks-kompleks dalam dirinya.

6. Sanggup masuk dalam dunia klien (empati) secara simpatik.

E. Teknik-Teknik Konseling dalam CCT

CCT menempatkan tanggungjawab tifak pada konselor tetapi pada klien. Maka teknik-teknik konselingnyas adalah sebagai berikut:

1. Acceptance (penerimaan)

2. Respect (rasa hormat)

3. Understanding (mengerti, memahami)

4. Reassurance (Menentramkan hati, meyakinkan)

5. Encouragement (dorongan)

6. Limited Questioning (pertanyaan terbatas)

7. Reflection (memantulkan pertanyaan dan perasaan).

Sabtu, 01 Mei 2010

BELAJAR KELOMPOK

1) Pengertian Belajar Kelompok

Menurut Abu Ahmadi, (2004: 111) belajar kelompok merupakan suatu kegiatan yang dilakukan oleh dua orang atau lebih untuk membahas suatu materi dalam pelajaran yang sedang dihadapinya.

Nana S. Sukmadinata (dalam M. Jumarin, 2000 : 50) mengemukakan pengertian bimbingan kelompok yaitu “usaha penyuluh pendidikan atau guru untuk membantu anak atau siswa yang berlangsung dalam situasi kelompok”.

Layanan bimbingan kelompok bisa diberikan secara klasikal di kelas maupun non klasikal, layanan ini memberi banyak kesempatan untuk menyampaikan berbagai informasi yang terkait dengan bimbingan pribadi, sosial, belajar, karir dan layanan-layanan pada point di atas sekaligus menggali permasalahan siswa sebagai salah satu bentuk upaya menjemput bola. Selain dapat memberi informasi, bimbingan ini juga mempermudah observasi terhadap anak dalam berperilaku di kelas, juga menggali berbagai data yang diperlukan untuk menyempurnakan bimbingan.

Kedudukan seorang siswa dalam kelompoknya akan menjadi ukuran dalam pencapaian hasil belajarnya. Siswa dikatakan mengalami kesulitan belajar, apabila memperoleh prestasi belajar di bawah prestasi rata-rata kelompok secara keseluruhan. Misalnya, rata-rata prestasi belajar kelompok 8, siswa yang mendapat nilai di bawah angka 8, diperkirakan mengalami kesulitan belajar. Dengan demikian, nilai yang dicapai seorang akan memberikan arti yang lebih jelas setelah dibandingkan dengan prestasi yang lain dalam kelompoknya. Dengan norma ini, guru akan dapat menandai siswa-siswa yang diperkirakan mendapat kesulitan belajar, yaitu siswa yang mendapat prestasi di bawah prestasi kelompok secara keseluruhan.

Jadi bimbingan belajar kelompok suatu proses pemberian bantuan kepada sekelompok individu (siswa) dalam situasi kelompok secara berkelanjutan dan sistimatis, oleh seorang ahli yang telah terlatih (guru/pembimbing) agar individu (siswa) dalam kelompok itu secara optimal mampu mengatasi kesulitan belajarnya, mengembangkan potensi belajarnya, untuk memperoleh hasil yang maksimal dalam belajarnya.

Di samping menyampaikan materi, pembimbing juga berperan sebagai komunikator, motivator, manager belajar, evaluator, fasilitator, konselor, dan perancang belajar.



2) Tujuan dan Manfaat Bimbingan Kelompok

Samsudin (dalam Jumarin, 2000 : 63) mengemukakan bahwa bimbingan kelompok belajar mempunyai tujuan:

a) Dapat menguasai ilmu pengetahuan dan kecakapan secara bersama-sama.

b) Dapat mengatasi kesulitan-kesulitan, terutama dalam belajar bersama-sama.

c) Dapat belajar bagaimana mengatasi kesulitan-kesulitan khususnya dalam belajar dari anggota kelompok yang lain.

d) Membiasakan menghargai pendapat dan usulan orang lain.

e) Berlatih belajar mengeluarkan ;pendapat dan usul kepada orang lain.

f) Dapat memupuk gotong-royong bagi anggota kelompoknya.



Manfaat bimbingan belajar kelompok :

a) Belajar dalam kelompok belajar dapat menjadi kegiatan belajar menjadi lebih menyenangkan dan dinamis karena ditemani oleh teman dan berada di rumah sendiri sehingga dapat lebih santai. Agar efektif dan tidak berubah menjadi bermain diperlukan pembimbing

b) Tersedianya kondisi belajar yang nyaman,

c) Mudah saling memberi informasi,

d) Dapat menghemat biaya untuk sarana belajar karena siswa dapat saling berbagi pakai fasilitas atau sarana belajar,

e) Terperhatikannya karakteristik pribadi siswa,

f) Siswa dapat mereduksi kemungkinan kesulitan belajar,

g) Sedangkan manfaat bagi guru/konselor adalah membantu menyesuaikan program pembelajaran agar sesuai dengan karakteristik siswa dan memudahkan dalam pengembangan potensi siswa secara menyeluruh.

h) Siswa dapat berperan aktif dalam mengelola pengetahuan yang telah dimiliki untuk memecahkan suatu masalah. Kemampuan siswa dalam memecahkan masalah melalui belajar secara kelompok dapat membantu siswa tersebut meningkatkan prestasi belajarnya

i) Dengan belajar kelompok, dapat ditumbuhkembangkan rasa sosial yang tinggi pada diri setiap siswa. Siswa dibina untuk mengendalikan rasa egois yang ada dalam diri mereka masing-masing, sehingga terbina kesetiakawanan sosial antara siswa dengan siswa. (Syaiful Bahri Djamrah dan Aswan Zain 2002:63)

j) Dapat membantu siswa dalam rangka bertukar pikiran mengenai soal-soal yang akan dibahas tersebut, kebiasaan tukar pikiran antara siswa yang satu dengan siswa yang lain akan memacu cara belajar untuk lebih mengetahui banyak tentang objek atau bahan yang sedang dipelajari.

BIMBINGAN BELAJAR

1) Pengertian Bimbingan Belajar

Bimbingan belajar adalah layanan bimbingan yang memungkinkan siswa mengembangkan diri dengan sikap dan kebiasaan belajar yang baik, materi belajar yang cocok dengan kecepatan dan kesulitan belajar atau dapat mangatasi kesulitan belajar (P3G,1996: 6).

Menurut Abu Ahmadi, (2004: 111) bimbingan belajar adalah suatu proses pemberian bantuan terus-menerus dan sistematis kepada individu atau peserta didik dalam memecahkan masalah yang dihadapinya yang kaitannya dengan kegiatan belajar.

Mungin Eddy Wibowo (2000:12) berpendapat bahwa bimbingan belajar adalah:

“Suatu usaha untuk mengemukakan siswa memahami dan mengembangkan sikap dan kebiasaan belajar yang baik, ketrampilan dan materi belajar yang cocok dengan kesulitan belajarnya, serta ketrampilan yang diperlukan dalam kehidupan dan perkembangan dirinya”.



Oemar Hamalik (1992:194) juga berpendapat bahwa “bimbingan belajar merupakan usaha membantu siswa untuk meningkatkan hasil belajarnya dan berupaya agar siswa tidak mengalamai kegagalan”.

Sementara itu menurut M. Jumarin (2000:5) bimbingan belajar adalah :

“Suatu proses pemberian bantuan yang diberikan oleh seseorang yang terlatih kepada individu atau sekelompok individu untuk membuat pilihan dalam belajarnya secara tepat, mengatasi kesulitan-kesulitan belajarnya, mengembangkan potensi belajarnya, serta mampu mengadakan penyesuaian diri baik terhadap diri sendiri, sekolah, keluarga maupun masyarakat”.



Dari tinjauan tentang bimbingan dan belajar serta pendapat di atas maka bimbingan belajar dapat diartikan sebagai proses pemberian bantuan dari guru atau pembimbing kepada siswa agar terhindar dari kesulitan belajar, yang mungkin muncul selama proses pembelajaran, sehingga siswa dapat mencapai hasil belajar yang optimal. Optimal dalam kontek belajar dapat dimaknai sebagai siswa yang efektif, produktif dan prestatif.

Bimbingan belajar merupakan upaya guru untuk membantu siswa yang mengalami kesulitan dalam belajarnya. Dalam setiap pembelajaran siswa kadang menemukan kesulitan dalam belajar dan hal tersebut membutuhkan bimbingan. Pada umumnya kesulitan belajar merupakan suatu kondisi tertentu yang ditandai dengan adanya hambatan-hambatan dalam kegiatan mencapai tujuan. Hambatan-hambatan itu mungkin disadari mungkin pula tidak disadari oleh orang yang mengalaminya serta dapat bersifat psikologis, sosiologis dan fisiologis dalam keseluruhan proses belajarnya.

Pemberian bantuan itu meliputi:

a) Cara-cara belajar efisien dan efektif.

b) Membangkitkan motivasi belajar.

c) Pemberian informasi

d) Membantu menyelesaikan soal-soal atau tugas-tugas dari guru.

e) Trik-trik menghadapi menyelesaikan soal-soal ujian.

f) Cara belajar dalam kelompok.

2) Tujuan bimbingan belajar kelompok adalah:

a) Secara umum bimbingan belajar kelompok bertujuan membantu individu-individu dalam kelompok (murid-murid) agar dapat memperoleh penyesuaian yang baik di dalam situasi belajar, sehingga setiap murid dapat belajar secara efisien dan efektif sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya dan mencapai perkembangan yang optimal. Dengan rincian sebagai berikut (M. Jumarin, 2000 : 9):

(1) Mencarikan cara-cara belajar yang efisien dan efektif bagi seorang anak atau kelompok anak.

(2) Menunjukkan cara-cara mempelajari sesuatu dan menggunakan buku pelajaran.

(3) Memberikan informasi (saran dan petunjuk) bagi yang memanfaatkan perpustakaan.

(4) Membuat tugas sekolah dan mempersiapkan diri dalam ulangan dan ujian.

(5) Memilih suatu program studi sesuai dengan bakat, minat, kecerdasan, cita-cita dan kondisi fisik atau kesehatan.

(6) Menunjukkan cara-cara menghadapi kesulitan dalam bidang studi tertentu.

(7) Menentukan pembagian waktu dan perencanaan jadwal belajarnya.

(8) Memilih pelajaran tambahan baik yang berhubungan dengan pelajaran di sekolah maupun untuk pengembangan bakat dan karir di masa depan.



b) Secara khusus adalah:

(1) Siswa dapat mengenal, memahami, menerima, mengalahkan dan mengaktualisasikan potensi secara optimal.

(2) Mengembangkan berbagai keterampilan belajar.

(3) Mengembangkan suasana yang kondusif.

(4) Memahami lingkungan pendidikan.

PENGERTIAN BELAJAR

Belajar merupakan tindakan dan perilaku siswa yang kompleks. Sebagai tindakan maka belajar hanya dialami oleh siswa sendiri. Siswa adalah penentu terjadinya atau tidak terjadinya proses belajar. Proses belajar terjadi berkat siswa mempelajari sesuatu yang ada di lingkungan sekitar. Pengertian belajar pada dasarnya merupakan aktivitas yang dilakukan setiap individu dalam upaya melangsungkan kehidupannya.

Terdapat banyak definisi tentang belajar yang dikemukakan oleh para ahli. Menurut Ngalim Purwanto (2006 : 85) belajar dapat didefinisikan sebagai “suatu perubahan yang terjadi melalui latihan atau pengalaman dalam arti perubahan-perubahan yang disebabkan oleh pertumbuhan dan kematangan tidak dianggap sebagai hasil belajar”. Dengan demikian, perubahan-perubahan tingkah laku akibat pertumbuhan fisik atau kematangan, kelelahan, penyakit atau pengaruh obat-obatan adalah tidak termasuk sebagai belajar.

Syaiful Bahri Djamarah (2008: 13) mengemukakan “Belajar adalah serangkaian kegiatan jiwa raga untuk memperoleh perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman individu dalam interaksi dengan lingkungannya yang menyangkut kognitif, afektif dan psikomotor”.

Pendapat lain dikemukakan oleh Sumadi Suryabrata (2002 : 230) yang menyatakan bahwa pada dasarnya belajar adalah “membawa perubahan (dalam arti behavioral changes, aktual maupun potensial), perubahan itu pada pokoknya adalah didapatkannya kecakapan baru dan perubahan itu terjadi karena usaha (dengan sengaja)”.

Pengertian belajar menurut Abu Ahmadi dan Widodo Supriyono (2004: 120) adalah ”suatu proses usaha yang dilakukan individu untuk melakukan sesuatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri dalam interaksinya dengan lingkungan”.

Menurut Dakir (1995 : 120) belajar adalah “adanya perubahan baik menuju ke arah lebih maju dan perubahan-perubahan itu didapatkan karena adanya latihan yang disengaja”.

Sementara itu Slameto (2003 : 2) juga mengemukakan pendapatnya “secara psikologis belajar merupakan suatu proses perubahan tingkah laku sebagai hasil dari interaksi dengan lingkungannya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Perubahan tersebut akan nyata dalam seluruh aspek tingkah laku”.

Berdasar pendapat-pendapat tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa belajar adalah suatu proses yang dilakukan individu untuk melakukan perubahan tingkah laku baru yang didapatkan karena adanya latihan yang disengaja dan karena pengalaman. Belajar merupakan peristiwa sehari-hari di sekolah. Kompleksitas belajar dapat dipandang dari dua subjek yaitu dari siswa dan guru. Dari segi siswa, belajar dialami sebagai suatu proses. Siswa mengalami proses mental dalam menghadapi bahan belajar yang berupa alam sekitar, hewan, tumbuh-tumbuhan, manusia dan bahan yang telah terhimpun dalam buku-buku pelajaran. Dari segi guru proses belajar tersebut tampak sebagai perilaku belajar tentang sesuatu hal. Dalam proses belajar tersebut siswa menggunakan kemampuan mentalnya (kognitif, afektif dan psikomotorik) untuk mempelajari bahan belajar.

Senin, 19 April 2010

BOLEHKAH NON MUSLIM KITA SEBUT ALMARHUM?

Kata "Almarhum" cukup familiar bagi telinga orang Indonesia ketika menyebut nama orang yang sudah meninggal. Biasanya yang disematkan sebutan ini adalah orang dekat yang pernah hidup bersama. Kata "Almarhum" ini tidak banyak dipakai di negara-negara lain, khususnya di jazirah Arab. Kata ini, juga jarang/tidak pernah digunakan oleh para ulama di masa lalu.


Almarhum adalah bentuk maf'ul dari rahima-yarhamu, yang artinya mengasihi. Berarti maksud ucapan Almarhum adalah orang yang dikasihi atau dirahmati oleh Allah. Kata Almarhum yang berbentuk kalimah isim mengandung makna memastikan, yaitu orang tersebut pasti dirahmati oleh Allah, karenanya dia pasti masuk surga.

Dalam timbangan akidah Islam, kita tidak dibolehkan memastikan seseorang sebagai ahli surga kecuali berdasarkan nash. Kita juga tidak boleh menyatakan seseorang tertentu benar-benar dirahmati dan diampuni dosanya oleh Allah, kecuali dengan keterangan dari Al Qur'an dan sunnah Rasulillah shallallahu 'alaihi wasallam. Hanya saja kita berharap bahwa orang beriman yang telah berbuat baik dan meninggalkan perbuatan buruk dirahmati oleh Allah, diampuni dosanya, dan dimasukkan ke dalam surga. Sebaliknya, terhadap orang kafir yang mati di atas kekafiran, kita nyatakan sebagai ahli neraka.

Namun dalam realitanya, banyak kita dengarkan orang dengan mudahnya menyematkan gelar atau sebutan "Almarhum" kepada orang yang meninggal. Lebih parah lagi, gelar atau sebutan ini disematkan kepada orang kafir yang meninggal di atas kekafiran.

Pada saat jumpa pers di Mabes Polri, Rabu siang (10 Maret 2010) kemarin, kita mendengar Kapolri Jenderal Polisi Bambang Hendarso Danuri menyematkan gelar "Almarhum" kepada Briptu Boas Woisiri (35), prajurit yang meninggal dalam penggerebekan di Aceh beberapa hari lalu. Padahal jelas, Boas meninggal di sebagai seorang kristen, artinya dia meninggal di atas kekafiran.

"Istri dari almarhum Boas Waoisir merupakan lulusan sarjana ekonomi," tulis Vivanews mengutip ucapan Kapolri.

Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz rahimahullah pernah ditanya tentang sebutan "Almarhum" bagi orang meninggal, dan berikut ini jawaban beliau:

Dalam masalah ini kata-kata yang dibenarkan adalah ghafarallahu lahu (semoga Allah mengampuninya) atau rahimahullah (semoga Allah merahmatinya)' dan ucapan semisal itu bila dia (orang yang meninggal dunia tersebut) seorang Muslim. Kata al-maghfur lahu atau al-marhum tidak boleh digunakan karena mengandung makna bersaksi terhadap orang tertentu bahwa dia ahli surga, ahli neraka atau lainnya, kecuali orang yang memang sudah dipersaksikan oleh Allah dengan hal itu dalam Kitab-Nya yang mulia atau orang yang telah dipersaksikan oleh RasulNya shallallahu 'alaihi wasallam.

kata-kata yang dibenarkan adalah ghafarallahu lahu atau rahimahullah dan ucapan semisal itu bila dia seorang Muslim.

Inilah yang disebutkan oleh ulama Ahlus Sunnah: "barangsiapa yang Allah nyatakan di dalam Al Qur'an sebagai ahli neraka seperti Abu Lahab dan istrinya; atau orang yang dinyatakan oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallamsebagai ahli surga seperti Abu Bakar, Umar bin Khathab, Utsman, Ali, dan para sahabat lainnya yang termasuk sepuluh orang yang dijanjikan masuk surga; dan selain mereka yang telah dipersaksikan beliau masuk surga seperti Abdullah bin Salam, Ukasyah bin Mihsan; ataupun orang yang dipersaksikan beliau masuk neraka seperti Abu Thalib, Amr bin Luhay Al-Khuza'i dan selain keduanya yang telah dipersaksikan beliau masuk neraka -na'udzu billahi min dzalik- maka kita menyatakan seperti itu. Sedangkan orang yang belum dipersaksikan Allah ataupun Rasul-Nya masuk surga atau neraka, maka kita tidak bersaksi atasnya terhadap hal tersebut dengan menentukan orangnya. Demikian juga, kita tidak bersaksi terhadap seseorang tertentu mendapatkan ampunan (maghfirah) atau rahmat kecuali berdasarkan nash Kitabullah dan sunnah Rasul-Nya. Akan tetapi Ahlus Sunnah berharap bagi orang yang berbuat baik dan takut berbuat buruk serta kaum mukminin pada umumnya semoga menjadi ahli surga. Sedangkan bagi orang-orang kafir pada umumnya menjadi ahli neraka.

Sebagaimana hal itu telah dijelaskan Allah Subhanahu wa Ta'ala dalam kitabNya:

وَعَدَ اللَّهُ الْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا

"Allah menjanjikan kepada orang-orang yang mukmin lelaki dan perempuan, (akan mendapat) surga yang di bawahnya mengalir sungai-sungai, kekal mereka di dalamnya . . " (QS. Al Taubah: 72)

وَعَدَ اللَّهُ الْمُنَافِقِينَ وَالْمُنَافِقَاتِ وَالْكُفَّارَ نَارَ جَهَنَّمَ خَالِدِينَ فِيهَا هِيَ حَسْبُهُمْ

"Allah mengancam orang-orang munafik laki-laki dan perempuan dan orang-orang kafir dengan neraka Jahanam. Mereka kekal di dalamnya. Cukuplah neraka itu bagi mereka . . ." (QS. Al Taubah: 68)

Sebagian ulama berpendapat boleh bersaksi bahwa fulan ahli neraka dan ahli surga jika ada dua orang adil atau lebih yang menjadi saksi atas kebaikan atau keburukan dirinya berdasarkan hadits-hadits shahih yang berisi tentang hal tersebut.

(Majmu Fatawa wa Maqalat Mutanawwi'ah, Juz V, hal. 365-366 dari fatwa Syaikh Ibn Baz)

Fatwa Lajnah Daimah

Lajnah Daimah pernah ditanya: "Saya mendengar sebagian kalimat yang sering diucapkan oleh sebagian orang. Saya ingin mengetahui pandangan Islam terhadap kalimat ini? Misalnya, jika ada seseorang tertentu meninggal dunia, sebagian orang mengatakan “almarhum si fulan”. Jika orang yang meninggal itu memiliki kedudukan, mereka mengatakan “almaghfur lahu fulan”.

Lajnah menjawab:

Kepastian ampunan atau rahmat Allah kepada seseorang setelah orang itu meninggal dunia merupakan perkara ghaib; hanya diketahui oleh Allah, kemudian makhluk yang diberitahu oleh Allah ‘Azza wa jalla, seperti para malaikatNya dan para nabiNya.

Jadi pemberitaan orang lain, selain para malaikat atau para nabi tentang mayit bahwa ia sudah mendapatkan rahmat atau maghfirah, merupakan sesuatu yang tidak boleh. Kecuali orang yang sudah dijelaskan nash dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam. (kalau berani berbicara) tanpa nash, berarti telah berlaku lancang atas sesuatu yang ghaib, padahal Allah ‘Azza wa Jalla berfirman :

"Katakanlah: 'Tidak ada seorangpun di langit dan di bumi yang mengetahui perkara yang ghaib, kecuali Allah'.” (QS. An Naml :65)

"(Dia adalah Rabb) Yang mengetahui yang ghaib, maka Dia tidak memperlihatkan kepada seorangpun tentang yang ghaib itu kecuali kepada Rasul yang diridhaiNya." (QS. Jin :26-27)

Kepastian ampunan atau rahmat Allah kepada seseorang setelah orang itu meninggal dunia merupakan perkara ghaib;

Namun seorang muslim diharapkan mendapatkan maghfirah (ampunan), rahmat dan masuk syurga, sebagai karunia dan kasih sayang dari Allah. Dan dia dido’akan agar mendapatkan ampunan, sebagai ganti dari pemberitaan bahwa ia telah mendapatkan ampunan dan rahmat. Allah berfirman :

"Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendakiNya." (QS An Nisa': 48)

Diriwayatkan dalam Shahih Bukhari, dari Kharijah bin Zaid bin Tsabit bahwa Ummul Ala’ -seorang wanita yang pernah membaiat Nabi shallallahu 'alaihi wasallam- memberitahuku, bahwa kaum muhajirin diundi (untuk menentukan siapa di kalangan Muhajirin yang ditempatkan di rumah seorang dari kalangan Anshar). Maka Utsman bin Madz’un terpilih buat kami, lalu kami ditempatkan di rumah kami. Lalu dia sakit yang menyebabkan meninggal. Ketika sudah meninggal, dimandikan, dan telah dikafani dengan kain-kainnya, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam masuk. Lalu aku mengatakan, “Rahmat Allah atasmu, wahai Abu Sa’ib (maksudnya Utsman bin Madz’un)Aku bersaksi bahwa Allah sungguh telah memuliakanmu.”

Mendengar ucapanku ini Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, “Apa yang telah membuat Engkau mengetahui bahwa Allah telah memuliakannya?”

Aku mengatakan, “Demi bapakmu(ini bukan untuk bersumpah, pent), lalu siapa yang dimuliakan Allah?"

Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam menjawab, “Karena dia telah meninggal dunia, maka demi Allah, saya sungguh mengharapkan kebaikan baginya. Dan demi Allah, saya tidak tahu padahal saya adalah Rasulullah apa yang akan Allah lakukan pada diri saya!“

Kemudian ummul ‘Ala mengatakan: ”Demi Allah, setelah itu seterusnya (kepada seorang pun) saya tidak (lagi) memberi persaksian bahwa si fulan mendapatkan kebaikan setelah meninggalnya.” (HR Bukhari)

Dan mengenai ucapan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, "Dan demi Allah. Saya tidak tahu-padahal saya adalah Rasulullah- apa yang akan Allah lakukan pada diri saya," beliau katakan sebelum Allah menurunkan firmannya:

إِنَّا فَتَحْنَا لَكَ فَتْحًا مُبِينًا لِيَغْفِرَ لَكَ اللَّهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِكَ وَمَا تَأَخَّرَ وَيُتِمَّ نِعْمَتَهُ عَلَيْكَ وَيَهْدِيَكَ صِرَاطًا مُسْتَقِيمًا

"Sesungguhnya Kami telah memberikan kepada kamu kemenangan yang nyata, supaya Allah memberikan ampunan kepadamu terhadap dosa yang telah lalu dan akan datang." (QS Al Fath :1-2) Juga sebelum Allah memberitahukan beliau termasuk sebagai penghuni surga.

(Lihat fatwa Al Lajnah Ad Da-imah Lil Buhuts Al Ilmiyah Wal ifta’, 2/159-160).

Mendudukkan maksud Almarhum

Mengenai ucapan "Almarhum", jika maknanya pemberitaan tentang keadaan si mayit bahwa ia telah mendapatkan rahmat dari Allah, maka ini haram. Karena ucapan ini berarti sama dengan memastikan bahwa si fulan termasuk penduduk surga. Padahal ini termasuk perkara ghaib yang hanya diketahui oleh Allah dan orang-orang yang diberi tahu oleh Allah ‘Azza wa Jalla. Namun jika makna "almarhum" itu sebagai ungkapan optimisme atau harapan semoga si mayit mendapatkan rahmat, maka tidaklah mengapa mengucapkan kata-kata ini. (lihat Majmu’ Fatawa, Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin, 3/85).

Jika maknanya pemberitaan tentang keadaan si mayit bahwa ia telah mendapatkan rahmat dari Allah, maka ini haram.

Ucapan apa yang tepat?

Untuk menghindari kesalahan dalam memahami, semestinya jika kalimat "almarhum" diganti dengan rahimahullah atau ghafarallahu lahu, atau Allahu yarhamuhu atau sejenisnya yang merupakan do’a.

Hal ini sebagaimana yang dinasihatkan oleh Syaikh bin Bazz, ". . . demikian juga (tidak diperbolehkan) persaksian atas seorang bahwa ia maghfur lahu (diampuni dosa-dosanya) atau almarhum (benar-benar mendapat rahmat). Oleh karena itu, sebagai ganti dari ucapan al marhum dan al maghfur, sebaiknya diucapkan : “Ghafarallahu lahu” (semoga Allah mengampuninya) atau “Rahimahullahu” (Semoga Allah merahmatinya). Atau ungkapan sejenis yang termasuk do’a bagi si mayit. (Lihat Majmu’ Fatawa Wa Maqalatu Mutanawwi’ah, 4/335).

. . semestinya jika kalimat "almarhum" diganti dengan rahimahullah atau ghafarallahu lahu, atau Allahu yarhamuhu atau sejenisnya yang merupakan do’a.

(voa-islam.com)

FAKTA ILMIAH: NABI MUHAMMAD MEMBELAH BULAN

KISAH ini diceritakan oleh Prof. Dr. Zaghlul Al-Najar (pakar Geologi Muslim) tentang pengalaman seorang pemimpin Al-Hizb al-Islamy Inggris yang masuk Islam karena takjub dengan kebenaran terbelahnya bulan.

Allah berfirman: “Sungguh telah dekat hari qiamat, dan bulan pun telah terbelah" (QS. Al-Qamar 1).
Apakah kalian akan membenarkan kisah dari ayat Al-Quran ini yang menyebabkan masuk Islamnya pimpinan Hizb Islami Inggris?


Di bawah ini adalah kisahnya:

Dalam temu wicara di televisi bersama pakar Geologi Muslim, Prof. Dr. Zaghlul Al-Najar, salah seorang warga Inggris mengajukan pertanyaan kepadanya, apakah ayat dari surat al-Qamar di atas memiliki kandungan mukjizat secara ilmiah?

Maka, Prof. Dr. Zaghlul Al-Najar menjawabnya sebagai berikut: Tentang ayat ini, saya akan menceritakan sebuah kisah. Sejak beberapa waktu lalu, saya mempresentasikan di Univ. Cardif, Inggris bagian barat, dan para peserta yang hadir bermacam-macam, ada yang muslim dan ada juga yang bukan muslim. Salah satu tema diskusi waktu itu adalah seputar mukjizat ilmiah dari al-Quran. Salah seorang pemuda yang beragama muslim pun berdiri dan bertanya, “Wahai Tuan, apakah menurut anda ayat yang berbunyi, “Telah dekat hari qiamat dan bulan pun telah terbelah”, mengandung mukjizat secara ilmiah?”

Maka saya menjawabnya: Tidak, sebab kehebatan ilmiah diterangkan oleh ilmu pengetahuan, sedangkan mukjizat tidak bisa diterangkan ilmu pengetahuan, sebab ia tidak bisa menjangkaunya. Dan tentang terbelahnya bulan, maka itu adalah mukjizat yang terjadi pada Rasul terakhir Muhammad Saw. sebagai pembenaran atas kenabian dan kerasulannya, sebagaimana Nabi-nabi sebelumnya.

Mukjizat yang kelihatan, maka itu disaksikan dan dibenarkan oleh setiap orang yang melihatnya. Andai hal itu tidak termaktub di dalam kitab Allah dan hadits-hadits Rasulullah, maka tentulah kami para muslimin di zaman ini tidak akan mengimani hal itu. Akan tetapi, hal itu memang benar termaktub di dalam al-Quran dan sunnah-sunnah Rasulullah Saw.

Allah ta’alaa memang benar-benar Maha berkuasa atas segala sesuatu. Maka, Prof. Dr. Zaghlul Al-Najar pun mengutip sebuah kisah Rasulullah membelah bulan. Kisah itu adalah sebelum hijrah dari Makkah Mukarramah ke Madinah. Orang-orang musyrik berkata, “Wahai Muhammad, kalau engkau benar Nabi dan Rasul, coba tunjukkan kepada kami satu kehebatan yang bisa membuktikan kenabian dan kerasulanmu (mengejek dan mengolok-olok)?”

...Allah memberitahu Muhammad agar mengarahkan telunjuknya ke bulan. Maka, Rasulullah pun mengarahkan telunjuknya ke bulan dan terbelahlah bulan itu dengan sebenar-benarnya...

Rasulullah bertanya, “Apa yang kalian inginkan ? Mereka menjawab: Coba belah bulan”. Maka, Rasulullah pun berdiri dan terdiam, lalu berdoa kepada Allah agar menolongnya. Lalu, Allah memberitahu Muhammad agar mengarahkan telunjuknya ke bulan. Maka, Rasulullah pun mengarahkan telunjuknya ke bulan dan terbelahlah bulan itu dengan sebenar-benarnya. Maka, serta-merta orang-orang musyrik pun berujar, “Muhammad, engkau benar-benar telah menyihir kami!” Akan tetapi, para ahli mengatakan bahwa sihir memang benar bisa saja “menyihir” orang yang ada disampingnya, akan tetapi tidak bisa menyihir orang yang tidak ada di tempat itu. Maka, mereka pun menunggu orang-orang yang akan pulang dari perjalanan. Lalu, orang-orang Quraisy pun bergegas menuju keluar batas kota Makkah menanti orang yang baru pulang dari perjalanan.

Dan ketika datang rombongan yang pertama kali dari perjalanan menuju Makkah, orang-orang musyrik pun bertanya, “Apakah kalian melihat sesuatu yang aneh dengan bulan?” Mereka menjawab, “Ya, benar. Pada suatu malam yang lalu kami melihat bulan terbelah menjadi dua dan saling menjauh masing-masingnya kemudian bersatu kembali…”.

Akhirnya, sebagian mereka pun beriman sedangkan sebagian lainnya lagi tetap kafir (ingkar). Oleh karena itu, Allah menurunkan ayat-Nya: Sungguh, telah dekat hari qiamat dan telah terbelah bulan. Ketika melihat tanda-tanda kebesaran Kami, merekapun ingkar lagi berpaling seraya berkata, “Ini adalah sihir yang terus-menerus”, dan mereka mendustakannya, bahkan mengikuti hawa nafsu mereka. Dan setiap urusan benar-benar telah tetap …. (sampai akhir surat Al-Qamar).

Ini adalah kisah nyata, demikian kata Prof. Dr. Zaghlul Al-Najar. Dan setelah selesainya Prof. Dr. Zaghlul menyampaikan hadits nabi tersebut, berdiri seorang muslim warga Inggris dan memperkenalkan diri seraya berkata, “Aku Daud Musa Pitkhok, ketua Al-Hizb al-Islamy Inggris.

Wahai tuan, bolehkah aku menambahkan?” Prof. Dr. Zaghlul Al-Najar menjawab: Dipersilahkan dengan senang hati.” Daud Musa Pitkhok berkata, “Aku pernah meneliti agama-agama (sebelum menjadi muslim), maka salah seorang mahasiswa muslim menunjukiku sebuah terjemahan al-Quran yang mulia. Aku pun berterima kasih kepadanya dan membawa terjemah itu pulang ke rumah. Ketika aku membuka-buka terjemahan al-Quran itu di rumah, surat yang pertama aku buka ternyata al-Qamar. Dan aku pun membacanya: “Telah dekat hari qiamat dan bulan pun telah terbelah… “.

Aku pun bergumam: “Apakah kalimat ini masuk akal? Apakah mungkin bulan bisa terbelah kemudian bersatu kembali? Andai benar, kekuatan macam apa yang bisa melakukan hal itu? Maka, aku pun menghentikan pembacaan ayat-ayat selanjutnya dan aku menyibukkan diri dengan urusan kehidupan sehari-hari. Akan tetapi, Allah Maha Tahu tentang tingkat keikhlasan hamba-Nya dalam pencarian kebenaran.

Suatu hari aku pun duduk di depan televisi Inggris. Saat itu ada sebuah diskusi di antara presenter seorang Inggris dan 3 orang pakar ruang angkasa AS. Ketiga pakar antariksa tersebut pun menceritakan tentang dana yang begitu besar dalam rangka melakukan perjalanan ke antariksa, padahal saat yang sama dunia sedang mengalami masalah kelaparan, kemiskinan, sakit dan perselisihan. Presenter pun berkata, ” Andai dana itu digunakan untuk memakmurkan bumi, tentulah lebih banyak berguna”. Ketiga pakar itu pun membela diri dengan proyek antariksanya dan berkata, “Proyek antariksa ini akan membawa dampak yang sangat positif pada banyak segmen kehidupan manusia, baik segi kedokteran, industri, dan pertanian. Jadi pendanaan tersebut bukanlah hal yang sia-sia, tetapi justru dalam rangka pengembangan kehidupan manusia.

Dan, di antara diskusi tersebut adalah tentang turunnya astronot menjejakkan kakinya di bulan, di mana perjalanan antariksa ke bulan tersebut telah menghabiskan dana tidak kurang dari 100 juta dollar. Mendengar hal itu, presenter terperangah kaget dan berkata, “Kebodohan macam apalagi ini, dana begitu besar dibuang oleh AS hanya untuk bisa mendarat di bulan?”

Mereka pun menjawab, “Tidak, !!! Tujuannya tidak semata menancapkan ilmu pengetahuan AS di bulan, akan tetapi kami mempelajari kandungan yang ada di dalam bulan itu sendiri, maka kami pun telah mendapat hakikat tentang bulan itu, yang jika kita berikan dana lebih dari 100 juta dollar untuk kesenangan manusia, maka kami tidak akan memberikan dana itu kepada siapapun.

Maka presenter itu pun bertanya, “Hakikat apa yang kalian telah capai sehingga demikian mahal taruhannya? Mereka menjawab, “Ternyata bulan pernah mengalami pembelahan di suatu hari dahulu kala, kemudian menyatu kembali.!!! Gambar ini di foto dari pesawat ulang alik NASAPresenter pun bertanya, “Bagaimana kalian bisa yakin akan hal itu?” Mereka menjawab, “Kami mendapati secara pasti dari batuan-batuan yang terpisah terpotong di permukaan bulan sampai di dalam (perut) bulan. Lalu, kami pun meminta para pakar geologi untuk menelitinya dan mereka mengatakan, “Hal ini tidak mungkin telah terjadi kecuali jika memang bulan pernah terbelah kemudian bersatu kembali”.

...“Kami mendapati secara pasti dari batuan-batuan yang terpisah terpotong di permukaan bulan sampai di dalam (perut) bulan. Lalu, kami pun meminta para pakar geologi untuk menelitinya dan mereka mengatakan, “Hal ini tidak mungkin telah terjadi kecuali jika memang bulan pernah terbelah kemudian bersatu kembali”...

Mendengar paparan itu, ketua Al-Hizb Al-Islamy Inggris mengatakan, “Maka aku pun turun dari kursi dan berkata, “Mukjizat (kehebatan) benar-benar telah terjadi pada diri Muhammad Saw. 1400-an tahun yang lalu. Allah benar-benar telah mengolok-olok AS untuk mengeluarkan dana yang begitu besar, 100 juta dollar lebih, hanya untuk menetapkan akan kebenaran muslimin !!!! Maka, agama Islam ini tidak mungkin salah.

Maka, aku pun berguman, “Maka, aku pun membuka kembali Mushhaf al-Quran dan aku baca surat Al-Qamar, dan … saat itu adalah awal aku menerima dan masuk Islam.

Mahabenar Allah dengan segala Firman-Nya

Sabtu, 17 April 2010

MAKALAH PSIKOLOGI PENDIDIKAN



BAB I

PENDAHULUAN

1. Apakah Psikologi Itu?

Menurut etimologinya berasal dari kata psyche yang berarti: jiwa, dan logos yang berarti: ilmu. Sehingga psikologi sering diterjemahkan : ilmu jiwa. Ini kurang tepat karena bertitik tolak dari pandangan dualisme manusia, dimana manusia terdiri dari dua bagian jasmani dan dan rohani.

Psikologi merupakan ilmu yang ingin mempelajari manusia sebagai suatu kesatuan yang bulat antara jasmani dan rohani. Psikologi ialah ilmu yang mempelajari tingkah laku manusia. Tingkah laku yang dimaksudkan adalah tindakan/kegiatan/perbuatan manusia yang keliahatan maupun yang tidak kelihatan, yang disadari maupun yang tidak disadari. Jadi bagaimana manusia itu berintegrasi dengan dunia luar.

Batasan lain:

Woodworth: “Psychologi studies the individual’s activities in relation to environment.”

Crow & Crow: “Psychology is the study of human behavior and human relationship.”

Sartain: “Psychologi is the scientific study of the behavior of living organism, with especial attension given to human behavior.” Psikologi adalah ilmu yang mempelajari tingkah laku organisme yang hidup, terutama tingkah laku manusia.


2. Obyek Psikologi dan Macam-macamnya

Karena sifat-sifat manusia yang sangat kompleks dan unik, maka obyek psikologi dibedakan menjadi 2 macam:

a. Obyek material, yakni obyek yang dipandang secara keseluruhannya. Obyek material dari psikologi ialah manusia.

b. Obyek formal, jika dipandang menurut aspek mana yang dipentingkan dalam penyelidikan psikologi itu. Obyek formal psikologi berbeda-beda menurut perubahan zaman dan pandanagn para ahli masing-masing.

Pada zaman Yunani sampai dengan abad pertengahan obyek formalnya adalah hakekat jiwa. Pada masa Descartes obyek psikologi ialah gejala-gejala kesadaran, yakni apa-apa yang langsung kita hayati dalam kesadaran kita. Pada aliran Behaviorisme abad 20 yang menjadi obyek psikologi ialah tingkah laku manusia yang tampak. Pada aliran psikologi yang dipelopori Freud, obyeknya adalah gejala-gejala ketidaksadaran manusia.

Macam-macam psikologi:

1) Psikologi Metafisika, menyelidiki hakekat jiwa seperti yang dilakukan Plato dan Aristoteles.

2) Psikologi Empiri, menyelidiki gejala kejiwaan dan tingkah laku manusia.

a) Psikologi Umum, menyelidiki/mempelajari gejala kejiwaan manusia pada umumnya.

b) Psikologi Khusus, menyelidiki gejala kejiwaan manusia menurut aspek-aspek tertentu sesuai dengan pandangan dan tujuan.

- Psikologi Perkembangan

- Psikologi Pemuda

- Psikologi Kedokteran (Patho Psikologi)

- Psikologi Kriminal

- Psiko teknik

- Karakterologi (Ilmu Watak)

- Psikologi Pendidikan

- Psikologi Sosial

- Psikologi Gestalt

- Behaviorisme

- Psikologi Ketidaksadaran (Psikoanalisa, Individual Psikologi, Analitise Psikologi).


3. Hubungan Psikologi dengan Ilmu-ilmu Lain

Disamping menjadi obyek Psikologi manusia juga menjadi obyek ilmu-ilmu yang lain terutama anthropologi, sosiologi, dan fisiologi.

a. Psikologi dan Anthropologi

Secara etimologi, anthropologi berarti ilmu tentang manusia. Anthropos berarti manusia dan logos berarti ilmu. Anthropologi dibagi menjadi dua yaitu anthropologi fisik dan anthropologi kebudayaan.

Anthropologi fisik berhubungan dengan ciri-ciri fisik manusia di dunia. Anthropologi kebudayaan berhubungan dengankebudayaan, kepribadian yang tipikal yang terdpat dalam tiap kebudayaan, pengaruh-pengaruih kebudayaan terhadap kepribadian manusia dan masyarakat.

Jadi psikologi dan anthropologi kedua-duanya menyangkut daerah dan masalah-maalah tertentu yang bersamaan, keduanya saling isi mengisi. Perbedaan yang prinsipil terletak pada apa yang menjadi tekanannya: psikologi menekankan pada individu, anthropologi menekankan pada kelompok.

b. Psikologi dan Sosiologi

Sosiologi juga ilmu yang secara langsung berhubungan dengan tingkah laku manusia, dan memusatkan perhatiannya kepada tingkah laku kelompok. Yang dipelajari terutama ialah hubungan sosial manusia. Jadi Sosiologi dan Psikologi banyak persamaannya.

Perbedaannya: Psikologi menekankan pada person individu sedangkan Sosiologi menekankan pada sifat-sifat dan tingkah laku kelompok.

c. Psikologi dan Fisiologi

Fisiologi adalah ilmu yang mempelajari fungsi-fungsi berbagai organ yang ada dalam tubuh manusia, berbagai sistem peredaran, dan bagaimana organ-organ dan sistem-sistem peredaran itu berinteraksi satu sama lain. Apa yang dipelajari Psikologi ialah mengenai persona individu itu sendiri. Individu sebagai kesatuan antara jasmani dan rohani. Jadi meski Psikologi menyelidiki fungsi-fungsi jasmani, selalu dalam hubungan dengan fungsi-fungsi rohani individu.

Kesimpulan:

Perbedaan antara ilmu-ilmu yang berhubungan seperti di atas tidak tegas, tetapi hanya dalam tekanan masing-masing. Ketiganya saling berhubungan. Tingkah laku manusia dalam arti luas adalah merupakan lapanganyang sangat kompleks yang tidak dapat diketahui dengan baik hanya dengan salah satu segi saja. Salah satu ilmu saja tidak dapat memonopoli informasi tentang tingkah laku manusia itu.


4. Apakah Psikologi Pendidikan itu?

Psikologi Pendidikan merupakan pecahan dari Psikologi. Psikologi Pendidikan adalah psikologi yang diterapkan di dalam pendidikan. Psikologi Pendidikan merupakan ilmu terapan (applied science). Psikologi Pendidikan adalah cabang dari Psikologi yang dalam penguraian dn penelitiannya lebih menekankan pada masalah pertumbuhan dan perkembangan anak, baik fisik maupun mental yang sangat erat hubungannya dengan pendidikan terutama yang mempengaruhi proses dan keberhasilan belajar.



5. Ruang Lingkup Psikologi Pendidikan

Psikologi Pendidikan merupakan ilmu yang memusatkan dirinya pada penemuan dan aplikasi prinsip-prinsip dan teknik-teknik psikologi ke dalam pendidikan. Maka ruang lingkup Psikologi Pendidikan mencakup topik-topik psikologi yang erat hubungannya dengan pendidikan.

Ruang lingkup Psikologi Pendidikan menurut Crow & Crow antara lain:

1) Pengaruh pembawaan dan lingkungan terhadap belajar

2) Sifat-sifat dari proses belajar.

3) Hubungan antara kematangan dengan kesiapan belajar.

4) Signifikansi pendidikan terhadap perbedaan-perbedaan individu dalam kecepatan dan keterbatasan belajar.

5) Perubahan-perubahan jiwa yang terjadi selama belajar.

6) Hubungan antara prosedur mengajar dengan hasil belajar.

7) Teknik-teknik yang efektif bagi penilaian kemajuan belajar.

8) Pengaruh relatif dari pendidikan formal dibandingkan pengalaman belajar yang insidental dan informal terhadap individu.

9) Nilai sikap ilmiah terhadap pendidikan bagi personil sekolah.

10) Pengaruh psikologis yang ditimbulkan oleh kondisi-kondisi sosiologis terhadap sikap para siswa.



Good and Brophy menguraikan tentang Psikologi Pendidikan menjadi 6 bagian yang terdiri dari 16 bab:

Bagian 1 : Psikologi dalam hubungannya dengan tugas guru.

Bagian 2 : Managemen kelas

- Perkembangan dan sosialisasi anak

- Kpemeimpinan dan dinamika kelompok

- Psikologi eksperimental

- Hasil-hasil penelitian majemen kelas

- Menguarngi masalah-maalah manajemen

Bagian 3 : Masalah belajar.

- Pengertian tentang belajar

- Prinsip-prinsip umum belajar

- Tipe-tipe belajar

- Perhatian dan persepsi

- Transfer dalam belajar.

- Perbedaan-perbedaan individual dalam belajar.

- Model-model dan desain intruksional

- Prinsip-prinsip pengajar.

Bagian 4 : Pertumbuhan, perkembangan dan pendidikan.

- Prinsip-prinsip perkembangan psikologis.

- Perkembangan fisik.

- perkembangan kognitif

- perkembangan personal dan sosial

- kreativitas

- sosialisasi.

- Aplikasi prinsip-prinsip perkembangan ke dalam pendidikan.

Bagian 5 : Motivasi

- Pengertian motivasi

- Perilaku Stimulus-Respon

- Teori kognitif dan motivasi

- Disonansi

- Aplikasi motivasi dalam pendidikan dan pengajaran.

Bagian 6 : Prinsip-prionsip evaluasi dan pengukuran

- Macam-macam tes

- Cara-cara menyusun tes essay dan iobyektive

- Perfomance tes

- Prosedur penilaian

- Monitoring kemajuan siswa

- Reliabilitas dan Validitas tes

- Penggunaan statistik dalam mengolah hasil tes.


BAB II

PEMBAWAAN, KETURUNAN DAN LINGKUNGAN



1. Soal Pembawaan dan Lingkungan

Ada beberapa pendapat tentang pengaruh pembawaan dan atau lingkungan terhadap perkembangan anak.

a. Aliran Nativisme

Menurut aliran ini perkembangan manusia ditentukan oleh pembawaan. Pendidikan tidak dapat mengubah sifat-sifat pembawaan. Jadi pendidikan tidak perlu (pesimisme paedagogis)

b. Aliran Empirisme

Perkembangan anak menjadi manusia dewasa ditentukan oleh lingkungannya atau pendidikan dan oleh pengalamannya. Manusia dapat dididik menjadi apasaja menurut kehendak pendidiknya (optimisme paedagogis). Kaum Behaviorisme sependapat dengan pendapat kaum Empiris itu.

c. Hukum Konvergensi

Aliran ini berpendapat bahwa perkembangan manusia ditentukan oleh pembawaan dan lingkungan. Pendapat ini dikemukakan oleh William Stern.

Tetapi perkembangan manusia bukan hanya hasil dari pembawaan dan lingkungannya. Manusia mempunyai kemampuan mengembangkan dirinya sendiri, yang sanggup memilih dan menentukan sesuatu yang mengenai dirinya dengan bebas. Aktivitas manusia itu sendiri dalam perkembangannya turut menentukan.

Kesimpulan:

Jalan perkembangan manusia sedikit banyak ditentukan oleh pembawaan yang turun menurun yang oleh aktivitas dan pemilihan manusia itu sendiri yang dilakukan dengan bebas dibawah pengaruh faktor-faktor lingkungan yang tertentu berkembang berkembang menjadi sifat-sifat.

Tiap-tiap sifat dan ciri-ciri manusia dalam perkembangannya ada yang lebih ditentukan oleh lingkungannya dan ada pula yang lebih ditentukan oleh pembawaannya.



2. Pembawaan dan Keturunan

a. Keturunan

Sifat-sifat keturunan adalah sifat-sifat atau ciri-ciri yang diwariskan atau diturunkan melalui sel-sel kelamin dari generasi yang lain. Jadi ada dua syarat:

1) persamaan sifat atau ciri-ciri.

2) ciri-ciri ini harus menurun melalui sel-sel kelamin.

Sesuatu sifat atau ciri-ciri yang terdapat pada seseorang yang merupakan keturunan itu belum pasti diterima dari orang tuanya. Tidak semua individu-individu dari suatu generasi menunjukkan sifat-sifat keturunan, dapat juga sifat-sifat ini bersembunyi selama beberapa generasi. Besarnya perbedaan antara dua individu atau lebih selalu tergantung kepada dua faktor: pembawaan keturunan dan pengaruh lingkungan.



b. Pembawaan


1) Pembawaan

Pembawaan ialah seluruh kemungkinan-kemungkinan atau kesanggupan-kesanggupan (potensi) yang terdapat pada suatu individu (yang terkandung dalam sel benih) dan yang selama masa perkembangannya benar-benar dapat diwujudkan. Potensi-potensi yang bermacam-macam itu tidak begitu saja dapat direalisasikan atau dengan begitu saja dapat menyatakan diri dalam perwujudannya. Untuk dapat diwujudkan sehingga kelihatan dengan nyata potensi-potensi tersebut harus mengalami perkembangan serta membutuhkan latihan-latihan, dan tiap-tiap potensi mempunyai masa kematangan masing-masing. Pembawaan atau bakat terkandung dalam sel benih, yaitu keseluruhan kemungkinan-kemungkinan yang ditentukan keturunan.


2) Struktur Pembawaan.

Pembawaan yang bermacam-macam itu tidak dapat kita amati dan belum dapat dilihat sebelum pembawaan itu menyatakan diri dalam perwujudannya (dari potential ability menjadi actual ability). Sifat-sifat dalam pembawaan (potensi-potensi) merupakan struktur pembawaan. Sifat-sifat dalam pembawaan tidak berdiri sendiri-sendiri yang satu terlepas dari yang lain. Sifat-sifat yang bermacam-macam dalam pembawaan itu merupakan keseluruhan yang erat hubungannya satu sama lain. Yang satu menentukan, mempengaruhi, menguatkan atau melemahkan yang lain. Manusia tidak dilahirkan membawa sifat-sifat pembawaan yang masing-masing berdiri sendiri-sendiri, melainkan struktur pembawaan. Struktur pembawaan itu menentukan apakah yang mungkin terjadi dengan seorang manusia tertentu.

Sifat-sifat pembawaan atau kesanggupan-kesanggupan yang termasuk dalam struktur pembawaan itu tidak semuanya dapat berkembang. Ada sifat-sifat yang tetap terpendam, tetap tinggal, latent atau tersembunyi, tetap tinggal sebagai kemungkinan saja, yang tidak dapat mewujudkan diri.


3) Pembawaan dan Keturunan.

Pembawaan (yang dibawa si anak sejak lahir) adalah potensi-potensi yang aktif dan pasif, yang akan terus berkembang hingga mencapai perwujudannya.

Semua yang dibawa oleh si anak sejak lahir adalah diterima karena kelahirannya, jadi memang adalah pembawaan. Tetapi pembawaan itu tidaklah semua diperoleh karena keturunan. Sebaliknya, semua yang diperoleh karena keturunan adalah dapat dikatakan pembawaan: atau lebih tepat lagi pembawaan keturunan.

Keturunan adalah sifat-sifat yang ada pada seseorang yang diwariskan (ada persamaannya dengan orang yang mewariskannya) dengan melalui sel-sel kelamin dari generasi yang satu kepada generasi yang lain yang berikutnya.


4) Pembawaan dan Bakat

Kedua istilah itu dalam psikologi sering dipakai bersama dengan maksud yang sama pula.

Tapi sebenarnya ada perbedaannya. Bakat lebih dekat pengertiannya dengan kata aptitude yang berarti “kecakapan pembawaan” yaitu yang mengenai kesanggupan-kesanggupan (potensi-potensi) yang tertentu. Sedang kata “pembawaan” mengandung arti yang lebih luas, yaitu semua sifat-sifat ciri-criri dan kesanggupan-kesanggupan yang dibawa sejak lahir termasuk juga “pembawaan keturunan”.



3. Beberapa Macam Pembawaan dan Pengaruh Keturunan

a. Beberapa macam pembawaan:

1) Pembawaan jenis

Tiap-tiap manusia biasa di waktu lahirnya telah memiliki pembawaan jenis, yaitu jenis manusia. Bentuk badan, anggota-anggota tubuh, intelijensinya, ingatannya, dan sebagainya menunjukkan ciri-ciri yang khas dan berbeda dengan jenis makhluk lainnya.

2) Pembawaan ras

Dalam jenis manusia masih terdapat lagi bermacam-macam perbedaan yaitu pembawaan keturunan mengenai ras.

3) Pembawaan jenis kelamin

Setiap manusia yang normal sejak lahir telah membawa pembawaan enis kelamin masing: laki-laki atau perempuan.

4) Pembawaan perseorangan

Tiap-tiap individu memiliki pembawaan yang bersifat individual (pembawaan perseorangan) yang tipikal.

Pembawaan keturunan sebagian besar menampakkan diri dalam sifat-sifat jasmaniah (physis) dan sebagian lagi dalam pembawaan rohaniah (psikis).

b. Macam-macam pembawaan tersebut yang paling banyak ditentukan oleh keturunan ialah pembawaan ras, pembawaan jenis dan pembawaan kelamin. Ketiga macam jenis pembawaan tersebut sedikit sekali dipengaruhi oleh lingkungan

Yang termasuk pembawaan perseorangan yang dalam pertumbuhannya banyak ditentukan oleh pembawaan keturunan antara lain:

1) Konstitusi tubuh

2) Cara bekerja alat-alat indra

3) Sifat-sifat ingatan dan kesanggupan belajar

4) Tipe-tipe perhatian, intelegensi kuotien (IQ) serta tipe-tipe intelegensi

5) Cara-cara berlangsungnya emosi –emosi yang khas: cepat atau lambatnya bereaksi terhadap sesuatu.

6) Tempo dan ritme perkembangan.



4. Lingkungan

a. Macam-macam Lingkungan

Menurut Sartain yang dimaksud lingkungan (environment) ialah semua kondisi dalam dunia ini yang dalam cara-cara tertentu mempengaruhi tingkah laku kita, pertumbuhan, perkembangan atau life processes kita kecuali gen-gen dan bahkan gen-gen dapat pula dipandang sebagai menyiapkan lingkungan (to provide environment) bagi gen yang lain.

Lingkungan kita yang aktual (yang sebenarnya hanyalah faktor-faktor dalam dunia sekeliling kita yang benar-benar mempengaruhi kita.

Sartain membangi lingkungan menjadi 3 bagian:

1) Lingkungan alam/luar (eksternal or physical environment),

2) Lingkungan dalam (internal environment), dan

3) Lingkungan sosial/masyarakat (social environment).

Lingkungan alam/luar ialah segala sesuatu yang ada dalam dunia ini yang bukan manusia.

Lingkungan dalam ialah sesuatuyang termasuk lingkungan luar/alam. Makanan yang sudah dalam perut kita dikatakan berada antara external dan internal environment . Makanan yang sudah dicerna dan diserap ke dalam pembuluh darah benar-benar termasuk ke dalam internal environment.

Lingkungan sosial ialah semua orang/manusia lain yang mempengaruhi kita. Pengaruh lingkungan sosial ada yang kita terima langsung ada yang tidak langsung. Pengaruh langsung misalnya pergaulan sehari-hari. Yasng tidak langsung misalnya radio, televisi, majalah.

Kepribadian kita adalah hasil interaksi antar gen-gen dan lingkungan sosial kita. Karena intersaksi ini maka tiap-tiap manusia unik, tiap orang memiliki kepribadian sendiri-sendiri yang berbeda-beda satu sama lain.

Jika kita hubungkan anatara pembawaan/keturunan (heredity) dan lingkungan dalam hal pengaruhnya terhadap perkembangan manusia, maka: sifat-sifat dan watak kita adalah hasil interaksi antara pembawaan (heredity) dan lingkungan kita.



b. Bagaimana Individu Berhubungan dengan Lingkungan?

Allport merumuskan kepribadian manusia sebagai berikut: “Kepribadian adalah organisasi dinamis daripada sistem psikofisik dalam individu yang turut menentukan cara-caranya yang unik (khas) dalam menyesuaikan dirinya denagn lingkungan”. Kepribadian itu menjadi kepriobnadian apabila keseluruhan sistem psikofisiknya, termasuk pembawaan, bakat, kecakapan, dan ciri-ciri kegiatannya menyatakan diri dengan khas dalam menyasuaikan dirinya dengan lingkungannya.

Cara-cara individu berhubungan dengan lingkungannya oleh Woodworth dibedakan menjadi 4 macam:

1) Individu bertentangan dengan lingkungannya,

2) Individu menggunakan lingkungannya,

3) Individu berpartisipasi dengan lingkungannya, dan

4) Individu menyesuaikan diri dengan lingkungannya.

Dalam usaha mengambangkan dirinya dan dalam interaksinya dengan lingkungan pada umumnya tiap-tiap individu menggunakan kedua cara berikut:

1) mengubah diri sesuai dengan keadaan lingkungan (penyesuaian autoplastis),

2) mengubah lingkungan sesuai dengan keadaan (keinginan) diri (penyesuaian diri alloplastis).




BAB III

MENGAPA MANUSIA BERINTEGRASI DENGAN DUNIA LUAR



Mengapa manusia sebagai individu membutuhkan dan berintegrasi dengan dunia luar/lingkungan? Bagaimana cara manusia itu melakukan interaksi itu?



1. Tenaga-tenaga Pendorong pada Manusia

Daya-daya yang mendorong manusia dari dalam untuk melakukan interaksi dengan dunia luar agar dapat melangsungkan dan mengembangkan hidupnya disebut dorongan nafsu (driften). Yang dimaksud dorongan nafsu ialah: kekuatan pendorong maju yang memaksa dan mengejar kepuasan dengan jalan mencari, mencapai sesuatu yang berupa benda-benda ataupun nilai-nilai tertentu. Dorongan nafsu adalah bentuk penjelmaan hidup tertentu.

Dorongan nafsu itu dapat dibagi menjadi tiga golongan:

a. Dorongan nafsu mempertahankan diri: mencari makanan jika ia lapar, menghindarkan diri dari bahaya, dan sebagainya.

b. Dorongan nafsu mengembangkan diri: dorongan ingin tahu, melatih dan mempelajari sesuatu yang belum diketahui. Dorongan ini yang menjadikan kebudayaan manusia semakin maju dan tinggi.

c. Dorongan nafsu mempertahankan jenis: menjaga agar jenisnya atau keturunannya tetap berkembang dan hidup. Dorongan ini terjelma dalam adanya perjodohan, serta memelihara dan mendidik anak-anak.

Ada pula yang membagi dorongan nafsu menjadi empat macam sebagai berikut:

a. dorongan nafsu vital (hayati),

b. dorongan nafsu egois,

c. dorongan nafsu sosial, dan

d. dorongan nafsu supra sosial.

Keempat nafsu tersebut tidak berdiri sendiri-sendiri melainkan satu sama lain berhubungan erat dan satu sama lain saling pengaruh mempengaruhi dalam manusia sebagai individu yang bulat.

a. Dorongan nafsu vital: daya pendorong dalam diri manusia yang diarahkan pada tercapainya nilai-nilai atau benda-benda yang berfaedah bagi organisme (jasad).

b. Dorongan nafsu egois: nafsu ini mendorong manusia kepada penghayatan akan kepercayaan kepada diri sendiri, menghargai diri, kemerdekaan batin dan perasaan tanggung jawab. Hidup dorongan nafsu egois ini berhasrat mempertinggi aku, artinya tertuju kepada perkembangan dan kesempurnaan diri.

c. Dorongan nafsu sosial: nafsu ini menyatakan akan kebutuhan sosial/pergaulan di dalam hidup bersama, penyesuaian diri dengan dan pengabdian diri kepada masyarakat. Hidup dorongan nafsu sosial ini mendorong manusia berkumpul dan mengadakan kontak dengan manusia lain, berupa persahabatan, perkawinan, dan sebagainya yang memungkinkan hidup bermasyarakat. Hasrat untuk menyempuirnakan diri (hidup nafsu egois) dan untuk menyerahkan diri (hidup nafsu sosial) tidak terpisah-pisah pada “manusia sebagai manusia”.

d. Dorongan nafsu supra sosial: dorongan nafsu ini diarahkan kepada penghayatan atas perhubungan dengan Yang Mahakuasa, sebagai asal segala yang ada.



Yang menjadi dasar pembagian menjadi empat macam dorongan nafsu itu adalah nilai-nilai atau benda-benda yang hendak dicapai (harus dicapai agar dapat berkembang kemanusiaannya) yaitu:

a. Apa yang dibutuhkan manusia guna mempertahankan dan mengembangkan jasadnya: nilai-nilai vital (hayati).

b. Apa yang dibutuhkan manusia untuk dapat hidup “sebagai manusia”: segala nilai-nilai yang dibutuhkan dan mengembangkan aku sebagai manusia (sebagai individu).

c. Apa yang dibutuhkan manusia untuk dapat hidup “sebagai manusia”: segala nilai-nilai untuk mempertahankan mengembangkan aku sebagai makhluk sosial.

d. Apa yang dibutuhkan manusia untuk dapat hidup “sebagai manusia”: segala nilai-nilai yang mengembangkan dan mempertahakan manusia sebagai makhluk yang diciptakan oleh Tuhan.



2. Daya-daya/alat-alat Interaksi Manusia dengan Dunia Luar.

Manusia mengadakan interaksi dengan dunia luar dengan menggunakan berbagai daya-daya jiwa. Daya-daya yang terpenting antara lain: pengamatan, tanggapan, ingatan, fantasi, beroikir, perasaan dan kemauan.

a. Pengamatan

Pengamatan adalah suatu daya jiwa untuk memasukkan kesan-kesan dari luar melalui/dengan menggunakan alat dria. Pengamatan merupakan dasar bagi setiap pengalaman dan pengetahuan seseorang. Fungsi pengamatan ini disebut fungsi reseptif (menerima) dan berlaku pada masa sekarang. Ada empat faktor yang memungkinkan terjadinya suatu pengamatan: perangsang (stimulus – benda yang diamati), alat dria – otak – dan perhatian. Pengamatan selalu terikat oleh waktu dan tempat, dan berlangsung di waktu sekarang. Pengamatan menghasilkan gambaran-gambaran jiwa yang disebut kesan-kesan yang berupa tanggapan atau pengertian. Kesan-kesan inilah yang kemudian menjadikan pengalaman-pengalaman dan pengetahuan yang dimiliki seseorang.

Hasil pengamatan masing-masing individu meskipun perangsangnya sama hasilnya serta kesan-kesan yang diterimanya tidak sama benar. Hal ini disebabkan karena bahan-bahan apersepsi dan proses pengolahannya berbeda-beda setiap individu, serta daya-daya psikis yang lain yang menyertai aktivitas pengamatan itu intensitasnya tidak sama.



b. Ingatan

Kesan-kesan yang tertinggal dari pengamatan di dalam diri manusia yang berupa tangggapan-tanggapan maupun pengertian disimpan untuk sewaktu-waktu dikeluarkan lagi. Daya untuk menyimpan dan mengeluarkan kesan-kesan itu disebut daya ingatan. Fungsi ingatan tidak terikat oleh waktu dan tempat serta berhubungan dengan waktu lampau. Sifat-sifat ingatan pada tiap-tiap orang berbeda-beda.



c. Fantasi

Fantasi ialah daya jiwa untuk menciptakan tanggapan-tanggapan atau kesan-kesan baru dengan bantuan tanggapan-tanggapan yang sudah ada. Dalam berfungsinya daya fantasi menyertai daya pengamatan dan daya berpikir manusia.

Di dalam penyertaan terhadap p[engamatan, fantasi kadang-kaddang membantu diperolehnya hasil pengamtaan yang baik, tetapi kadang-kadang juga merusak/mengacaukan proses dan hasil pengamatan. Demikian juga terhadap berpikir.



Faedah fantasi:

1) Untuk menerima, menambah dan memajukan ilmu pengetahuan.

2) Untuk menciptakan kesenian dan terknik.

3) Untuk membentuk watak dan pribadi yang baik.

4) Memungkinkan kita menghidarkan diri dari kesusahan dan kesulitan hidup, menimbulkan cita-cita dan perasaan yang luhur. Dengan adanya fantasi kebudayaan manusia makin berkembang maju dan tinggi.

Keburukan fantasi:

1) Dapat menyebabkan orang meninggalkan realitas.

2) Dapat menimbulkan pikiran dan perasaan yang rendah, yang bersifat asusila dan asosial.

3) Dapat menimbulkan perasaan takut dan takhayul yang merugikan diri seseorang.

Fantasi penting dan perlu dikembangkan asal ke arah yang baik dan berguna.



e. Perasaan

Perasaan adalah gema psikis yang biasanya selalu menyertai setiap pengalaman dan setiap daya-daya psikis yang lain seperti: pengamatan, ingatan, fantasi, kemauan, berpikir. Perasaan biasanya berwujud senang atau tidak senang, gembira atau sedioh, simpati atau antipati, suka atau benci, dan lain-lain.

Intensitas perasaan: kuat lemahnya perasaan yang dihayati seseorang. Intensitas perasaan juga berubah-ubah, kadang kuat kadang lemah. Hal ini tergantung/dipengaruhi oleh keadaan jasmani dan rohani dan bagaimana situasi yang dihadapi. Jika suatu perasaan pada seseorang menjadi sangat kuat dan timbulnya hanya sebentar dan biasanya disertai oleh gejala-gejala jasmaniah yang hebat pula disebut afek.



Wundt mebedakan afek menjadi tiga golongan:

1) Afek yang disertai perasaan senang atau tidak senang.

2) Afek yang menggiatkan atau melemahkan daya-daya jiwa.

3) Afek yang penuh dengan ketegangan jiwa dan kebalikannya.

Kant membedakan sebagai berikut:

1) Afek stenis ialah yang dapat menimbulkan kekuatan dan menghebatkan perbuatan seseorang.

2) Afek astenis yang membawa perasaankehilangan kekuatan pada diri seseroang.



Jenis-jenis Perasaan

Semua perasaan itu selalu bersangkut paut satu sama lain. Semua aktivitas manusia termasuk aktivitas merasakan adalah merupakan aktivitas jasmani-rohani sekaligus.


1) Perasaan intelek: ialah perasaan-perasaan yang kita hayati bila kita memperoleh pengetahuan tetntang sesuatu. Perasaan ini mendorong manusia untuk memperoleh pengetahuan.

2) Perasaan estetis: ialah perasaan yang kita hayati di waktu kita berpendapat bahwa sesuatu itu bagus atau jelek, indah atau tidak. Sesuatu norma/ukuran yang ada pada diri seseorang untuk menilai sesuatu itu bagus atau jelek (indah atau tidak) disebut cita rasa. Cita rasa tiap-tiap orang tidak sama, ini dipengaruhi pembawaan dan pengaruh lingkungan.

3) Perasaan etis (kesusilaan): ialah perasaan yang kita hayati di waktu kita menilai seuatu itu baik atau buruk, dalam arti susila. Norma atau ukuran untuk menilai baik buruknya sesuatu disebut kata hati. Dalam menilai sesuatu orang menggunakan intelek/pikirannya.

4) Perasaan sosial (kemasyarakatan): ialah perasaan yang menyertai pendapat seseorang tentang orang lain dan pengalaman-pengalaman seseorang dengan orang lain. Perasaan sosial ada yang positif ada yang negatif. Sifat seseorang yang selalu mementingkan diri sendiri disebut egois. Orang yang banyak pengabdiannya kepada masyarakat disebut altruis.

5) Perasaan religius (keagamaan): ialah perasaan yang kita hayati di waktu kita merasa bersatu dengan alam semesta sedang menghadap ke hadirat Tuhan Yang Masha Esa seperti di waktu kita sembahyang.

6) Perasaan harga diri: ialah perasaan yang kita hayati di waktu kita menilai tinggi rendahnya diri kita terhadap orang lain di dalam pergaulan sehari-hari.

Perasaan harga diri positif yang berlebihan disebut superior, dapat menjadikan orang itu sombong atau takabur. Perasaan harga diri negatif yang berlebihan disebut inferior, dapat menjadikan orang mempunyai harga diri kurang (minder waardigheids gevoel).

Bermacam-macam perasaan tersebut sangat erat hubungannya satu sama lain.