BERANDA

Selasa, 29 Mei 2012

GETARAN ENERGI

Getaran Energi
Getaran energi terasa bersentuhan atau menerpa tubuh Anda. Energi bisa terasa lembut dan halus, bisa pula terasa kuat terasa menusuk. Namun semua itu tidak dapat dijadikan patokan apakah suatu energi bersifat positif atau negatif. Namun ada kunci sederhana, jika energi datangnya dari samping tubuh, dari belakang, dari atas atau dari bawah justru energi itu bersifat positif artinya baik untuk diri kita. Tetapi jika energi itu menerpa dari arah depan Anda, biasanya energi negatif, atau buruk untuk diri kita. Seperti halnya karakter santet, tenung, guna-guna, meskipun saat mendekat bisa saja datang dari belakang rumah, samping, atau pun dari atas rumah. Tetapi pada saat serangan merasuk ke dalam tubuh selalu melalui arah depan tubuh korban. Bagi yang memiliki tingkat kepekaan yang cukup sensitif, getaran energi mudah dirasakan dan dibedakan dari mana sumbernya dan berasal dari sebangsa apa. Apakah tergolong energi alam (natural energy), energi leluhur (supernatural energy), atau berasal dari energi lêlêmbut, jim priprayangan (khodam atau préwangan). Atau malah berasal dari inner power (tenaga dalam) seseorang yang berada tidak jauh dari mana Anda berdiri. Semakin intens berlatih Anda akan semakin mudah membedakan dari mana suatu energi berasal. Tulisan ini bermaksud mempermudah Anda untuk belajar mengembangkan kepekaan dan kemampuan mendeteksi suatu energi metafisis.

Sabtu, 09 April 2011

TAWAKAL KEPADA ALLAH SWT

Tawakal kepada Allah ________________________________________ Katakanlah: "Dia-lah Allah Yang Maha Penyayang, kami beriman kepada-Nya dan kepada-Nya-lah kami bertawakkal. Kelak kamu akan mengetahui siapakah dia yang berada dalam kesesatan yang nyata". (Qs Al Mulk: 29) Kaum muslimin yang dirahmati Allah, mari kita merenung sejenak peristiwa hari-hari belakangan ini negeri kita terus dyimpa berbagai bencana. Kita disibuk dengan berbagai ancaman bencana seperti puting beliau, gelombang pasang, tanah longsor banjir, meletusnya gunung berapi, serta berbagai bencana yang susul menyusul. Suasana penuh kekuatiran menyelimuti disekitar kita, ditambah lagi dengan isu-isu tambahan yang cukup mencekam. Jika ada manusia yang kurang iman maka disinilah peluang setan membelokan keyakinan. Setan berbisik bencana dapat dicegah dengan janur kuning atau benda-benda yang ditanam di depan rumah. Atau adakan berbagai kegiatan ssajian sekaligus sebagai sarana untuk memohon kepaa Allah Swt. Anehnya, banyak orang yang mengaku beriman yang berikrara dengan kalimah syahadat ikut serta melakukannya, pada hal ini perbuatan syirik yang tidak dapat Di dalam Qur’an iman dan tawakkal selalu disebutkan secara berpasangan seperti ayat diatas “kami beriman kepada-Nya dan kepadaNyalah kami bertawakal” Bertawakkal salah satu tanda bagi Muslim yang kuat dalam keimanannya. Dia meyakini setiap peristiwa adalah kehendak Allah dan sekaligus memenuhi hak Tuhan nya, dan berupaya mengatasi kesulitan hidupnya dan menyerahkan hasilnya sebagaimana yang dikehendaki Allah. Sebab Allah Swt lebih mengetahui kebaikan dan manfaatnya setiap peristiwa/musibah yang ditimpakan. Tawakkal kepada Allah berdampak luas bagi kehidupan seorang Muslim. Ia akan senantiasa diliputi ketenangan, keamanan dan kelapangan. Terbebas dari dampak kehidupan sosial, seperti kegelisahan, ketergesaan. Alam pikirnya senantiasa tenang serta roman mukanya memancarkan kedamaian dan kebahagiaan. Dengan bersandar hanya kepada Allah, ia memiliki keyakinan bahwa Dialah yang mencegah segala bencana dan mara bahaya, karena dia menjadi Wakilnya. Allah Swt berfirman : "Barangsiapa bertawakkal kepada Allah, maka dia akan mencukupinya". (Qs Ath Thalaaq: 3) Sebagai lambang orang beriman yang bertawakkal kepada Tuhan, mereka senatiasa mengekpresikan ketaatan mereka dengan jelas dan terang. Dari dalam hati mereka mengatakan,Cukuplah bagi kami Allah sebaik-baik wakil . Kisah para nabi dapat menjadi pelajaran bagi kita bahwa dengan tawakal yang benar Allah akan menolongnya. Nabi Ibrahim ketika akan dibakar oleh kaumnya dia bertawakal kepada Allah dengan ikhlas dan menyebut Cukuplah bagi kami Allah sebaik-baik wakil, kemudian api menjadi dingin dan ia selamat. Hal demikian juga dialami oleh nabi Muhammad Saw beserta orang-orang beriman saat mereka menghadapi ancaman musuh, orang-orang musyrik dan menyebut. Cukuplah bagi kami Allah sebaik-baik wakil, Peristiwa tersebut direkam dalam Al Qur’an, Allah Swt berfirman : (Yaitu) orang-orang yang menta’ati perintah Allah dan Rasul-Nya sesudah mereka mendapat luka (dalam peperangan Uhud). Bagi orang-orang yang berbuat kebaikan di antara mereka dan yang bertakwa ada pahala yang besar. Maka mereka kembali dengan ni`mat dan karunia (yang besar) dari Allah, mereka tidak mendapat bencana apa-apa, mereka mengikuti keridhaan Allah. Dan Allah mempunyai karunia yang besar (QS Ali Imran 173-174) Arti bertawakkal kepada Allah yaitu senantiasa memohon pertolongan Nya atas penguatan iman untuk mendapatkan kemenangan dan kemuliaan. Dimana dia hanya menyerahkan diri serta memohon kepada Allah. Tidak memohon kepada selain-Nya dan hanya takut kepada-Nya. Untuk pengawasan serta penjagaan dirinya, ia bersandar hanya kepada Allah Swt, sebab Dia Yang Maha Kuasa. Iapun menyandarkan keamanan serta keselamatan hanya kepada Nya. Bagaimanapun seseorang tidak akan mendapat musibah kecuali sudah ditetapkan Allah. Iapun tidak dapat menggapai suatu manfaat kecuali yang telah ditetapkan-Nya. Jika seorang mukmin yang bertawakkal maka ketika musibah datang dia meyakini bahwa musibah adalah bagian dari takdir yang tidak dapat ditolak dan tak dapat digapai. Rasulullah memberi tununan tentang ketetapan Allah, beliau bersabda , “Ingatlah Allah, maka engkau akan menemukan Dia di depanmu. Kenali Allah pada waktu suka, niscaya Dia akan mengenalimu pada waktu engkau dalam kesulitan. Dan ketahuilah bahwa sesuatu yang terlepas darimu itu tidak akan pernah mengenaimu, dan sesuatu mengenaimu tidak akan terlepas darimu. Ketahuilah bahwa kemenangan itu bersama kesabaran dan bahwa kemudahan itu bersama kesulitan dan kerumitan bersama kelapangan." Tawakkal bukan berarti diam tanpa usaha, tawakkal sejati adalah jika seseorang melakukan upaya dengan penuh kesungguhan. Lantas menyerahkan semua perkaranya kepada Allah Swt. Dalam suatu kisah, seorang lelaki datang kepada Rasulullah Saw, dan hendak membiarkan untanya di depan pintu masjid tanpa mengikatnya, lantas bertanya, Wahai Rasulullah, apakah saya mesti mengikatnya lantas bertawakal ataukah membiarkannya dan bertawakal. Nabi Saw menjawab, “Ikatlah unta itu lantas bertawkakal". (HR Tarmidzi). Untuk keselamatan kita semua ikuti anjuran hadits ini. Dari Abu Darda, Nabi saw bersabda, ia berkata. Barangsiapa berkata setiap hari ketika memasuki waktu pagi dan waktu sore : Hasbiyallahu la ilahaa illa huwa alaihi tawakkaltu wa huwa rabbul ‘arsyil adzhiim. (Cukuplah Allah bagiku, tiada Tuhan selain Dia. Hanya kepadaNya aku bertawakal, dan Dia adalah Tuhan yang memiliki arasy yang Agung). 7X Insya Allah akan mencukupinya dalam hal-hal yang menyulitkan baik urusan dunia dan akhirat. Tawakkal adalah sikap hidup muslim yang mempunyai dampak positip dalam kehidupannya sehari-hari ia tidak pernah takut dan gentar menghadap situasi apapun dimanapun. Itulah anda dan saya yang telah berikrar:“Tiada Tuhan Selain Allah an Muhammad itu Rasul Allah” sdn2borokulon.wordpress.com

Kamis, 02 September 2010

PENDIDIKAN KECAKAPAN HIDUP

1. Latar Belakang


Penyusunan kurikulum pada tingkat satuan pendidikan jenjang pendidikan dasar dan menengah berpedoman pada panduan yang disusun oleh BSNP (Pasal 16 ayat 1). Lebih lanjut dalam PP nomor 19 tahun 2005 Pasal 13 ayat (1) dinyatakan bahwa “kurikulum untuk SMP/MTs/SMPLB atau bentuk lain yang sederajat, SMA/MA/SMALB atau bentuk lain yang sederajat, SMK/MAK atau bentuk lain yang sederajat dapat memasukkan pendidikan kecakapan hidup”. Ayat (2) pendidikan kecakapan hidup sebagaimana dimaksudkan pada ayat (1) mencakup kecakapan personal (pribadi), kecakapan sosial, kecakapan akademik, dan kecakapan vokasional. Sementara dalam panduan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan yang dikeluarkan oleh BSNP, kurikulum untuk SD/MI/SDLB, SMP/MTs/SMPLB, SMA/MA/SMALB, SMK/SMAK dapat memasukkan pendidikan kecakapan hidup. Atas dasar itu, baik sekolah formal maupun non-formal memiliki kepentingan untuk mengembangkan pembelajaran berorientasi kecakapan hidup.

Tyler (1947) dan Taba (1962) misalnya, mengemukakan bahwa kecakapan hidup merupakan salah satu fokus analisis dalam pengembangan kurikulum pendidikan yang menekankan pada kecakapan hidup dan bekerja.

Pengembangan kecakapan hidup itu mengedepankan aspek-aspek berikut: (1) kemampuan yang relevan untuk dikuasai peserta didik, (2) materi pembelajaran sesuai dengan tingkat perkembangan peserta didik, (3) kegiatan pembelajaran dan kegiatan peserta didik untuk mencapai kompetensi, (4) fasilitas, alat dan sumber belajar yang memadai, dan (5) kemampuan-kemampuan yang dapat diterapkan dalam kehidupan peserta didik. Kecakapan hidup akan memiliki makna yang luas apabila kegiatan pembelajaran yang dirancang memberikan dampak positif bagi peserta didik dalam membantu memecahkan problematika kehidupannya, serta mengatasi problematika hidup dan kehidupan yang dihadapi secara proaktif dan reaktif guna menemukan solusi dari permasalahannya.

2. Pengertian

Banyak pendapat dan literatur yang mengemukakan bahwa pengertian kecakapan hidup bukan sekedar keterampilan untuk bekerja (vokasional) tetapi memiliki makna yang lebih luas. WHO (1997) mendefinisikan bahwa kecakapan hidup sebagai keterampilan atau kemampuan untuk dapat beradaptasi dan berperilaku positif, yang memungkinkan seseorang mampu menghadapi berbagai tuntutan dan tantangan dalam kehidupan secara lebih efektif.

Kecakapan hidup mencakup lima jenis, yaitu: (1) kecakapan mengenal diri, (2) kecakapan berpikir, (3) kecakapan sosial, (4) kecakapan akademik, dan (5) kecakapan kejuruan.

Barrie Hopson dan Scally (1981) mengemukakan bahwa kecakapan hidup merupakan pengembangan diri untuk bertahan hidup, tumbuh, dan berkembang, memiliki kemampuan untuk berkomunikasi dan berhubungan baik secara individu, kelompok maupun melalui sistem dalam menghadapi situasi tertentu. Sementara Brolin (1989) mengartikan lebih sederhana yaitu bahwa kecakapan hidup merupakan interaksi dari berbagai pengetahuan dan kecakapan sehingga seseorang mampu hidup mandiri.

Pengertian kecakapan hidup tidak semata-mata memiliki kemampuan tertentu (vocational job), namun juga memiliki kemampuan dasar pendukung secara fungsional seperti: membaca, menulis, dan berhitung, merumuskan dan memecahkan masalah, mengelola sumber daya, bekerja dalam kelompok, dan menggunakan teknologi (Dikdasmen, 2002).

Dari pengertian di atas, dapat diartikan bahwa pendidikan kecakapan hidup merupakan kecakapan-kecakapan yang secara praktis dapat membekali peserta didik dalam mengatasi berbagai macam persoalan hidup dan kehidupan. Kecakapan itu menyangkut aspek pengetahuan, sikap yang didalamnya termasuk fisik dan mental, serta kecakapan kejuruan yang berkaitan dengan pengembangan akhlak peserta didik sehingga mampu menghadapi tuntutan dan tantangan hidup dalam kehidupan. Pendidikan kecakapan hidup dapat dilakukan melalui kegiatan intra/ekstrakurikuler untuk mengembangkan potensi peserta didik sesuai dengan karakteristik, emosional, dan spiritual dalam prospek pengembangan diri, yang materinya menyatu pada sejumlah mata pelajaran yang ada.

Pendidikan kecakapan hidup bukan sebagai mata pelajaran melainkan bagian dari materi pendidikan yang terintegrasi dalam mata pelajaran. Perangkat pembelajaran untuk semua jenis baik mata pelajaran maupun jenjang pendidikan yang mengintegrasikan kecakapan hidup, dirancang/disusun secara kontekstual

Penentuan isi dan bahan pelajaran kecakapan hidup dikaitkan dengan keadaan dan kebutuhan lingkungan agar peserta didik mengenal dan memiliki bekal dalam menjalankan kehidupan dikemudian hari. Isi dan bahan pelajaran tersebut menyatu dalam mata pelajaran yang terintegrasi sehingga secara struktur tidak berdiri sendiri.

3. Konsep

Menurut konsepnya, kecakapan hidup dapat dibagi menjadi dua jenis utama, yaitu:

a. Kecakapan hidup generik (generic life skill/GLS), dan

b. Kecakapan hidup spesifik (specific life skill/SLS).

Masing-masing jenis kecakapan itu dapat dibagi menjadi sub kecakapan. Kecakapan hidup generik terdiri atas kecakapan personal (personal skill), dan kecakapan sosial (social skill). Kecakapan personal mencakup kecakapan dalam memahami diri (self awareness skill) dan kecakapan berpikir (thinking skill).

Kecakapan mengenal diri pada dasarnya merupakan penghayatan diri sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa, sebagai anggota masyarakat dan warga negara, serta menyadari dan mensyukuri kelebihan dan kekurangan yang dimiliki sekaligus sebagai modal dalam meningkatkan dirinya sebagai individu yang bermanfaat bagi lingkungannya. Kecapakan berpikir mencakup antara lain kecakapan mengenali dan menemukan informasi, mengolah, dan mengambil keputusan, serta memecahkan masalah secara kreatif. Sedangkan dalam kecakapan sosial mencakup kecakapan berkomunikasi (communication skill) dan kecakapan bekerjasama (collaboration skill).

Kecakapan hidup spesifik adalah kecakapan untuk menghadapi pekerjaan atau keadaan tertentu. Kecakapan ini terdiri dari kecakapan akademik (academic skill) atau kecakapan intelektual, dan kecakapan vokasional (vocational skill). Kecakapan akademik terkait dengan bidang pekerjaan yang lebih memerlukan pemikiran atau kerja intelektual. Kecakapan vokasional terkait dengan bidang pekerjaan yang lebih memerlukan keterampilan motorik. Kecakapan vokasional terbagi atas kecakapan vokasional dasar (basic vocational skill) dan kecakapan vokasional khusus (occupational skill).

Menurut konsep di atas, kecakapan hidup adalah kemampuan dan keberanian untuk menghadapi problema kehidupan, kemudian secara proaktif dan kreatif mencari dan menemukan solusi untuk mengatasinya. Pendidikan berorientasi kecakapan hidup bagi peserta didik adalah sebagai bekal dalam menghadapi dan memecahkan problema hidup dan kehidupan, baik sebagai pribadi yang mandiri, warga masyarakat, maupun sebagai warga negara. Apabila hal ini dapat dicapai, maka ketergantungan terhadap ketersediaan lapangan pekerjaan, yang berakibat pada meningkatnya angka pengangguran, dapat diturunkan, yang berarti produktivitas nasional akan meningkat secara bertahap.

Aspek dasar yang harus dimiliki peserta didik pada jenjang pendidikan TK/SD/SMP adalah kecakapan personal dan sosial yang sering disebut sebagai kecakapan generik (generic life skill). Proses pembelajaran dengan pembenahan aspek personal dan sosial merupakan prasyarat yang harus diupayakan berlangsung pada jenjang ini. Peserta didik pada usia TK/SD/SMP tidak hanya membutuhkan kecakapan membaca-membaca-berhitung, melainkan juga butuh suatu kecakapan lain yang mengajaknya untuk cakap bernalar dan memahami kehidupan secara arif, sehingga pada masanya peserta didik dapat berkembang, kreatif, produktif, kritis, jujur untuk menjadi manusia-manusia yang unggul dan pekerja keras. Pendidikan kecakapan hidup pada jenjang ini lebih menekankan kepada pembelajaran akhlak sebagai dasar pembentukan nilai-nilai dasar kebajikan (basic goodness), seperti: kejujuran, kebaikan, kepatuhan, keadilan, etos kerja, kepahlawanan, menjaga kebersihan diri dan lingkungan, serta kemampuan bersosialisasi.

4. Tujuan

Tujuan dari pendidikan kecakapan hidup terdiri atas, tujuan umum dan tujuan khusus. Secara umum pendidikan kecakapan hidup bertujuan memfungsikan pendidikan sesuai dengan fitrahnya, yaitu mengembangkan potensi peserta didik dalam menghadapi perannya di masa mendatang. Secara khusus bertujuan untuk:

a. mengaktualisasikan potensi peserta didik sehingga dapat digunakan untu memecahkan problema yang dihadapi, misalnya: masalah narkoba, lingkungan sosial, dsb

b. memberikan wawasan yang luas mengenai pengembangan karir peserta didik

c. memberikan bekal dengan latihan dasar tentang nilai-nilai yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari

d. memberikan kesempatan kepada sekolah untuk mengembangkan pembelajaran yang fleksibel dan kontekstual

e. mengoptimalkan pemanfaatan sumberdaya di lingkungan sekolah, dengan memberi peluang pemanfaatan sumberdaya yang ada di masyarakat sesuai dengan prinsip manajemen berbasis sekolah

5. Prinsip-prinsip Pendidikan Kecakapan Hidup

Pada intinya pendidikan kecakapan hidup membantu peserta didik dalam mengembangkan kemampuan belajar, menyadari dan mensyukuri potensi diri untuk dikembangkan dan diamalkan, berani menghadapi problema kehidupan, serta memecahkannya secara kreatif. Pendidikan kecakapan hidup bukanlah mata pelajaran, sehingga dalam pelaksanaannya tidak perlu merubah kurikulum dan menciptakan mata pelajaran baru.

Yang diperlukan disini adalah mereorientasi pendidikan dari mata pelajaran ke orientasi pendidikan kecakapan hidup melalui pengintegrasian

kegiatan-kegiatan yang pada prinsipnya membekali peserta didik terhadap kemampuan-kemampuan tertentu agar dapat diterapkan dalam kehidupan keseharian peserta didik. Pemahaman ini memberikan arti bahwa mata pelajaran dipahami sebagai alat dan bukan tujuan untuk mengembangkan kecakapan hidup yang nantinya akan digunakan oleh peserta didik dalam menghadapi kehidupan nyata.

Prinsip-prinsip pelaksanaan pendidikan kecakapan hidup sebagai berikut:

a. Tidak mengubah sistem pendidikan yang berlaku

b. Tidak mengubah kurikulum yang berlaku

c. Pembelajaran menggunakan prinsip empat pilar, yaitu: belajar untuk tahu, belajar menjadi diri sendiri, belajar untuk melakukan, dan belajar untuk mencapai kehidupan bersama

d. Belajar konstekstual (mengkaitkan dengan kehidupan nyata) dengan menggunakan potensi lingkungan sekitar sebagai wahana pendidikan

e. Mengarah kepada tercapainya hidup sehat dan berkualitas, memperluas wawasan dan pengetahuan, dan memiliki akses untuk memenuhi standar hidup secara layak.

Keempat dimensi kecakapan hidup secara berkelanjutan harus dimiliki oleh peserta didik sejak TK hingga sekolah menengah, dan bahkan perguruan tinggi sekalipun. Akan tetapi dalam praktik pengembangannya, penekanan pendidikan kecakapan hidup tetap mempertimbangkan tingkat perkembangan peserta didik sesuai dengan jenis dan jenjang pendidikan. Kecakapan hidup pada TK dan sekolah dasar (SD) berbeda dengan sekolah menengah pertama (SMP), demikian pula kecakapan hidup pada sekolah menengah pertama berbeda dengan sekolah menengah atas (SMA), bergantung kepada tingkat perkembagan psikologis dan fisiologis peserta didik.

Penekanan pembelajaran kecakapan hidup pada masing-masing jenjang dapat digambarkan sebagai berikut:



a. Pada jenjang TK/SD/SMP, porsi kecakapan hidup sangat besar dan porsi substansi mata pelajaran masih kecil.

b. Sedangkan pada jenjang SMA, porsi kecakapan hidup makin berkurang dan substansi mata pelajaran semakin bertambah.

c. Begitu pula pada jenjang S1 dan S2, porsi kecakapan hidup semakin berkurang karena porsi akademik semakin besar.





Diagram 3: Dominasi Pendidikan Kecakapan Hidup

6. Pendidikan Kecakapan Hidup dan Standar Isi

Pendidikan kecakapan hidup sudah menjadi suatu kebijakan seiring dengan berlakunya Standar Isi dan Standar Kompetensi Lulusan. Standar isi dan standar kompetensi lulusan tersebut menjadi acuan daerah/sekolah dalam mengembangkan kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) pada masing-masing jenjang pendidikan. Oleh karena itu, pengembangan kecakapan hidup dengan sendirinya harus mengacu kepada standar-standar yang telah ditetapkan pemerintah. Standar isi dan standar kompetensi lulusan merupakan salah satu bagian dari Standar Nasional Pendidikan.

Muatan wajib yang harus ada dalam kurikulum adalah: pendidikan agama; pendidikan kewarganegaraan; bahasa; matematika; ilmu pengetahuan alam; ilmu pengetahuan sosial; seni dan budaya; pendidikan jasmani, olahraga, dan kesehatan; keterampilan/kejuruan; muatan lokal; dan pengembangan diri. Masing-masing muatan memiliki tujuan pendidikan yang berbeda dan berpeluang untuk memasukkan kecakapan hidup secara terintegratif. Berikut ini disajikan format tabel analisis untuk mengintegrasikan kecakapan hidup dalam materi muatan wajib yang mengacu pada tujuan pendidikan.

7. Pelaksanaan Pendidikan Kecakapan Hidup


Pelaksanaan pendidikan kecakapan hidup terintegrasi dengan beragam mata pelajaran yang ada di semua jenis dan jenjang pendidikan. Misalnya pada mata pelajaran Matematika yang mengintegrasikan pendidikan kecakapan hidup di dalamnya, selain mengajarkan peserta didik agar pandai matematika, juga pandai memanfaatkannya dalam kehidupan sehari-hari, seperti: membaca data, menganalisis data, membuat kesimpulan, mempelajari ilmu lain, dan sebagainya.


Rabu, 16 Juni 2010

SUMBER POKOK AJARAN ISLAM


A. Sejarah Turunnya Wahyu & Kodifikasinya


Jadi pada saat itu Al-Qur’an diturunkan pada tanggal 17 Ramadhon atau bertepatan pada tanggal 8 Agustus 610 Masehi kepada nabiMuhammad ketika beliau telah berusia 41 tahun di gua Hiro. Adapun wahyu yang diturunkan saat itu ialah surat Al-Alaq ayat 1-5. Didalam Al-Qur’an terdapat 30 juz 114 surat dan 6.666 ayat.

Nabi Muhammad. Saw dalam hal menerima wahyu mengalami bermacam -macam cara dan keadaan, di antaranya:

1. Malaikat memasukan wahyu itu kedalam hatinya. Dalam hal ini Nabi Muhammad SAW tidak melihat sesuatu apapun, hanya beliau merasa bahwa itu sudah berada saja dalam kalbunya .Mengenai hal ini Nabi mengatakan : “Ruhul qudus mewahyukan dalam kalbuku .” terdapat dalam QS. Asy : Syuuraa ayat 51

2. Malaikat menampakan dirinya kepada Nabi berupa seorang laki-lakiyang mengucapkan kata-kata kepadanya sehingga beliaumengetahui danhafal benar akan kata-kata itu .

3. Wahyu datang kepdanya seperti gemerincinya lonceng. Cara inilahYang amat beratdirasakan oleh Nabi.Kadang-kadang pada keningnya ber-Cucuran keringat, meskipun turunnya wahyu itu di musim dingin. Kadang-kadang unta beliau terpaksa berhenti dan duduk karena terpaksa amat berat ,bila wahyu itu turun ketika beliau sedang mengedarai unta . Diriwayatkan oleh zaid bin Tsabit : “Aku adalah penulis wahyu yang diturunkan kepada rosululloh, aku lihat rosululloh ketika turunnya wahyu ini seakan-akan diserang oleh demam yang keraas dan keringaaatnya bercucuran seperti permata. kemudian setelah selesai turunnya wahyu barulah beliau kembali seperti biasa. “

4. Malaikat menampakan dirinya pada nabi, tidak berupa seorang laki-laki seperti keadaan nomor dua tapi benar-benar seperti rupanya yang asli . Hal ini terdapat dalam Q.S An-Najm : 13 dan 14 yang artinya “ Sesungguhnya Muhammad telah melihatnya pada kali yang lain ( kedua ) . Ketika ( Ia barada ) di Sidrotul Muntaha . “



B. Hikmah diturunkanya Al-Qur’an secara berangsur – angsur


Hal ini tidak secara kebetulan, tetapi disengaja oleh Allah dengan banyak hikmahnya. seperti yang terkandung didalam Q.S Al-Isro’/17 : 106 yang artinya “Dan Al-Qur’an itu telah Kami turunkan dengan berangsur -angsur agar kamu membacakannya perlahan-lahan kepada manusia dan kami menurunkannya dari bagian demi bagian“.

Al-Qur’an diturunkan secara berangsur-angsur dalam waktu 22 tahun 2 bulan dan 22 hari atau 23 tahun, 13 tahun di Mekah dan 10 tahun di Madinah . Adapun hikmah diturunkany Al-Qur’an secara berangsur-angsur ialah:

1. Agar lebih mudah dimengerti dan dilaksanakan. Orang akan enggan melaksanakan suruhan dan laranggan sekiranya larangan itu diturunkan sekaligus banyak. Hal ini disebutkan oleh Bukhori dari riwayat ‘Aisyah r.a .

2. Diantara ayat-ayat itu ada yang nasikh dan ada yang mansukh, sesuai dengan kemaslahatan. Ini tidak dapat dilakukan sekiiranya Al-Qur’an diturunkan sekaligus.

3. Turunnya sesuatu ayat sesuai dengan peristiwa-peristiwa yang terjadi akan lebih mengesankan dan lebih berpengaruh di hati .

4. Memudahkan penghafalan. Orang-orang musyrik yang menanyakan mengapa Al-Qur’an tidak diturunkan sekaligu, sebagaimana tersebut didalam Q.S Al- Furqon ayat 32 yaitu: “Mengapa Al-Qur’an tidak diturunkan kepada-Nya sekaligus? “Kemudian dijawab dalam ayat itu sendiri “Demikianlah , dengan (cara ) begitu kami hendak menetapkan hatimu”.

5. Diantara ayat-ayat ada yang merupakan jawaban daripada pertanyaan atau penolakan suatu pendapat atau perbuatan , Sebagai dikatakan oleh Ibnu ‘Abbas r.a Hal ini tidak dapat terlaksana jika Al-Qur’an diturunkan sekaligus .



C. Kandungan ayat suci Al-Qur’an

Al-Qur’an adalah kitap suci yang diwahyukan kepada nabi Muhammad SAW yang mengandung petunjuk-petunjuk tidak hanya bagi umat islam tetapi juga bagi seluruh umat manusia . Al-Qur’an diturunkan untuk menjadi pedoman bagi mereka yang ingin mencapai kebahagiaan di dunia dan di akhirat. Al-Quran tidak hanya diturunkan untuk suatu umat atau suatu abad, tetapi untuk seluruh umat dan untuk sepanjang masa , karena luas ajaran-ajarannya adalah sama dengan luasnya umat manusia.

Ditegaskan dalam QS. Al-Baqoroh ayat 2,3,4 yang artinya “Kitab (Al-Qur’an ) ini tidak ada keraguan padanya: petunjuk bagi mereka yang betakwa.(Yaitu ) mereka yang beriman kepada yang ghaib, mereka yang mendirikan shalat dan menafkahkan sebagian rezki yang kami anugerahkan kepada mereka. Dan mereka beriman kepada kitab (Al-Qur’an) yang telah diturunka kepadaMu & Kitab – kitab yang telah diturun

sebelummu, serta mereka yakin akan adanya (kehidupan ) akhirat”.


Ayat-ayat tersebut di atas mengandung 5 prinsip yakni ;

1. Percaya kepada yang ghoib

Yaitu Allah SWT dan para Malaikat Nya.

2. Percaya pada wahyu yang diturunkan oleh Allah.

3. Percaya pada adanya akhirat .

4. Mendirikan Shalat .

5. Menafkahkan dari sebagian rezki yang di anugerahkan kepadanya oleh Allah.


Jadi secara umum didalam Al-Qur’an memuat lima kandungan,yaitu mengenai:

1. Perintah dan larangan Allah

2. Memuat hukum-hukum

3. Memuat kabar gembira

4. Memuat janji dan ancaman

5. Semua sejarah Islam

Seperti yang dijelaskan didalam Q.S An-Nisa: 105 “Sesungguhnya kami telah menurunkan kitap kepadamu dengan membawa kebenaran, supaya kamu mengadili antara manusia dengan apa yang telah allah wahyukan kepadamu, dan janganlah kamu menjadi penantang (orang-orang yang tidak bersalah) karena (membela) orang-orang yang khianat“.

Al-Quran sebagai kitab Allah SWT yang terakhir juga mempunyai keistemewaan, yaitu:

1. Berlaku umum untuk seluruh umat manusia di mana dan kapanpun mereka berada sampai akhir zaman. Hal itu sesuai dengan Risal Nabi Muhammad yang ditujukan untuk seluruh umat manusia sampai akhir zaman nanti. Seperti yang tercantum pada Q.S Al-Furqon 25: 1. Yang artinya: “Mahasuci Allah telah menurunkan Al-Furqon (Al-Quran) kepada hambanya, agar dia menjadi pemberi peringatan kepada seluruh alam”

2. Ajaran Al-Quran mencakup seluruh aspek kehidupan (As-Syumul), seperti aspek ekonomi, politik, hukum budaya seta mencakup ruang lingkup kehidupan.

3. Mendapat jaminan pemelihara dari Allah SWT dari segala bentuk penambahan, pengurangan dan pemalsuan, sebagai mana Firman-Nya Q.S Al-Qomar 54: 17 artinya “Sesungguhnya Kamilah yang menurunkan Az-Zikra (Al-Quran) dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya”.

4. Allah SWT menjadi Al-Quran mudah untuk dipahami, dihafal dan diamalkan.

5. Al-Quran sebagai Nasikh, Muhaimin dan Mushaddiq terhadap Kitab-kitab suci sebelumnya.


D. Fungsi Al Qur’an terhadap kitab- kitab yang lain


Sewaktu Al-Qur’an diturunkan 14 abad yang lalu. Di dunia sudah terdapat banyak agama dan banyak kitab yang dianggap suci oleh para pengikutnya. Di sekitar negara Arab, terdapat orang-orang yang percaya pada kitab perjanjian lama dan perjanjian baru. Banyak orang-orang Arab yang menjadi Kristen/condong ke arah Kristen. Di antara orang Arab itu ada juga yang memeluk agama Yahudi. Di antara yang memeluk agama Yahudi adalah penduduk Madinah sendiri. Seperti Ka’ab bin Asyraf seorang kepala suku di Madinah dan musuh Islam. Di Mekah di samping budak- budak yang beragama kristen juga terdapat orang- orang Mekah yang condong kepada agama Kristen. Waraqah bin Naufal paman dari Khadijah istri pertama Nabi Muhamad saw juga memeluk agama kristen. Ia paham bahasa Ibrani dan menterjamahkan kitab Injil dari bahasa ibrani ke bahasa Arab. Di sebelah ujung lain negri Arab, hiduplah orang-orang Persia yanh juga mempercayai seorang Nabi dan sebuah kitab suci. Sekalipun kitab Zend Avesta telah mengalami perubahan- perubahan oleh tangan manusia, tetapi kitab itu masih dianggap suci oleh beratus ribu pengikutnya dan suatu negri yang kuat menjadi pendukungnya. Adapun di India, maka kitab Weda dipandang suci beribu- ribu tahun lamanya. Di situ ada juga kitab- Gita dari Sri Krishna dan Budha. Agama Kong Hu Cu menguasai negeri Tiongkok, tetapi pengaruh Budha makin hari makin meluas di negri itu. Dengan adanya kitab- kitab yang di anggap suci oleh pengikut-pengikutnya dan ajaran- ajaran itu, apakah dunia ini memerlukan kitab suci lagi? Inilah sebanarnya satu pertanyaan yang ada pada setiap orang yang mempelajari al Qur’an. Jawabannya bisa diberikan dalam beberapa bentuk.

Pertama, apakah adanya berbagai agama itu, tidak menjadi alasan yang cukup untuk datangnya agama yang baru lagi untuk semua? Kedua apakah akal manusia tidak mengalami proses evaluasi sebagaimana badannya? Dan karena evaluasi fisik itu akhirnya mencapai bentuk yang sempurna apakah evaluasi mental dan rohani itu tidak menuju ke arah kesempurnaan yang terakhir, yang sebenarnya merupakan tujuan dari pada adanya manusia itu? Ketiga, apakah agama- agama yang dulu itu dianggap ajaran ajaran yang dibawanya itu ajaran- ajaran yang terakhir? Apakah mereka tidak mengharapkan perkembangan kerohanian yang terus-menerus? Apakah mereka selalu memberitahukan kepada pengikutnya tentang akan datangnya utusan terakhir yang akan menyatukan seluruh umat manusia dan membawa mereka ke arah tujuan yang terakhir?

Jawaban terhadap pertanyaan tersebut di atas adalah merupakan jawaban yang mengharuskan supaya Al Qur’an diturunkan, sekalipun sudah ada kitab-kitab yang dianggap suci oleh umat- umat yang dahulu.

Tetapi sebenarnya di dalam Islam Al-Qur’an diturunkan untuk menyempurnakan kitab-kitab sebelum Al-Qur’an seperti kitab Taurot dan kitab Injil. Seperti disebutkan di dalam Q.S Al-An’am: 92 “dan ini (Al-Qur’an) adalah kitab yang kami turunkan yang diberkahi; membenarkan kitab-kitab yang (diturunkan) sebelumnya (ialah kitab-kitab sebelum Al-Qur’an). Dan agar kamu memberi peringatan kepada (penduduk) Ummul Quro (Mekah) dan orang-orang di luar lingkungannya. Orang-orang yang beriman adanya kehidupan akhirat tentu beriman kepadanya (Al-Qur’an) dan mereka selalu memelihara sholatnya“.



E. Keutuhan dan Keaslian Al-Quran

Perbedaan dengan kitab-kitab suci sebelunnya atau yang lainnya, Al-Quran terjamin Keutuhan dan keasliannya. Hal tersebut bisa terjadi petama dan utama sekali karena adanya jaminan dari Allah SWT, yakni pada Q.S Al-Hijr 15: 9

Kemudian yang kedua karena adanya usaha-usaha yang manusiawi dilakukan sejak zaman Rasulullah SAW oleh para sahabat di bawah bimbingan Rasulullah SAW dan generasi oleh setiap generasi kemudian. Usaha-usaha yang dilakukan disebut nuktah-nuktah.



Kamis, 27 Mei 2010

RATIONAL EMOTIVE THEORY (RET)

ATAU TEORI RASIONAL EMOTIF


A. Latar Belakang

Teori Rasional Emotif dikembangkan oleh Albert Ellis di Amerika awal tahun 1960-an. Teori Rasional Emosi merupakan sintesis baru dari behaviour therapy, sehingga Ellis juga menyebut terapi ini sebagai Cognitive Behaviour Therapy atau Comprehensive Therapy. Konsep ini sebenarnya merupakan aliran baru dari Psikoterapi Humanistik yang berakar dari filsafat eksistensialisme.

Dalam perkembangan selanjutnya jejak Ellis diikuti beberapa ahli seperti: R.M. Jurjevich, William S. Sahakian, Don J. Tosi, dan lain-lain.

B. Konsep Dasar

Konsep dasar Rational Emotive Therapy (RET) adalah sebagai berikut:

1. Manusia dilahirkan dengan berbagai kekuatan dan potensi dan untuk kehidupan, yang diantaranya adalah berpikir rasional dan irasional.

2. Pikiran dan emosi adalah dua potensi yang tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lainnya. Emosi selalu menyertai proses berpikir. Tetapi berpikir yang dikendalikan emosi akan menyebabkan berpikir yang tak rasional.

3. Emosi dan pemikiran-pemikiran yang negatif dan bersifat merusak harus ditangani melalui pemikiran yang rasional.

4. Perasaan dan pikiran sangat erat hubungannya, namun keduanya mermpunyai sifat dan fungsi saling komplementer.

C. Tujuan Konseling

Tujuan utama konseling Rational Emotive adalah:

1. Klien dapat mengembangkan diri, meningkatkan self actualization-nya seoptimal mungkin melalui perilaku kognitif dan efektif yang positif.

2. Menghilangkan gangguan-gangguan emosional yang merusak diri sendiri seperti: rasa benci, rasa takut, rasa bersalah, marah, rasa berdosa, rasa cemas, rasa was-was.

Tujuan khusus Rasional Emotif adalah:

1. Self Interest: menciptakan kesehatan mental termasuk keseimbangan emoional.

2. Self Direction: mendorong klien untuk mengarahkan dirinya sendiri menghadapi kenyataan-kenyatan hidupnya dengan bertanggungjawab sendiri.

3. Tolerance: Mendorong dan membangkitkan rasa toleransi klien terhadap orang lain.

4. Acceptance of uncertalnty: Memberikan pemahaman yang rasional kepada klien untuk menghadapi kenyataan hidup secara logis dan tidak emosional.

5. Fleksibel: Mendorong klien agar luwes bertindak secara intelektual.

6. Commitment: Membangkitkan sikap obyektivitas dn komitmen klien untuk menjaga keseimbangan dengan lingkungannya.

7. Scientific Thinking: Berpikir rasional secara obyektyif terhadap orang lain dan dirinya sendiri.

8. Risk Taking: mendorong dan membangkitkan kebernian dlam diri klien untuk mengubah nasibnya melalui kehidupan nyata.

9. Self Acceptance: Penerimaan terhadap kemampuan dan kenyataan diri sendiri dengan gembira dan senang.

D. Hubungan Pertolongan (Helping Relationship)

RET mempunyai karakteristik dalam helping relationship sebagai berikut:

1. Aktif Directif: dalam hubungan konseling (terapeutik) konselor lebih (terapis) lebih aktif dalam membantu mengarahkan klien memecahkan masalahnya.

2. Kognitif Rational: hubungan yang dibentuk harus berfokus pada aspek kognitif klien dan berintikan pemecahan masalah yang rasional.

3. Emotif Eksperiensial: Hubungan yang dibentuk juga harus melihat aspek emotif klien.

4. Behaviouristik: hubungan yang dibentguk harus mendorong terjdinya perubahan tingkah laku klien.

5. Kondisdional: hubungan dalam RET dilakukan dengan membuat kondisi-kondisi tertentu terhadap klien.

Fungsi dan peranan konselor dalam RET adalah:

1. Mendorong dan meyakinkan klien bahwa klien harus memisahkan keyakinannya yang rasional dari yang irasional.

2. Menunjukkan kepada klien bahwa berpikir ilogis adalah dumber dari gangguan terhadap kepribadiannya.

3. Mengarahkan klien untuk berpikir dan membebaskan dari ide yang tidak rasional.

4. Mengajar klien bagaimana mengaplikasikan pendekatan ilmiah, obyektif dan logis dalam berpikir.

Hubungan antara konselor dan klien dalam RET sebagai berikut:

1. Hubungan hendaknya dalam suasana informal.

2. Sebaiknya konselor aktif, direktif tetapi juga obyektif.

3. Konselor sebagai model untuk klien.

4. Hubungan yang full tolerance dan unconditional positive regard harus diciptakan konselor untuk menghilangkan perasaan-perasaan bersalah klien.

5. Konselor menerima diri klien hendaknya sebgai seorang manusiayang berharkat dan bernilai.

E. Teknik-Teknik dalam RET

1. Teknik Assertive Training: teknik untuk melatih, mendorong dan membiasakan klien untuk secara terus-menerus menyesuaikan dirinya dengan pola perilaku tertentu yang diinginkan.

2. Teknik Sosiodrama: teknik yang digunakan untuk mengekspresikan berbagai jenis perasaan yang menekan klien melalui suasana yang didramatisasikan sehingga klien dapat secara bebas mengungkapkan dirinya sendiri.

3. Teknik Self Modeling: meminta klien untuk berjanji atau mengadakan komitmen dengan konselor untuk menghilangkan perasaan atau perilaku tertentu. Klien diminta untuk tetap setia pada janjinya.

4. Teknik Imitasi: klien diminta untuk menirukan secra terus menerus suatu model perilaku tertentu dengan maksud melawan perilaku sendiri yang negatif.

5. Teknik-teknik Behaviouristik:

a. Teknik Reinforcement, teknik yang digunakan untuk emndorong klien kearah perilaku yang lebih rasionil dan logis dengan jalan memberikan pujian (reward) ataupun punishment.

b. Teknik Social Modeling: Teknik yang gunakan untuk perilaku baru pada klien.

Model-model dalam Social Model antara lain:

1) Live models, untuk menggambarkan perilaku-perilaku tertentu, khususnya situasi-situasi interpersonal yang komplek.

2) Filmed models, suatu model perilaku yang difilmkan sehingga klien dapat mengimitasikan dan mengidentifikasikan dirinya dengan model perilaku.

3) Audio tape recorder models, klien mempelajaai tingkah laku baru dengan melihat dan mendengarkan orang lain menyatakan perilakunya dalam situasi tertentu.

6. Teknik Counter Conditioning

Untuk menanggulangi perilaku-perilaku seperti: anziety, fears, phobia, defensive, dan perilaku maladaptive lainnya.

Beberapa jenis teknik counter conditioning antara lain:

a. Systematic Desensitization, konselor menciptakan suatu kondisi atau situasi tertentu yang secra potensial merupakan penyebab dari munculnya perasaan negatif pasien, namun situasi itu memberikaan keadaan yang rileks kepada pasien.

b. Teknik Relaxation, digunakan bila kondisi klien sedang berada dalam tahap pertentangan antara keyakinannya yang irasional dan menimbulkan ketegangan.

c. Teknik Self Control, teknik ini untuk memodifikasi perilaku klien dengan jalan membangkitkan dan mengembangkan self control-nya.

6. Teknik-teknik Kognitif

Teknik ini digunakan dengn maksud melawan sistem keyakinan yang irasional dari klien serta perilakunya yang negatif.. Klien didorong dan dimodifikasi aspek kognitifnya agar dapat berfikir dengan cara yang rasional dan logis.

Beberapa teknik kognitif:

a. Home Work Assigment, Klien diberikan tugas-tugas rumah untuk melatih, membiasakan diri serta menginternalisasikan sistem nilai tertentu yang menuntun pola perilaku yang diharapkan.

b. Teknik Bibliotherapy, untuk membongkar akar-akar keyakinan yang irasional dan ilogis dalam diri klien serta melatih klien dengan cara-cara berpikir rasional dan logis dengan mempelajari bahan-bahan bacaan yang telah dipilih dan ditentukan konselor.

c. Teknik Diskusi, dengan teknik ini klien dapat mempelajari pengalaman-pengalaman orang lain dan menimba informasi yang dapat mempengaruhi dan mengubah keyakinannya serta cara berpikir yang irasional dan tidak obyektif.

d. Teknik Simulasi, untuk memberi kemungkinan kepada klien mempraktekkan perilaku-perilaku tertentu melalui suatu kondisi simulatif yang mendekati kenyataan.

e. Teknik Gaming, untuk melatih dan menempatkan klien dalam peran tertentu. Klien dilatih dan belajar mengidentifikasikan dirinya dengan peranan dari figur tertentu yang ada dalam lingkunan sosialnya.

f. Teknik Paradoxical (keinginan yang berlawanan). Teknik ini didasarkan pada asumsi bahwa sesorangyang mulai memperlihatkan keinginan atau hasrat yang tidak baik (negatif) dengan sendirinya akan menjadi jera dengan jalan menciptkan kondisi yang hiperintention, yakni mempertinggi hasrat atau keinginan, sehingga pada titik kulminasi tertentu orang itu akan menghilangkan sama sekali keinginannya itu.

g. Teknik Assertive, melalui role playing dan social modeling klien dilatih keberanian dalam mengekspresikan perilaku-perilaku tertentu yang diharapkan.

Shelton mengemukakan bahwa maksud utama teknik assertive adalah untuk:

1) Mendorong kemampuan klien mengekspresikan seluruh hal yang berhubungan dengan emosinya.

2) Membangkitkan kemampuan klien untuk mengungkapkan hak azazinya sendiri tanpa menolak atau memusuhi hak azazi orang lain.

3) Mendorong kepercayaan pada kemampuan diri sendiri.

4) Meningkatkan kemampuan untuk memilih perilaku-perilaku assertive yang cocok untuk dirinya sendiri

CLIENT CENTERED THERAPY (CCT)

TERAPI BERPUSAT PADA KLIEN


A. Latar Belakang

Tokoh teori ini adalah Carl Rogers. Pendapatnya sama dengan makna konseling secara umum, bahwa pemecahan masalah berpusat pada klien, berarti individu sendiri yang harus menyelesaikan masalahnya.

Client Centered Therapy (CCT)

Pandangannya tertuju pada penghargaan martabat manusia.

Menurut Rogers:

1. Hakekat manusia pada dasarnya baik dan penuh kepositipan.

2. Manusia panya kemampuan untuk membimbing, mengatur dan mengontrol diri sendiri.

3. Setiap individu pada dirinya terkandung motor penggerak, yang ciri-cirinya sebagai berikut :

a. Terbuka terhadap pengalaman sendiri dan orang lain.

b. Hidup dengan menempuh jalan dan dalam alam berdasarkan kenyataan

c. Percaya pada diri sendiri walaupun individu sedang bermasalah mengalami gangguan psikis tertentu untuk mewujudkan diri sendiri (self actualization).

4. Setiap individu mempunyai kemampuan beradaptasi dan punya dorongan yang kuat ke arah kedewasaan dan kemerdekaan, dan itu akan terwujud bila konselor dapat menciptakan suasana psikologis yang mempunyai sifat-sifat:

a. Menerima (acceptance) terhadap klien sebagai pribadi yang berharga

b. Konselor mau menerima perasaan seperti apa yang dirasakan klien, tanpa usaha mendiagnosis atau mengubah perasaan tersebut.

c. Bisa menunjukkan empati, bisa mengerti, menghayati dan merasakan sebagai yang dialami klien.

Dengan suasana yang demikian klien akan dapat mengatur dirinya sendiri pada tingkat dasar maupun yang lebih dalam.

Rogers mengemukakan CCT mempunyai prinsip:

1. Menekankan dorongan dan kemampuan yang terdapat dalam diri untuk berkembang dan hidup sehat menyesuikan diri.

2. Menekankan pada unsur emosional tidak pada aspek intelektual.

3. Menekankan situasi yang langsung dihadapi saat ini.

4. Menekankan pada hubungan terapeutis (penyembuhan) sebagai pengalaman dalam perkembangan individu.

B. Konsep Dasar

CCT atau non directive counseling mendasarkan diri pada self theory dari Carl Rogers, yang menjelaskan bahwa kepribadian manusia terdiri dari 3 unsur:

1. Organisme

2. Mileau Fenomenal

3. Self

Organisme, merupakan keseluruhan dan kesatuan individu, yang mempunyai sifat-sifat:

a. Mereaksi secara keseluruhan terhadap mileau fenomenal (keseluruhan pengalaman individu).

b. Mempunyai motif dasar yang berfungsi memelihara dan memperkuat dirinya.

c. Dapat menyimbolisasikan atau menolak simbolisasi pengalaman-pengalaman. Sehingga menjadi pengalaman sadar atau tidak sadar.



Mileau Fenomenal

Merupakan keseluruhan pengalaman individu yang sifatnya sadar atau tidak sadar, tergantung pada diberi simbolisasi tidaknya pengalaman itu.



Self

Merupakan bagian yang berdiferensiasi dari lapangan fenomenal.

Self mempunyai sifat-sifat:

1. Self berkembang adanya interaksi antara organisir dengan lingkungan.

2. Self dapat menerima dan menanggapi nilai-nilai dari orang lain dalam bentuk yang telah diubahnya sendiri.

3. Self berusaha mempertahankan konsistensinya.

4. Organisme berbuat dengan cara konsisten dengan self.

5. Pengalaman yang tidak konsisten dengan self diterima sebagai ancaman.

6. Self berubah karena kematangan dan belajar.

Mengenai dinamika unsur dasar kepribadian Rogers menjelaskan dengan 19 buah dalil:

1. Setiap individu dalam dunia pengalaman yang terus berubah dan invidu menjadi sentralnya.

2. Organisisme merespon merespon medasn sesuai dengan pengalaman dan pemahamanya.

3. Organisme mereaksi lapangan fenomenal sebagai suatu keseluruhan yang terorganisasi.

4. Organisme mempunyai kecenderungan dan dorongan dasar untuk merealisasi, memelihara dan mempertahankan pengalaman dirinya.

5. Perilaku pada dasarnya merupakan usaha yang tertuju pada tujuan untuk memenuhi kebutuhan.

6. Suatu emosi menyertai dan memudahkan perilaku yang tertuju pada tujuan

7. Pangkal berpijak yang terbaik dan paling menguntungkan untuk memahami perilaku adalah frame of reference dalam diri individu itu sendiri.

8. Suatu bagian keseluruhan lapangan pengamatan secara berangsur-angsur berdiferensiasi menjadi self.

9. Hasil interaksi dengan lingkungan adalah struktur self terbentuk, terorganisir, fleksibel, tetapi konsisten.

10. Nilai-nilai yang bersatu dengan pengalaman dan nilai-nilai yang merupakan bagian dari struktur self dalam beberapa hal merupakan nilai-nilai yang dialami oleh organisme/individu.

11. Individu merespon pengalaman yang terjadi dengan dirinya.

12. Tingkah laku yang diterima individu adalah yang konsisten dengan pengertian self.

13. Perilaku individu juga didasarkan pada pengalaman dan kebutuhan yang tidak disimbolisasi.

14. Penolakan untuk menyadari pengalaman-pengalaman yang berarti akan mengakibatkan maladjusment psikologis.

15. Apabila dalam konsep tentang self, pengalaman tentang sensori dan visceral dari individu disimbolisasikan dan disatukan dalam hubungan yang konsisten dengan self, maka penyesuaian psikologis akan terjadi.

16. Pengalaman-pengalaman yang tidak konsisten dengan struktur self diterima sebagai ancaman.

17. Pengalaman yang tidak konsisten mungkin muncul kembali, struktur self diperbaiki untuk menerima pengalaman.

18. Bila individu menerima dan memahami orang lain ke dalam dirinya sebagaimana ia memahami organisasinya, ia akan lebih mudah menyesuaikan dirinya dengan orang lain.

19. Bila individu telah memahami dan menerima lebih banyak dari pengalaman organismenya ke dalam struktur selfnya, maka ia sedang berada dalam proses mengganti sistem nilai-nilai dengan suatu proses penilaian yang terus menerus.

C. Tujuan Konseling

Sesuai dengan konsep dasar CCT, maka tujuan konseling adalah:

1. Memberi kesempatan dan kebebasan kepada klien untuk mengekspresikan perasaan-perasannya, berkembang dan terealisasi potensinya.

2. Membantu individu untuk makin sanggup berdiri sendiri dalam mengadakan integrasi dengan lingkungannya.

3. Membantu individu dalam mengadakan perubahan dan pertumbuhan.

Jadi tujuan konseling adalah self-directing dan full functioning dari klien.

D. Hubungan Pertolongan (Helping Relationship)

Kondisi hubungan yang dapat membantu perubahan kepribadian klien antara lain:

1. Ada hubungan psikologis antara konselor dengan klien

2. Adanya pernyataan incongruence (tidak ada saling) oleh klien.

3. Adanya pernyataan congruence oleh konselor.

4. Adanya unconditional positif regard dan pemahan yang empatik dari konselor terhadap klien.

5. Adanya persepsi klien terhadap counselor positif regard (penghargaan) dan pemahaman empatik.

Shertzer dan Stone menambahkan bahwa kualitas yang sangat penting dari hubungan pertolongan adalah:

1. The establishment of warm (kehangat yang menetap).

2. Permissive ettitudes (sikap yang sesuai apa adanya).

3. Accepting climate that permits cilent to explore their self-structure in relation their unique expertences (menerima iklim bahwa perjanjian dengan terbuka yang khusus).

Mengenai proses konseling dengan pendekatan CCT, Rogers berpendapat adanya 3 fase, ialah:

1. Pengalaman akan meredanya ketegangan (tension).

2. Adanya pemaham diri (self understanding).

3. Perencanaan untyuk kehiatan selanjutnya.

Fase-fase ini dikembangkan dan dijabarkan dalam 12 point yang merupakan langkah-langkah konseling, yaitu:

1. Individu (klien) datang sendiri pada klien minta bantuan.

2. Penentuan situasi yang cocok untuk memberikasn bantuan oleh konselor.

3. Konselor menerima, mengenal dan memperjelas perasaan negatif klien.

4. Konselor memberi kebebasan klien untuk mengemukakan masalahnya.

5. Secara berangsur timbul perasaan positif klien.

6. Konselor menerima, mengenal dan memperjelas perasaan positif klien.

7. Timbul pemahaman tentang diri sendiri (self) pada diri klien.

8. Pemahaman yang lebih jelas pada diri klien tentang kemungkinan menentukan kepuasan dan berbuat.

9. Timbul inisiatif pada diri klien untuk berbuat positif.

10. Adanya pemahaman lebih lanjut pada klien terhadap diri sendiri.

11. Timbul perkembangan tindakan yang positif dan integratif pada diri klien.

12. Klien secara berangsur tidak membutuhkan bantuan.

Dari proses konseling tersebut nampak bahwa inisiatif untuk memecahkan masalah tumbuh dari dalam diri klien.

Peranan konselor secara rinci sebagai berikut:

1. Konselor tidak memimpin, mengatur atau menentukan proses perkembangan konseling, tetapi dilakukan sendiri oleh klien.

2. Arah pembicaraan ditentukan oleh klien.

3. Konselor menerima klien dengan sepenuhnya dalam keadaan apa adanya.

4. Konselor memberikan kebebasan kepada klien untuk mengekspresikan perasaannya.

Menurut Rogers seorang konselor harus memiliki syarat:

1. Memiliki sensitifitas dalam hubungan insani.

2. Memiliki sikap yang obyektif.

3. Menghormat kemuliaan orang lain.

4. Memahami diri sendiri.

5. Bebas dari prasangka dan kompleks-kompleks dalam dirinya.

6. Sanggup masuk dalam dunia klien (empati) secara simpatik.

E. Teknik-Teknik Konseling dalam CCT

CCT menempatkan tanggungjawab tifak pada konselor tetapi pada klien. Maka teknik-teknik konselingnyas adalah sebagai berikut:

1. Acceptance (penerimaan)

2. Respect (rasa hormat)

3. Understanding (mengerti, memahami)

4. Reassurance (Menentramkan hati, meyakinkan)

5. Encouragement (dorongan)

6. Limited Questioning (pertanyaan terbatas)

7. Reflection (memantulkan pertanyaan dan perasaan).

Sabtu, 01 Mei 2010

BELAJAR KELOMPOK

1) Pengertian Belajar Kelompok

Menurut Abu Ahmadi, (2004: 111) belajar kelompok merupakan suatu kegiatan yang dilakukan oleh dua orang atau lebih untuk membahas suatu materi dalam pelajaran yang sedang dihadapinya.

Nana S. Sukmadinata (dalam M. Jumarin, 2000 : 50) mengemukakan pengertian bimbingan kelompok yaitu “usaha penyuluh pendidikan atau guru untuk membantu anak atau siswa yang berlangsung dalam situasi kelompok”.

Layanan bimbingan kelompok bisa diberikan secara klasikal di kelas maupun non klasikal, layanan ini memberi banyak kesempatan untuk menyampaikan berbagai informasi yang terkait dengan bimbingan pribadi, sosial, belajar, karir dan layanan-layanan pada point di atas sekaligus menggali permasalahan siswa sebagai salah satu bentuk upaya menjemput bola. Selain dapat memberi informasi, bimbingan ini juga mempermudah observasi terhadap anak dalam berperilaku di kelas, juga menggali berbagai data yang diperlukan untuk menyempurnakan bimbingan.

Kedudukan seorang siswa dalam kelompoknya akan menjadi ukuran dalam pencapaian hasil belajarnya. Siswa dikatakan mengalami kesulitan belajar, apabila memperoleh prestasi belajar di bawah prestasi rata-rata kelompok secara keseluruhan. Misalnya, rata-rata prestasi belajar kelompok 8, siswa yang mendapat nilai di bawah angka 8, diperkirakan mengalami kesulitan belajar. Dengan demikian, nilai yang dicapai seorang akan memberikan arti yang lebih jelas setelah dibandingkan dengan prestasi yang lain dalam kelompoknya. Dengan norma ini, guru akan dapat menandai siswa-siswa yang diperkirakan mendapat kesulitan belajar, yaitu siswa yang mendapat prestasi di bawah prestasi kelompok secara keseluruhan.

Jadi bimbingan belajar kelompok suatu proses pemberian bantuan kepada sekelompok individu (siswa) dalam situasi kelompok secara berkelanjutan dan sistimatis, oleh seorang ahli yang telah terlatih (guru/pembimbing) agar individu (siswa) dalam kelompok itu secara optimal mampu mengatasi kesulitan belajarnya, mengembangkan potensi belajarnya, untuk memperoleh hasil yang maksimal dalam belajarnya.

Di samping menyampaikan materi, pembimbing juga berperan sebagai komunikator, motivator, manager belajar, evaluator, fasilitator, konselor, dan perancang belajar.



2) Tujuan dan Manfaat Bimbingan Kelompok

Samsudin (dalam Jumarin, 2000 : 63) mengemukakan bahwa bimbingan kelompok belajar mempunyai tujuan:

a) Dapat menguasai ilmu pengetahuan dan kecakapan secara bersama-sama.

b) Dapat mengatasi kesulitan-kesulitan, terutama dalam belajar bersama-sama.

c) Dapat belajar bagaimana mengatasi kesulitan-kesulitan khususnya dalam belajar dari anggota kelompok yang lain.

d) Membiasakan menghargai pendapat dan usulan orang lain.

e) Berlatih belajar mengeluarkan ;pendapat dan usul kepada orang lain.

f) Dapat memupuk gotong-royong bagi anggota kelompoknya.



Manfaat bimbingan belajar kelompok :

a) Belajar dalam kelompok belajar dapat menjadi kegiatan belajar menjadi lebih menyenangkan dan dinamis karena ditemani oleh teman dan berada di rumah sendiri sehingga dapat lebih santai. Agar efektif dan tidak berubah menjadi bermain diperlukan pembimbing

b) Tersedianya kondisi belajar yang nyaman,

c) Mudah saling memberi informasi,

d) Dapat menghemat biaya untuk sarana belajar karena siswa dapat saling berbagi pakai fasilitas atau sarana belajar,

e) Terperhatikannya karakteristik pribadi siswa,

f) Siswa dapat mereduksi kemungkinan kesulitan belajar,

g) Sedangkan manfaat bagi guru/konselor adalah membantu menyesuaikan program pembelajaran agar sesuai dengan karakteristik siswa dan memudahkan dalam pengembangan potensi siswa secara menyeluruh.

h) Siswa dapat berperan aktif dalam mengelola pengetahuan yang telah dimiliki untuk memecahkan suatu masalah. Kemampuan siswa dalam memecahkan masalah melalui belajar secara kelompok dapat membantu siswa tersebut meningkatkan prestasi belajarnya

i) Dengan belajar kelompok, dapat ditumbuhkembangkan rasa sosial yang tinggi pada diri setiap siswa. Siswa dibina untuk mengendalikan rasa egois yang ada dalam diri mereka masing-masing, sehingga terbina kesetiakawanan sosial antara siswa dengan siswa. (Syaiful Bahri Djamrah dan Aswan Zain 2002:63)

j) Dapat membantu siswa dalam rangka bertukar pikiran mengenai soal-soal yang akan dibahas tersebut, kebiasaan tukar pikiran antara siswa yang satu dengan siswa yang lain akan memacu cara belajar untuk lebih mengetahui banyak tentang objek atau bahan yang sedang dipelajari.