BERANDA

Kamis, 13 Februari 2014

KESULITAN / MASALAH BELAJAR


Dalam interaksi belajar mengajar ditemukan bahwa proses belajar yang dilakukan oleh siswa merupakan kunci keberhasilan belajar. Proses belajar merupakan aktivitas psikis berkenaan dengan bahan belajar.
Aktifitas belajar bagi setiap individu, tidak selamanya dapat berlangsung secara wajar. Kadang-kadang lancar, kadang-kadang tidak, kadang-kadang dapat cepat menangkap apa yang dipelajari, kadang-kadang terasa amat sulit. Dalam hal semangat terkadang tinggi, tetapi terkadang juga sulit mengadakan konsentrasi. Keadaan murid tidak dapat belajar sebagaimana mestinya disebut “kesulitan belajar”.
Aktivitas mempelajari bahan belajar tersebut memakan waktu. Lama waktu mempelajari tergantung pada jenis dan sifat bahan. Lama mempelajari juga tergantung pada kemampuan siswa. Jika bahan belajarnya sukar, dan siswa kurang mampu, maka dapat diduga bahwa proses belajar memakan waktu lama. Sebaliknya, jika bahan belajar mudah dan siswa berkemampuan tinggi maka proses belajar memakan waktu singkat. Aktivitas belajar tersebut dapat diketahui oleh guru dari perlakuan siswa terhadap bahan belajar.
Akan tetapi yang lebih menyedihkan adalah perlakuan yang diterima anak yang mengalami kesulitan belajar dari orang tua dan guru yang tidak mengetahui masalah yang sebenarnya, sehingga mereka memberikan label kepada anak mereka sebagai anak yang bodoh, tolol, ataupun gagal.Seharusnya siswa yang mengalami kesulitan belajar tersebut dibantu mengentaskan masalahnya agar dapat berkembang secara optimal. Disinilah peran BK sangat dibutuhkan oleh siswa.

A. Pengertian Masalah Belajar
Masalah belajar adalah suatu kondisi tertentu yang dialami oleh murid dan menghambat kelancaran proses belajarnya. Kondisi tertentu itu dapat berkenaan dengan keadaan dirinya yaitu berupa kelemahan-kelemahan yang dimilikinya dan dapat juga berkenaan dengan lingkungan yang tidak menguntungkan bagi dirinya. Masalah-masalah belajar ini tidak hanya dialami oleh murid-murid yang lambat saja dalam belajarnya, tetapi juga dapat menimpa murid-murid yang pandai atau cerdas.
Kesulitan belajar merupakan kekurangan yang tidak nampak secara lahiriah. Ketidak mampuan dalam belajar tidak dapat dikenali dalam wujud fisik yang berbeda dengan orang yang tidak mengalami masalah kesulitan belajar. Kesulitan belajar ini tidak selalu disebabkan karena factor intelligensi yang rendah (kelaianan mental), akan tetapi dapat juga disebabkan karena faktor lain di luar intelligensi. Dengan demikian, IQ yang tingi belum tentu menjamin keberhasilan belajar. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa kesulitan belajar adalah suatu kondisi proses belajar yang ditandai hambatan-hambatan tertentu dalam mencapai hasil belajar.

B. Gejala siswa yang mengalami kesulitan belajar
1. Menunjukkan prestasi yang rendah/di Bawah rata-rata yang dicapai oleh kelompok kelas
2. Hasil yang dicapai tidak seimbang dengan usaha yang dilakukan. Ia berusaha dengan keras tetapi nilainya selalu rendah.
3. Lambat melaksanakan tuga-tugas belajar. Ia selalu tertinggal dengan kawan-kawannya dalam segala hal, misalnya dalam mengerjakan soal-soal latihan.
4. Menunjukkan sikap yang kurang wajar seperti acuh tak acuh, berpura-pura dusta.
5. Menunjukkan tingkah laku yang berlainan, misalnya mudah tersinggung, murung, pemarah, bingung, cemberut, kurang gembira, selalu sedih.

Burton (Abin Syamsuddin. 2003) mengidentifikasi siswa yang diduga mengalami kesulitan belajar, yang ditunjukkan oleh adanya kegagalan siswa dalam mencapai tujuan-tujuan belajar. Menurutnya siswa dikatakan gagal dalam belajar apabila :
1. Dalam batas waktu tertentu yang bersangkutan tidak mencapai ukuran tingkat keberhasilan atau tingkat penguasaan materi (mastery level) minimal dalam pelajaran tertentu yang telah ditetapkan oleh guru (criterion reference).
2. Tidak dapat mengerjakan atau mencapai prestasi semestinya, dilihat berdasarkan ukuran tingkat kemampuan, bakat, atau kecerdasan yang dimilikinya. Siswa ini dapat digolongkan ke dalam under achiever.
3. Tidak berhasil tingkat penguasaan materi (mastery level) yang diperlukan sebagai prasyarat bagi kelanjutan tingkat pelajaran berikutnya. Siswa ini dapat digolongkan ke dalam slow learner atau belum matang (immature), sehingga harus menjadi pengulang (repeater).

C. Jenis – jenis masalah belajar
Kesulitan belajar siswa ditunjukkan oleh hambatan-hambatan tertentu untuk mencapai hasil belajar, dan dapat bersifat psikologis, sosiologis, maupun fisiologis, sehingga pada akhirnya dapat menyebabkan prestasi belajar yang dicapainya berada di bawah semestinya. Kesulitan belajar siswa mencakup pengertian yang luas, diantaranya : (a) learning disorder; (b) learning disfunction; (c) underachiever; (d) slow learner, dan (e) learning diasbilities. Di bawah ini akan dijelaskan dari masing-masing pengertian tersebut.

1. Learning Disorder atau kekacauan belajar
Keadaan dimana proses belajar seseorang terganggu karena timbulnya respons yang bertentangan. Pada dasarnya, yang mengalami kekacauan belajar, potensi dasarnya tidak dirugikan, akan tetapi belajarnya terganggu atau terhambat oleh adanya respons-respons yang bertentangan, sehingga hasil belajar yang dicapainya lebih rendah dari potensi yang dimilikinya. Contoh : siswa yang sudah terbiasa dengan olah raga keras seperti karate, tinju dan sejenisnya, mungkin akan mengalami kesulitan dalam belajar menari yang menuntut gerakan lemah-gemulai.
2. Learning Disfunction
Merupakan gejala dimana proses belajar yang dilakukan siswa tidak berfungsi dengan baik, meskipun sebenarnya siswa tersebut tidak menunjukkan adanya subnormalitas mental, gangguan alat dria, atau gangguan psikologis lainnya. Contoh : siswa yang memiliki postur tubuh yang tinggi atletis dan sangat cocok menjadi atlet bola volley, namun karena tidak pernah dilatih bermain bola volley, maka dia tidak dapat menguasai permainan volley dengan baik.
3. Under Achiever
Mengacu kepada siswa yang sesungguhnya memiliki tingkat potensi intelektual yang tergolong di atas normal, tetapi prestasi belajarnya tergolong rendah. Contoh : siswa yang telah dites kecerdasannya dan menunjukkan tingkat kecerdasan tergolong sangat unggul (IQ = 130 – 140), namun prestasi belajarnya biasa-biasa saja atau malah sangat rendah.
4. Slow Learner atau lambat belajar
Slow learner adalah siswa yang lambat dalam proses belajar, sehingga ia membutuhkan waktu yang lebih lama dibandingkan sekelompok siswa lain yang memiliki taraf potensi intelektual yang sama.
5. Learning Disabilities atau ketidakmampuan belajar
Mengacu pada gejala dimana siswa tidak mampu belajar atau menghindari belajar, sehingga hasil belajar di bawah potensi intelektualnya.
Dari sedikit penjelasan diatas, dirasakan bahwa orangtua perlu mengetahui bentuk kesulitan belajar yang dialami oleh putra/puteri mereka agar lebih mengerti bentuk kesulitan yang putera/puteri mereka hadapi. Banyak orangtua yang juga bertanya dan bingung tentang pendidikan dan prestasi belajar anak, baik di sekolah maupun dirumah.

D. Faktor-Faktor Penyebab Masalah Belajar
Masalah kesulitan belajar ini, tentunya disebabkan oleh berbagai faktor. Untuk memberikan suatu bantuan kepada anak yang mengalami masalah belajar, tentunya kita harus mengetahui terlebih dahulu faktor apa yang menjadi penyebab munculnya masalah belajar. Pada garis besarnya faktor-faktor timbulnya masalah belajar pada murid dapat dikelompokkan ke dalam dua kategori, yaitu:

1. Faktor-faktor internal (faktor-faktor yang berada pada diri murid itu sendiri), antara lain:
a. Gangguan secara fisik, seperti kurang berfungsinya organ-organ perasaan, alat bicara, gangguan panca indera, cacat tubuh, serta penyakit menahun.
b. Ketidakseimbangan mental (adanya gangguan dalam fungsi mental), seperti menampakkan kurangnya kemampuan mental, taraf kecerdasan cenderung kurang.
c. Kelemahan emosional, seperti merasa tidak aman, kurang bisa menyusuaikan diri (maladjusment), tercekam rasa takut, benci dan antipati, serta ketidak matangan emosi.
d. Kelemahan yang disebabkan oleh kebiasaan dan sikap yang salah, sperti kurang perhatian dan minat terhadap pelajaran sekolah malas dalam belajar, dansering bolos atau tidak mengikuti pelajaran.

2. Faktor-faktor eksternal (faktor-faktor yang timbul dari luar diri individu), yaitu berasal dari:
a. Sekolah, antara lain:
1) Sifat kurikulum yang kurang fleksibel
2) Terlalu berat beban belajar (murid) dan untuk mengajar (guru)
3) Metode mengajar yang kurang memadai
4) Kurangnya alat dan sumber untuk kegiatan belajar.
b. Keluarga (rumah), antara lain:
1) Keluarga tidak utuh atau kurang harmonis
2) Sikap orang tua yang tidak memperhatikan pendidikan anaknya
3) Keadaan ekonomi.

E. Peran Konselor dalam Mengatasi Masalah Belajar
Bimbingan belajar merupakan upaya konselor untuk membantu siswa yang mengalami masalah dalam belajarnya. Secara umum, prosedur bimbingan belajar dapat ditempuh melalui langkah-langkah sebagai berikut

1. Identifikasi kasus
Identifikasi kasus merupakan upaya untuk menemukan siswa yang diduga memerlukan layanan bimbingan belajar. Robinson dalam Abin Syamsuddin Makmun (2003) memberikan beberapa pendekatan yang dapat dilakukan untuk mendeteksi siswa yang diduga mebutuhkan layanan bimbingan belajar, yakni :
a. Call them approach; melakukan wawancara dengan memanggil semua siswa secara bergiliran sehingga dengan cara ini akan dapat ditemukan siswa yang benar-benar membutuhkan layanan bimbingan.
b. Maintain good relationship; menciptakan hubungan yang baik, penuh keakraban sehingga tidak terjadi jurang pemisah antara guru dengan siswa. Hal ini dapat dilaksanakan melalui berbagai cara yang tidak hanya terbatas pada hubungan kegiatan belajar mengajar saja, misalnya melalui kegiatan ekstra kurikuler, rekreasi dan situasi-situasi informal lainnya.
c. Developing a desire for counseling; menciptakan suasana yang menimbulkan ke arah penyadaran siswa akan masalah yang dihadapinya. Misalnya dengan cara mendiskusikan dengan siswa yang bersangkutan tentang hasil dari suatu tes, seperti tes inteligensi, tes bakat, dan hasil pengukuran lainnya untuk dianalisis bersama serta diupayakan berbagai tindak lanjutnya.
d. Melakukan analisis terhadap hasil belajar siswa, dengan cara ini bisa diketahui tingkat dan jenis kesulitan atau kegagalan belajar yang dihadapi siswa.
e. Melakukan analisis sosiometris, dengan cara ini dapat ditemukan siswa yang diduga mengalami kesulitan penyesuaian sosial

2. Identifikasi Masalah
Langkah ini merupakan upaya untuk memahami jenis, karakteristik kesulitan atau masalah yang dihadapi siswa. Dalam konteks Proses Belajar Mengajar, permasalahan siswa dapat berkenaan dengan aspek : (a) substansial – material; (b) struktural – fungsional; (c) behavioral; dan atau (d) personality. Untuk mengidentifikasi masalah siswa, Prayitno dkk. telah mengembangkan suatu instrumen untuk melacak masalah siswa, dengan apa yang disebut Alat Ungkap Masalah (AUM). Instrumen ini sangat membantu untuk mendeteksi lokasi kesulitan yang dihadapi siswa, seputar aspek : (a) jasmani dan kesehatan; (b) diri pribadi; (c) hubungan sosial; (d) ekonomi dan keuangan; (e) karier dan pekerjaan; (f) pendidikan dan pelajaran; (g) agama, nilai dan moral; (h) hubungan muda-mudi; (i) keadaan dan hubungan keluarga; dan (j) waktu senggang.

3. Diagnosis
Diagnosis merupakan upaya untuk menemukan faktor-faktor penyebab atau yang melatarbelakangi timbulnya masalah siswa. Dalam konteks Proses Belajar Mengajar faktor-faktor yang penyebab kegagalan belajar siswa, bisa dilihat dari segi input, proses, ataupun out put belajarnya. W.H. Burton membagi ke dalam dua bagian faktor – faktor yang mungkin dapat menimbulkan kesulitan atau kegagalan belajar siswa, yaitu : (a) faktor internal; faktor yang besumber dari dalam diri siswa itu sendiri, seperti : kondisi jasmani dan kesehatan, kecerdasan, bakat, kepribadian, emosi, sikap serta kondisi-kondisi psikis lainnya; dan (b) faktor eksternal, seperti : lingkungan rumah, lingkungan sekolah termasuk didalamnya faktor guru dan lingkungan sosial dan sejenisnya.

4. Prognosis
Langkah ini untuk memperkirakan apakah masalah yang dialami siswa masih mungkin untuk diatasi serta menentukan berbagai alternatif pemecahannya, Hal ini dilakukan dengan cara mengintegrasikan dan menginterpretasikan hasil-hasil langkah kedua dan ketiga. Proses mengambil keputusan pada tahap ini seyogyanya terlebih dahulu dilaksanakan konferensi kasus, dengan melibatkan pihak-pihak yang kompeten untuk diminta bekerja sama menangani kasus – kasus yang dihadapi.

5. Remedial atau referal (Alih Tangan Kasus)
Jikajenis dan sifat serta sumber permasalahannya masih berkaitan dengan sistem pembelajaran dan masih masih berada dalam kesanggupan dan kemampuan guru atau guru pembimbing, pemberian bantuan bimbingan dapat dilakukan oleh guru atau guru pembimbing itu sendiri. Namun, jika permasalahannya menyangkut aspek-aspek kepribadian yang lebih mendalam dan lebih luas maka selayaknya tugas guru atau guru pembimbing sebatas hanya membuat rekomendasi kepada ahli yang lebih kompeten.

6. Evaluasi dan Follow Up
Cara manapun yang ditempuh, evaluasi atas usaha pemecahan masalah seyogyanya dilakukan evaluasi dan tindak lanjut, untuk melihat seberapa pengaruh tindakan bantuan (treatment) yang telah diberikan terhadap pemecahan masalah yang dihadapi siswa.
Berkenaan dengan evaluasi bimbingan, Depdiknas telah memberikan kriteria-kriteria keberhasilan layanan bimbingan belajar, yaitu :
a. Berkembangnya pemahaman baru yang diperoleh siswa berkaitan dengan masalah yang dibahas.
b. Perasaan positif sebagai dampak dari proses dan materi yang dibawakan melalui layanan, dan
c. Rencana kegiatan yang akan dilaksanakan oleh siswa sesudah pelaksanaan layanan dalam rangka mewujudkan upaya lebih lanjut pengentasan masalah yang dialaminya.

Sementara itu, Robinson dalam Abin Syamsuddin Makmun (2003) mengemukakan beberapa kriteria dari keberhasilan dan efektivitas layanan yang telah diberikan, yaitu apabila:
1. Siswa telah menyadari (to be aware of) atas adanya masalah yang dihadapi.
2. Siswa telah memahami (self insight) permasalahan yang dihadapi.
3. Siswa telah mulai menunjukkan kesediaan untuk menerima kenyataan diri dan masalahnya secara obyektif (self acceptance).
4. Siswa telah menurun ketegangan emosinya (emotion stress release).
5. Siswa telah menurun penentangan terhadap lingkungannya
6. Siswa mulai menunjukkan kemampuannya dalam mempertimbangkan, mengadakan pilihan dan mengambil keputusan secara sehat dan rasional.

7. Siswa telah menunjukkan kemampuan melakukan usaha –usaha perbaikan dan penyesuaian diri terhadap lingkungannya, sesuai dengan dasar pertimbangan dan keputusan yang telah diambilnya.

KESIMPULAN
Masalah belajar adalah suatu kondisi tertentu yang dialami oleh murid dan menghambat kelancaran proses belajarnya, oleh karena itu masalah-masalah belajar harus diselesaikan sedini mungkin.
Konselor memiliki peran yang penting dalam membantu siswa dalam mengentaskan masalah belajarnya , karena layanan Bimbingan dan Konseling membantu memberikan hal-hal positif kepada peserta didik, meringankan beban, mendorong semangat dan memberikan penguatan, memberikan alternatif dan kesempatan, memberikan pencerahan dan kesejukan, serta mendorong dan membela terwujudkannya hak dan kepentingan serta kewajiban peserta didik dan cara yang tepat sehingga peserta didik dapat berkembang secara optimal.

DAFTAR REFERENSI:
R Djono.2001.Bimbingan dan Konseling Belajar.Surakarta



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Berikan komentar anda sebelum meninggalkan blog ini: