BERANDA

Selasa, 18 Februari 2014

BELAJAR YANG BAIK



Menentukan bagaimana cara-cara belajar yang baik bukanlah soal yang mudah. di samping faktor yang ada di dalam diri orang itu sendiri, banyak pula faktor yang berasal dari luar individu itu sendiri. Untuk menjawab pertanyaan “Bagaimana cara-cara belajar yang baik?”, banyak eksperimen yang dilakukan oleh para ahli psikologi. Dari sekian banyak penelitian dan percobaan yang dilakukan, sekian banyak pula jawaban yang dikemukakan. Namun, di antara jawaban-jawaban yang heterogen itu terdapat pula beberapa yang bersifat umum yang dapat kita pergunakan sebagai pegangan. Dr. Rudolf Pintner mengemukakan sepuluh macam metode di dalam belajar, seperti berikut :

a. Metode keseluruhan kepada bagian (whole to part method)
Di dalam mempelajari sesuatu kita harus memulai dahulu dari keseluruhan, kemudian baru mendetail kepada bagian-bagiannya. Misalnya kita akan mempelajari sebuah buku. Mula-mula kita perhatikan lebih dahulu isi buku tersebut, urutan bab-babnya dan subbab masing-masing. Dari gambaran keseluruhan isi buku tersebut barulah kita mengarah kepada bagian-bagian atau bab-bab tertentu yang kita anggap penting atau yang merupakan inti pokok buku tersebut. Metode ini berasal dari pendapat psikologi Gestalt.
b. Metode keseluruhan lawan bagian (whole versus part method)
Untuk bahan-bahan pelajaran yang skopnya tidak terlalu luas, tepat dipergunakan metode keseluruhan seperti menghafal syair, membaca buku cerita pendek, mempelajari unit-unit pelajaran tertentu, dan sebagainya. untuk bahan-bahan yang bersifat non verbal, seperti keterampilan, mengetik, menulis, dsb. lebih tepat digunakan metode bagian.
c. Metode campuran antara keseluruhan dan bagian (mediating method)
Metode ini baik digunakan untuk bahan-bahan pelajaran yang skopnya luas, atau yang sukar-sukar, seperti misalnya tata buku, akunting, dan bahan kuliah lain pada umumnya.
d. Metode resitasi (recitation method)
Resitasi dalam hal ini berarti mengulangi atau mengucapkan kembali (sesuatu) yang telah dipelajari. Metode ini dapat digunakan untuk semua bahan pelajaran yang bersifat verbal maupun non verbal. Di dalam mata kuliah Metodologi Pengajaran metode resitasi ini disebut “metode pemberian tugas”. yang berarti bahwa pemberian tugas itu bermaksud agar siswa diharuskan mengulangi pelajaran yang telah dipelajari atau diajarkan.
e. Jangka waktu belajar (leght of practice periods)
Dari hasil-hasil eksperimen ternyata bahwa jangka waktu (periode) belajar yang produktif seperti menghafal, mengetik, mengerjakan soal hitungan, dsb. adalah antara 20-30 menit. Jangka waktu yang lebih dari 30 menit untuk belajar yang benar-benar memerlukan konsentrasi perhatian relatif kurang atau tidak produktif. Jangka waktu tersebut di atas tidak berlaku bagi mata pelajaran yang memerlukan ‘pemanasan’ pada permulaan belajarnya seperti untuk belajar sejarah, geografi, ilmu filsafat, dsb. Di samping itu, kita harus ingat pula bahwa besarnya minat yang ada pada diri seseorang terhadap suatu pelajaran dapat memperpanjang jangka waktu belajarnya sehingga memungkinkan lebih dari 30 menit. Bahkan pada orang dewasa dapat lebih lama lagi.
f. Pembagian waktu belajar (distribution of practice periods)
Dari berbagai percobaan telah dapat dibuktikan, bahwa belajar yang terus-menerus dalam jangka waktu yang lama tanpa istirahat tidak efisien dan tidak efeaktif. oleh karena itu, untuk belajar yang produktif diperlukan adanya pembagian waktu belajar. Dalam hal ini “hukum Jost” tentang belajar, 30 menit 2 x sehari selama 6 hari lebih baik dan produktif daripada sekali belajar selama 6 jam (360 menit) tanpa berhenti.
g. Membatasi kelupaan (counteract forgetting)
Bahan pelajaran yang telah kita pelajari seringkali mudah dan lekas dilupakan. maka untuk jangan sampai lekas lupa atau hilang sama sekali, dalam belajar perlu adanya “ulangan” atau review pada waktu-waktu tertentu atau setelah/pada akhir suatu tahap pelajaran diselesaikan. guna review atau ulangan ini ialah untuk meninjau kembali atau mengingatkan kembali bahan yang pernah dipelajari. Adanya review ini sangat penting, terutama bagi bahan pelajaran yang sangat luas dan memakan waktu beberapa semester untuk mempelajarinya.
h. Menghafal (cramming)
Metode ini berguna terutama jika tujuannya untuk dapat menguasai serta mereproduksi kembali dengan cepat bahan-bahan pelajaran yang luas atau banyak dalam waktu yang relatif singkat seperti misalnya belajar untuk menghadapi ujian-ujian semester atau ujian akhir. Namun, metode ini sebenarnya kurang baik karena hasilnya lekas dilupakan lagi segera setelah ujian selesai.
i. Kecepatan belajar dalam hubungannya dengan ingatan
Kita mengenal ungkapan quick learning means quick forgetting. Di dalamnya terdapat korelasi negatif antara kecepatan memperoleh suatu pengetahuan dengan daya ingatan terhadap pengetahuan itu. Hasil-hasil eksperimen yang telah dilakukan tidak mempunyai cukup bukti untuk menolak ataupun membenarkan generalisasi tersebut. untuk bahan pelajaran yang kurang mempunyai arti, mungkin generalisasi itu tepat dan benar. Akan tetapi, untuk bahan-bahan pelajaran yang lain tidak dapat dipastikan kebenarannya.
j. Retroactive inhibition
Kita telah mengetahui dari beberapa teori belajar yang telah dibicarakan bahwa belajar merupakan suatu proses yang didalamnya terdapat asosiaasi dan interrelasi antara berbagai pengalaman yang kemudian membentuk pola-pola pengertian atau pengetahuan yang terorganisasi di dalam diri kita. Asosiasi dan interrelasi itu terjadi karena hasil pengulangan-pengulangan yang teratur, karena adanya hubungan-hubungan berlanjut di dalam waktu dan ruang, karena intensitas stimulasi, mempunyai hubungan stuktural yang logis, dan sebagainya.
Berbagai pengetahuan yang telah kita miliki itu, di dalam diri kita seolah-olah merupakan unit-unit yang selalu berkaitan satu sama lain, bahkan sering pula yang satu mendesak atau menghambat yang lain. Proses seperti ini di dalam psikologi disebut retroactive inhibition. Inhibition berarti larangan atau penolakan. Jadi, pada waktu terjadi proses reproduksi di dalam jiwa kita, atau dengan kata lain pada waktu terjadi proses berpikir, terjadi adanya penolakan atau penahanan dari suatu unit pengetahuan tertentu terhadap unit yang lain sehingga terjadi kesalahan dalam berpikir.
Retroactive inhibition ini dapat terjadi baik pada pelajaran-pelajaran yang bersifat verbal seperti sejarah, bahasa, illmu ekonomi, dan sebagainya, dan dapat pula terjadi dalam pelajaran-pelajaran non verbal seprti mengetik, bermain piano, menjahit, bermain tenis, dan sebagainya. Untuk menghindari jangan sampai terjadi retroactive inhibition tersebut, disarankan agar dalam belajar jangan mencampur aduk, dalam arti beberapa mata pelajaran dipelajari dalam suatu waktu sekaligus. Untuk itu diperlukan adanya jadwal atau time schedule dalam belajar yang harus ditaati secara teratur.
Berikut ini Crow and Crow secara lebih praktis mengemukakan saran-saran yang diperlukan untuk persiapan belajar yang baik seperti berikut :
a. Adanya tugas-tugas yang jelas dan tegas
Siswa pada umumnya dapat mencapai mental yang baik bagi belajar jika mereka mengerti apa tujuan mereka belajar dan bahan-bahan atau buku-buku sumber apa saja yang perlu dipelajari. Untuk itu diperlukan adanya tugas-tugas yang jelas dari guru. Dengan tugas yang jelas perhatian siswa dapat diarahkan kepada dal-hal khusus mana saja yang perlu diperlajari dengan baik dan bagaimana cara mempelajarinya. Makin jelas tugas yang diberikan oleh guru, baik tujuan maupun batas-batasnya, makin besar pula perhatian dan kemauan siswa untuk mengerjakan atau mempelajarinya.

b. Belajarlah membaca dengan baik
Kepandaian membaca sangat diperlukan untuk memperoleh pengetahuan dan mengerti benar-benar apa yang dibacanya. Bahan-bahan dalam buku bukan hanya untuk di mengerti kata demi kata atau kalimat demi kalimat, melainkan harus diusahakan untuk mengetahui apa isi buku tersebut. Bahkan lebih baik lagi jika pembaca dapat mengerti apa dan bagaimana pandangan pengarang dengan tulisannya itu. Dalam hal-hal tertentu, pembaca sering pula harus mempergunakan kamus untuk mencari pengertian kata-kata sulit yang mungkin dapat menimbulkan salah tafsir atau salah pengertian. Untuk dapat membaca cepat dan efektif diperlukan latihan yang terus-menerus. Apalagi untuk membaca buku-buku berbahasa asing.

c. Gunakan metode keseluruhan dan metode bagian dimana diperlukan
Kedua cara itu, yaitu whole learning dan part learning, sama-sama diperlukan menurut tingkat keluasan dan kesulitan bahan yang dipelajari. Untuk mempelajari buku yang tebal misalnya, mungkin kurang sesuai jika digunakan metode keseluruhan. Akan tetapi, untuk mempelajari bab demi bab diperlukan metode keseluruhan itu. Untuk mempelajari sebuah bab tidak baik jika digunakan metode bagian karena pengertian yang kita peroleh menjadi terpecah-pecah, tidak merupakan suatu kebulatan. Baru setelah bab demi bab itu kita kuasai, kita gabungkan lagi menjadi keseluruhan isi buku tersebut.

d. Pelajarilah dan kuasailah bagian-bagian yang sukar dari bahan yang dipelajari
Pada tiap pelajaran biasanya terdapat bagian-bagian yang sukar dan memerlukan perhatian dan pengerjaan yang lebih teliti. Pelajari baik-baik bagian-bagian yang sukar itu untuk dapat menguasai keseluruhan pengetahuan dari bahan yang dipelajari. Untuk itu, pembuatan ringkasan (summary) dalam belajar sangat diperlukan. Dalam hal ini guru perlu pula memberikan petunjuk atau pengarahan agar siswa mengetahui bagian-bagian mana yang penting dan perlu mendapat perhatian khusus dalam belajar.

e. Buatlah outline dan catatan-catatan pada waktu belajar
Outline dan cataatan-catatan tentang materi bacaan atau pelajaran sangat membantu siswa itu sendiri. Apalagi jika catatan-catatan itu kemudian disusun ke dalam bentuk outline yang dapat menggambarkan garis besar dari apa yang telah dipelajari.
Outline dan catatan-catatan yang tersusun itu akan dapat membantu siswa lagi pada waktu mereka akan mengulangi pelajaran itu ketika akan menghadapi tentamen atau ujian. Mereka tidak perlu lagi membaca seluruh buku yang akan emamakan waktu lebih lama.

f. Kerjakan atau jawablah pertanyaan-pertanyaan
Pada akhir tiap bab buku pelajaran (textbook) biasanya kita jumpai sejumlah pertanyaan-pertanyaan yang bermaksud membantu siswa mengingat kembali apa yang telah dipelajari dalam bab tersebut, atau memperluas pengetahuan mereka tentang sesuatu yang berhubungan denga isi bab tersebut. Kerjakan atau jawablah pertanyaan-pertanyaan itu dengan sebaik-baiknya. Di samping itu, adalah suatu cara belajar yang baik pula jika sambil belajar siswa membuat pertanyaan-pertanyaan sendiri, dan kemudian menjawabnya berdasarkan apa yang telah dipelajarinya. Banyak orang mengatakan bahwa pengetahuan yang diterima dengan jalan menformulasikan jawaban-jawaban dari pertanyaan-pertanyaan lebih dapat diingat lama atau lebih mendaam pengertiannya daripada pengetahuan yang hanya diperoleh melalui membaca atau menghafal.

g. Hubungkan bahan-bahan yang baru dengan bahan-bahan yang lama
Belajar merupakan suatu proses yang sinambung untuk membentuk konsep-konsep baru, atau pengetahuan baru berdasarkan pengalaman-pengalaman dan pengetahuan sebelumnya. Oleh karena itu, sebelum siswa mulai untuk hari-hari berikutnya, dia harus mengulangi kembali pelajaran-pelajaran yang lampau yang ada hubungannya dengan bahan-bahan pelajaran yang akan dipelajarinya. Hal ini berlaku lebih lebih dalam pelajaran yang bersifat eksakta seperti IPA, matematika, fisika dan sebagainya. Dalam hubungan inilah bahan-bahan yang lama sering kali diperlukan untuk mempelajari bahan-bahan yang baru. Dengan kata lain, untuk menerima pelajaran yang baru diperlukan pengetahuan dari bahan-bahan yang lama yang telah dipelajari pada waktu yang lalu.
h. Gunakan bermacam-macam sumber dalam belajar
Tiap pengarang buku mempunyai pandangan dan cara yang berbeda-beda dalam mengemukakan tulisan atau karangannya. Demikian pula pengarang-pengaran buku pelajaran. Buku peljaran yang berjudul sama belum tentu isinya sama. Setiap pengarang memilikikelebihan dan kekurangan. Perbedaan-perbedaan ini terutama terdapat pada pengarang-pengarang buku ilmu pengetahuan sosial, bahkan terdapat juga pada pengarang ilmu pengetahuan eksakta.
Di dalam belajar, siswa hendaknya dibiasakan untuk menjelajahi berbagai sumber atau buku untuk lebih memperdalam pengetahuan mereka. Di samping itu, mereka akan terlatih untuk memilih dan menentukan sendiri mana dari sekian banyak pendapat atau pandangan yang menurut mereka lebih baik, lebih lengkap, atau lebih sesuai dengan kebutuhan.
Memang hal seperti ini biasanya kurang atau tidak disukai oleh kebanyakan siswa. Mereka lebih suka mempelajari satu buku saja, tidak mau bersusah-susah. Padahal mereka juga mengetahui bahwa dengan banyak membaca buku, makin banyak dan mendalam pula pengetahuan yang akan mereka miliki.
i. Pelajari baik-baik tabel, peta, grafik, gambar dsb.
Dewasa ini banyak terdapat buku cerita yang dilukiskan dalam bentuk gambar seri untuk menarik perhatian dan kesukaan membaca pada anak-anak. Juga buku-buku pelajaran di sekolah, kecuali berisi gambar-gambar, banyak pula yang dilengkapi dengan peta, gambar grafik, dan atau tabel. Semua itu dimaksudkan, di samping untuk menarik perhatian, terutama untuk memberi gambaran yang lebih singkat dan jelas tentang apa yang dibicarakan di dalam buku tersebut. Siswa yang kurang mengerti maksudnya-dan ini merupakan sebagian besar siswa-merasa segan dan biasanya melampaui saja gambar atau grafik tersebut di dalam belajarnya. Padahal dengan mempelajari gambar, tabel, grafik, atau peta yang terdapat di dalam buku, siswa dapat memperoleh pengertian yang lebih jelas dan sering kali lebih luas daripada membaca uraian-uraian yang panjang lebar.

Adalah menjadi tugas dan kewajiban guru untuk membimbing siswa bagaimana menginterpretasikan gambar, grafik, tabel , peta, bagan yang terdapat di dalam buku pelajaran ataupun buku-buku sumber lainnya, dan bagaimana menyusun atau mengambil kesimpulan daripadanya.

Bagaimana cara menyusun dan membuat rangkuman yang baik dan jelas serta mudah dipahami sangat bergantung pada cara belajar siswa masing-masing. Di samping itu, cara guru mengajar pun menentukan pula cara murid belajar. Seorang guru yang biasa menerangkan dengan gambar-gambar atau bagan-bagan yang teratur dan sistematis di papan tulis, secara tidak langsung telah melatih siswa belajar bagaimana cara membuat rangkuman atau ikhtisar mengenai pelajaran itu.

Makin pandai siswa membuat rangkuman, makin mudah baginya untuuk mengadakan review atau mengulang kembali pelajaran yang telah diterimanya. Rangkuman atau review memberikan kesempatan kepadanya untuk merefleksikan, mengingat kembali, dan mengevaluasi isi pengetahuan yang telah dikuasainya.
Saran-saran untuk membiasakan belajar yang efisien menurut Crow and Crow :
1) Miliki dahulu tujuan belajar yang pasti.
2) Usahakan adanya tempat belajar yang memadai.
3) Jaga kondisi fisik jangan sampai mengganggu konsentrasi dan keaktifan mental.
4) Rencanakan dan ikutilah jadwal waktu untuk belajar.
5) Selingilah belajar itu dengan waktu istirahat yang teratur.
6) Carilah kalimat-kalimat topik atau inti pengertian dari tiap paragraf.
7) Selama belajar gunakan metode pengulangan dalam hati (silent recitation).
8) Lakukan metode keseluruhan (whole method) bilamana mungkin.
9) Usahakan agar dapat membaca cepat tetapi cermat.
10) Buatlah catatan-catatan atau rangkuman yang tersusun rapi.
11) Adakan penilaian terhadap kesulitan bahan untuk dipelajari lebih lanjut.
12) Susunlah dan buatlah pertanyaan-pertanyaan yang tepat.
13) Pusatkan perhatian dengan sungguh-sungguh pada waktu belajar.
14) Pelajari dengan teliti tabel-tabel, grafik-grafik, dan bahan ilustrasi lainnya.
15) Biasakanlah membuat rangkuman dan kesimpulan.
16) Buatlah kepastian untuk melengkapi tugas-tugas belajar itu.
17) Pelajari baik-baik pernyataan (statement) yang dikemukakan oleh pengarang, dan tentanglah jika diragukan kebenarannya.
18) Telitilah pendapat beberapa pengarang.
19) Belajarlah menggunakan kamus dengan sebaik-baiknya.
20) Analisislah kebiasaan belajar yang dilakukan, dsn cobalah untuk memperbaiki kelemahan-kelemahannya.

Kamis, 13 Februari 2014

KESULITAN / MASALAH BELAJAR


Dalam interaksi belajar mengajar ditemukan bahwa proses belajar yang dilakukan oleh siswa merupakan kunci keberhasilan belajar. Proses belajar merupakan aktivitas psikis berkenaan dengan bahan belajar.
Aktifitas belajar bagi setiap individu, tidak selamanya dapat berlangsung secara wajar. Kadang-kadang lancar, kadang-kadang tidak, kadang-kadang dapat cepat menangkap apa yang dipelajari, kadang-kadang terasa amat sulit. Dalam hal semangat terkadang tinggi, tetapi terkadang juga sulit mengadakan konsentrasi. Keadaan murid tidak dapat belajar sebagaimana mestinya disebut “kesulitan belajar”.
Aktivitas mempelajari bahan belajar tersebut memakan waktu. Lama waktu mempelajari tergantung pada jenis dan sifat bahan. Lama mempelajari juga tergantung pada kemampuan siswa. Jika bahan belajarnya sukar, dan siswa kurang mampu, maka dapat diduga bahwa proses belajar memakan waktu lama. Sebaliknya, jika bahan belajar mudah dan siswa berkemampuan tinggi maka proses belajar memakan waktu singkat. Aktivitas belajar tersebut dapat diketahui oleh guru dari perlakuan siswa terhadap bahan belajar.
Akan tetapi yang lebih menyedihkan adalah perlakuan yang diterima anak yang mengalami kesulitan belajar dari orang tua dan guru yang tidak mengetahui masalah yang sebenarnya, sehingga mereka memberikan label kepada anak mereka sebagai anak yang bodoh, tolol, ataupun gagal.Seharusnya siswa yang mengalami kesulitan belajar tersebut dibantu mengentaskan masalahnya agar dapat berkembang secara optimal. Disinilah peran BK sangat dibutuhkan oleh siswa.

A. Pengertian Masalah Belajar
Masalah belajar adalah suatu kondisi tertentu yang dialami oleh murid dan menghambat kelancaran proses belajarnya. Kondisi tertentu itu dapat berkenaan dengan keadaan dirinya yaitu berupa kelemahan-kelemahan yang dimilikinya dan dapat juga berkenaan dengan lingkungan yang tidak menguntungkan bagi dirinya. Masalah-masalah belajar ini tidak hanya dialami oleh murid-murid yang lambat saja dalam belajarnya, tetapi juga dapat menimpa murid-murid yang pandai atau cerdas.
Kesulitan belajar merupakan kekurangan yang tidak nampak secara lahiriah. Ketidak mampuan dalam belajar tidak dapat dikenali dalam wujud fisik yang berbeda dengan orang yang tidak mengalami masalah kesulitan belajar. Kesulitan belajar ini tidak selalu disebabkan karena factor intelligensi yang rendah (kelaianan mental), akan tetapi dapat juga disebabkan karena faktor lain di luar intelligensi. Dengan demikian, IQ yang tingi belum tentu menjamin keberhasilan belajar. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa kesulitan belajar adalah suatu kondisi proses belajar yang ditandai hambatan-hambatan tertentu dalam mencapai hasil belajar.

B. Gejala siswa yang mengalami kesulitan belajar
1. Menunjukkan prestasi yang rendah/di Bawah rata-rata yang dicapai oleh kelompok kelas
2. Hasil yang dicapai tidak seimbang dengan usaha yang dilakukan. Ia berusaha dengan keras tetapi nilainya selalu rendah.
3. Lambat melaksanakan tuga-tugas belajar. Ia selalu tertinggal dengan kawan-kawannya dalam segala hal, misalnya dalam mengerjakan soal-soal latihan.
4. Menunjukkan sikap yang kurang wajar seperti acuh tak acuh, berpura-pura dusta.
5. Menunjukkan tingkah laku yang berlainan, misalnya mudah tersinggung, murung, pemarah, bingung, cemberut, kurang gembira, selalu sedih.

Burton (Abin Syamsuddin. 2003) mengidentifikasi siswa yang diduga mengalami kesulitan belajar, yang ditunjukkan oleh adanya kegagalan siswa dalam mencapai tujuan-tujuan belajar. Menurutnya siswa dikatakan gagal dalam belajar apabila :
1. Dalam batas waktu tertentu yang bersangkutan tidak mencapai ukuran tingkat keberhasilan atau tingkat penguasaan materi (mastery level) minimal dalam pelajaran tertentu yang telah ditetapkan oleh guru (criterion reference).
2. Tidak dapat mengerjakan atau mencapai prestasi semestinya, dilihat berdasarkan ukuran tingkat kemampuan, bakat, atau kecerdasan yang dimilikinya. Siswa ini dapat digolongkan ke dalam under achiever.
3. Tidak berhasil tingkat penguasaan materi (mastery level) yang diperlukan sebagai prasyarat bagi kelanjutan tingkat pelajaran berikutnya. Siswa ini dapat digolongkan ke dalam slow learner atau belum matang (immature), sehingga harus menjadi pengulang (repeater).

C. Jenis – jenis masalah belajar
Kesulitan belajar siswa ditunjukkan oleh hambatan-hambatan tertentu untuk mencapai hasil belajar, dan dapat bersifat psikologis, sosiologis, maupun fisiologis, sehingga pada akhirnya dapat menyebabkan prestasi belajar yang dicapainya berada di bawah semestinya. Kesulitan belajar siswa mencakup pengertian yang luas, diantaranya : (a) learning disorder; (b) learning disfunction; (c) underachiever; (d) slow learner, dan (e) learning diasbilities. Di bawah ini akan dijelaskan dari masing-masing pengertian tersebut.

1. Learning Disorder atau kekacauan belajar
Keadaan dimana proses belajar seseorang terganggu karena timbulnya respons yang bertentangan. Pada dasarnya, yang mengalami kekacauan belajar, potensi dasarnya tidak dirugikan, akan tetapi belajarnya terganggu atau terhambat oleh adanya respons-respons yang bertentangan, sehingga hasil belajar yang dicapainya lebih rendah dari potensi yang dimilikinya. Contoh : siswa yang sudah terbiasa dengan olah raga keras seperti karate, tinju dan sejenisnya, mungkin akan mengalami kesulitan dalam belajar menari yang menuntut gerakan lemah-gemulai.
2. Learning Disfunction
Merupakan gejala dimana proses belajar yang dilakukan siswa tidak berfungsi dengan baik, meskipun sebenarnya siswa tersebut tidak menunjukkan adanya subnormalitas mental, gangguan alat dria, atau gangguan psikologis lainnya. Contoh : siswa yang memiliki postur tubuh yang tinggi atletis dan sangat cocok menjadi atlet bola volley, namun karena tidak pernah dilatih bermain bola volley, maka dia tidak dapat menguasai permainan volley dengan baik.
3. Under Achiever
Mengacu kepada siswa yang sesungguhnya memiliki tingkat potensi intelektual yang tergolong di atas normal, tetapi prestasi belajarnya tergolong rendah. Contoh : siswa yang telah dites kecerdasannya dan menunjukkan tingkat kecerdasan tergolong sangat unggul (IQ = 130 – 140), namun prestasi belajarnya biasa-biasa saja atau malah sangat rendah.
4. Slow Learner atau lambat belajar
Slow learner adalah siswa yang lambat dalam proses belajar, sehingga ia membutuhkan waktu yang lebih lama dibandingkan sekelompok siswa lain yang memiliki taraf potensi intelektual yang sama.
5. Learning Disabilities atau ketidakmampuan belajar
Mengacu pada gejala dimana siswa tidak mampu belajar atau menghindari belajar, sehingga hasil belajar di bawah potensi intelektualnya.
Dari sedikit penjelasan diatas, dirasakan bahwa orangtua perlu mengetahui bentuk kesulitan belajar yang dialami oleh putra/puteri mereka agar lebih mengerti bentuk kesulitan yang putera/puteri mereka hadapi. Banyak orangtua yang juga bertanya dan bingung tentang pendidikan dan prestasi belajar anak, baik di sekolah maupun dirumah.

D. Faktor-Faktor Penyebab Masalah Belajar
Masalah kesulitan belajar ini, tentunya disebabkan oleh berbagai faktor. Untuk memberikan suatu bantuan kepada anak yang mengalami masalah belajar, tentunya kita harus mengetahui terlebih dahulu faktor apa yang menjadi penyebab munculnya masalah belajar. Pada garis besarnya faktor-faktor timbulnya masalah belajar pada murid dapat dikelompokkan ke dalam dua kategori, yaitu:

1. Faktor-faktor internal (faktor-faktor yang berada pada diri murid itu sendiri), antara lain:
a. Gangguan secara fisik, seperti kurang berfungsinya organ-organ perasaan, alat bicara, gangguan panca indera, cacat tubuh, serta penyakit menahun.
b. Ketidakseimbangan mental (adanya gangguan dalam fungsi mental), seperti menampakkan kurangnya kemampuan mental, taraf kecerdasan cenderung kurang.
c. Kelemahan emosional, seperti merasa tidak aman, kurang bisa menyusuaikan diri (maladjusment), tercekam rasa takut, benci dan antipati, serta ketidak matangan emosi.
d. Kelemahan yang disebabkan oleh kebiasaan dan sikap yang salah, sperti kurang perhatian dan minat terhadap pelajaran sekolah malas dalam belajar, dansering bolos atau tidak mengikuti pelajaran.

2. Faktor-faktor eksternal (faktor-faktor yang timbul dari luar diri individu), yaitu berasal dari:
a. Sekolah, antara lain:
1) Sifat kurikulum yang kurang fleksibel
2) Terlalu berat beban belajar (murid) dan untuk mengajar (guru)
3) Metode mengajar yang kurang memadai
4) Kurangnya alat dan sumber untuk kegiatan belajar.
b. Keluarga (rumah), antara lain:
1) Keluarga tidak utuh atau kurang harmonis
2) Sikap orang tua yang tidak memperhatikan pendidikan anaknya
3) Keadaan ekonomi.

E. Peran Konselor dalam Mengatasi Masalah Belajar
Bimbingan belajar merupakan upaya konselor untuk membantu siswa yang mengalami masalah dalam belajarnya. Secara umum, prosedur bimbingan belajar dapat ditempuh melalui langkah-langkah sebagai berikut

1. Identifikasi kasus
Identifikasi kasus merupakan upaya untuk menemukan siswa yang diduga memerlukan layanan bimbingan belajar. Robinson dalam Abin Syamsuddin Makmun (2003) memberikan beberapa pendekatan yang dapat dilakukan untuk mendeteksi siswa yang diduga mebutuhkan layanan bimbingan belajar, yakni :
a. Call them approach; melakukan wawancara dengan memanggil semua siswa secara bergiliran sehingga dengan cara ini akan dapat ditemukan siswa yang benar-benar membutuhkan layanan bimbingan.
b. Maintain good relationship; menciptakan hubungan yang baik, penuh keakraban sehingga tidak terjadi jurang pemisah antara guru dengan siswa. Hal ini dapat dilaksanakan melalui berbagai cara yang tidak hanya terbatas pada hubungan kegiatan belajar mengajar saja, misalnya melalui kegiatan ekstra kurikuler, rekreasi dan situasi-situasi informal lainnya.
c. Developing a desire for counseling; menciptakan suasana yang menimbulkan ke arah penyadaran siswa akan masalah yang dihadapinya. Misalnya dengan cara mendiskusikan dengan siswa yang bersangkutan tentang hasil dari suatu tes, seperti tes inteligensi, tes bakat, dan hasil pengukuran lainnya untuk dianalisis bersama serta diupayakan berbagai tindak lanjutnya.
d. Melakukan analisis terhadap hasil belajar siswa, dengan cara ini bisa diketahui tingkat dan jenis kesulitan atau kegagalan belajar yang dihadapi siswa.
e. Melakukan analisis sosiometris, dengan cara ini dapat ditemukan siswa yang diduga mengalami kesulitan penyesuaian sosial

2. Identifikasi Masalah
Langkah ini merupakan upaya untuk memahami jenis, karakteristik kesulitan atau masalah yang dihadapi siswa. Dalam konteks Proses Belajar Mengajar, permasalahan siswa dapat berkenaan dengan aspek : (a) substansial – material; (b) struktural – fungsional; (c) behavioral; dan atau (d) personality. Untuk mengidentifikasi masalah siswa, Prayitno dkk. telah mengembangkan suatu instrumen untuk melacak masalah siswa, dengan apa yang disebut Alat Ungkap Masalah (AUM). Instrumen ini sangat membantu untuk mendeteksi lokasi kesulitan yang dihadapi siswa, seputar aspek : (a) jasmani dan kesehatan; (b) diri pribadi; (c) hubungan sosial; (d) ekonomi dan keuangan; (e) karier dan pekerjaan; (f) pendidikan dan pelajaran; (g) agama, nilai dan moral; (h) hubungan muda-mudi; (i) keadaan dan hubungan keluarga; dan (j) waktu senggang.

3. Diagnosis
Diagnosis merupakan upaya untuk menemukan faktor-faktor penyebab atau yang melatarbelakangi timbulnya masalah siswa. Dalam konteks Proses Belajar Mengajar faktor-faktor yang penyebab kegagalan belajar siswa, bisa dilihat dari segi input, proses, ataupun out put belajarnya. W.H. Burton membagi ke dalam dua bagian faktor – faktor yang mungkin dapat menimbulkan kesulitan atau kegagalan belajar siswa, yaitu : (a) faktor internal; faktor yang besumber dari dalam diri siswa itu sendiri, seperti : kondisi jasmani dan kesehatan, kecerdasan, bakat, kepribadian, emosi, sikap serta kondisi-kondisi psikis lainnya; dan (b) faktor eksternal, seperti : lingkungan rumah, lingkungan sekolah termasuk didalamnya faktor guru dan lingkungan sosial dan sejenisnya.

4. Prognosis
Langkah ini untuk memperkirakan apakah masalah yang dialami siswa masih mungkin untuk diatasi serta menentukan berbagai alternatif pemecahannya, Hal ini dilakukan dengan cara mengintegrasikan dan menginterpretasikan hasil-hasil langkah kedua dan ketiga. Proses mengambil keputusan pada tahap ini seyogyanya terlebih dahulu dilaksanakan konferensi kasus, dengan melibatkan pihak-pihak yang kompeten untuk diminta bekerja sama menangani kasus – kasus yang dihadapi.

5. Remedial atau referal (Alih Tangan Kasus)
Jikajenis dan sifat serta sumber permasalahannya masih berkaitan dengan sistem pembelajaran dan masih masih berada dalam kesanggupan dan kemampuan guru atau guru pembimbing, pemberian bantuan bimbingan dapat dilakukan oleh guru atau guru pembimbing itu sendiri. Namun, jika permasalahannya menyangkut aspek-aspek kepribadian yang lebih mendalam dan lebih luas maka selayaknya tugas guru atau guru pembimbing sebatas hanya membuat rekomendasi kepada ahli yang lebih kompeten.

6. Evaluasi dan Follow Up
Cara manapun yang ditempuh, evaluasi atas usaha pemecahan masalah seyogyanya dilakukan evaluasi dan tindak lanjut, untuk melihat seberapa pengaruh tindakan bantuan (treatment) yang telah diberikan terhadap pemecahan masalah yang dihadapi siswa.
Berkenaan dengan evaluasi bimbingan, Depdiknas telah memberikan kriteria-kriteria keberhasilan layanan bimbingan belajar, yaitu :
a. Berkembangnya pemahaman baru yang diperoleh siswa berkaitan dengan masalah yang dibahas.
b. Perasaan positif sebagai dampak dari proses dan materi yang dibawakan melalui layanan, dan
c. Rencana kegiatan yang akan dilaksanakan oleh siswa sesudah pelaksanaan layanan dalam rangka mewujudkan upaya lebih lanjut pengentasan masalah yang dialaminya.

Sementara itu, Robinson dalam Abin Syamsuddin Makmun (2003) mengemukakan beberapa kriteria dari keberhasilan dan efektivitas layanan yang telah diberikan, yaitu apabila:
1. Siswa telah menyadari (to be aware of) atas adanya masalah yang dihadapi.
2. Siswa telah memahami (self insight) permasalahan yang dihadapi.
3. Siswa telah mulai menunjukkan kesediaan untuk menerima kenyataan diri dan masalahnya secara obyektif (self acceptance).
4. Siswa telah menurun ketegangan emosinya (emotion stress release).
5. Siswa telah menurun penentangan terhadap lingkungannya
6. Siswa mulai menunjukkan kemampuannya dalam mempertimbangkan, mengadakan pilihan dan mengambil keputusan secara sehat dan rasional.

7. Siswa telah menunjukkan kemampuan melakukan usaha –usaha perbaikan dan penyesuaian diri terhadap lingkungannya, sesuai dengan dasar pertimbangan dan keputusan yang telah diambilnya.

KESIMPULAN
Masalah belajar adalah suatu kondisi tertentu yang dialami oleh murid dan menghambat kelancaran proses belajarnya, oleh karena itu masalah-masalah belajar harus diselesaikan sedini mungkin.
Konselor memiliki peran yang penting dalam membantu siswa dalam mengentaskan masalah belajarnya , karena layanan Bimbingan dan Konseling membantu memberikan hal-hal positif kepada peserta didik, meringankan beban, mendorong semangat dan memberikan penguatan, memberikan alternatif dan kesempatan, memberikan pencerahan dan kesejukan, serta mendorong dan membela terwujudkannya hak dan kepentingan serta kewajiban peserta didik dan cara yang tepat sehingga peserta didik dapat berkembang secara optimal.

DAFTAR REFERENSI:
R Djono.2001.Bimbingan dan Konseling Belajar.Surakarta